Menuju konten utama

Anggaran Dana Transport Pendamping RW di DKI yang Menuai Kritik

Pemprov DKI menganggarkan dana sebesar Rp 1 miliar lebih untuk pendamping musrenbang RW. Dana diperuntukkan bagi 1.335 relawan dan akan disebar ke 267 kelurahan di seluruh Jakarta.

Anggaran Dana Transport Pendamping RW di DKI yang Menuai Kritik
Pelajar menyaksikan pemandangan gedung-gedung bertingkat di Jakarta, Rabu (7/11). Pelaksana Tugas (Plt) Gubernur DKI Jakarta, Sumarsono, optimis penyerapan APBD DKI Jakarta bisa mencapai 90 persen. Saat ini penyerapan APBD DKI Jakarta sudah mencapai 62 persen dari total anggaran Rp 62,9 triliun. ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja/kye/16

tirto.id - Pemprov DKI Jakarta berencana menganggarkan uang transportasi untuk pendamping Musyawarah Perencanaan dan Pembangunan (musrenbang) di tingkat RW dalam APBD-Perubahan 2018. Dalam rapat Banggar, anggaran yang diusulkan Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah (Bappeda) mencapai sebesar Rp 1 miliar lebih.

Estimasinya kira-kira sebagai berikut: Rp150 ribu/relawan pendamping x 5 hari (jumlah minimal pertemuan) x 1.335 relawan (di 267 kelurahan).

Usulan ini mendapat kritik keras dari sejumlah anggota parlemen DKI lantaran jumlahnya yang dinilai cukup besar. Selama ini, musrenbang tingkat RW sudah dikoordinasi lurah yang merupakan perangkat daerah di tingkat paling bawah.

Plt Kepala Bappeda DKI Jakarta Subagyo tak mau ambil pusing dengan keberatan anggota dewan dan tudingan pemborosan anggaran. Ia menyampaikan, uang tersebut disiapkan demi mengoptimalkan musrenbang yang bakal jadi acuan penyusunan Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD).

“Sudah ada 17 kelurahan percontohan yang hasilnya ternyata lebih optimal. Di tahun 2019 dan selanjutnya, kami usulkan [anggaran] ini berjalan di seluruh kelurahan,” ucapnya saat ditemui di Gedung DPRD, Jalan Kebon Sirih, Jakarta Pusat, Rabu (29/8/2018).

Menurut Subagyo, optimalisasi musrenbang di 17 kelurahan percontohan itu bukan omong kosong. Berdasarkan data yang dimiliki instansinya, klaim Subagyo, persentase serapan anggaran program unggulan rembuk RW 2018 meningkat pesat dari tahun sebelumnya.

Sebagai perbandingan, persentase kegiatan yang diakomodir pada 2017 mencapai 45,67 persen atau 810 dari 1.770 usulan. Tahun ini, persentase kegiatan yang diakomodir di 17 kelurahan itu mencapai 70,93 persen atau 1.535 dari 2.164 usulan. Meski begitu, Subagyo tak menguraikan lebih lanjut apa saja program tersebut.

Terkait pemilihan pendamping, Kepala Bagian Perencanaan dan Pendanaan Pembangunan Bappeda DKI Agus Sanyoto mengatakan, itu akan dilakukan Pemprov DKI dengan mempertimbangkan usulan lurah. Syarat pendamping ini haruslah warga yang bertempat tinggal di kelurahan tersebut. “Kemudian harus bisa meluangkan waktunya,” kata Agus, kemarin.

Masing-masing relawan pendamping ini akan diberi uang transport sekitar Rp150 ribu/orang/hari. Mereka akan diperkirakan mengikuti minimal lima kali rapat di tingkat RW.

Aturan soal ini sudah diketok dalam Peraturan Gubernur Nomor 81 Tahun 2018 tentang Satuan Biaya Khusus untuk Kegiatan Rembuk Rukun Warga dan Musyawarah Perencanaan Pembangunan dalam Rangka Penyusunan Rencana Kerja Pemerintah Daerah tertanggal 15 Agustus 2018. (PDF)

Sebelum bertugas, relawan akan diberikan pelatihan oleh Bappeda DKI Jakarta, agar mereka dapat menjalankan fungsi pendampingan dengan baik. “Pelatihnya ada dari tenaga ahli sendiri. Jadi nanti ini juga diawasi sama inspektorat. Di Bappeda, juga ada pengawasannya. Bappeda pasti melakukan pengawasan, ada panduannya, ada prosedurnya,” jelas Agus.

Nantinya, anggaran ini juga akan dimasukkan dalam APBD 2019. Agus menyebut, Pemprov DKI akan menyediakan lima orang pendamping di setiap kelurahan. Ini berarti akan ada 1.335 pendamping untuk 267 kelurahan. “Nanti dianggarkan lewat Subanpeko dan Subanpekab (Suku Badan Perencanan dan Pembangunan Kota/Kabupaten),” imbuhnya.

Dianggap Tidak Optimal

Rencana Pemprov DKI memasukkan anggaran untuk pendamping musrenbang di RW ini mendapat kritik keras dari anggota DPRD DKI Fraksi PDIP Gembong Warsono. Ia menilai anggaran sebesar Rp 1 miliar yang diajukan Bappeda seharusnya bisa dialihkan ke program pembangunan yang lebih produktif dan berimplikasi langsung kepada masyarakat.

Beberapa hal, kata Gembong, perlu dikritisi dari usulan tersebut. Pertama, kinerja unit teknis masing-masing SKPD di lapangan. Kedua, penghitungan biaya program usulan Musrenbang. Terakhir, efektivitas jumlah pendamping di tiap kelurahan.

Ketiga hal itu, dianggap Gembong, saling berkaitan sebab dalam perencanaan program kerja pemerintah, usulan program di musrenbang bergantung pada kemampuan unit-unit teknis di tiap SKPD untuk melakukan survei ke lapangan.

“Karena masyarakat itu kan hitung-hitungannya kadang enggak mengerti. Di situ lah unit-unit teknis di SKPD ini harus mendorong,” ujarnya saat dihubungi Tirto, kemarin.

Kemampuan SKPD inilah yang menurut Gembong perlu ditingkatkan. “Bukan justru pendampingan program yang tinggal input ke e-musrenbang. Kan sistemnya sekarang udah bagus dan online.”

Oleh karena itu, Gembong menilai Pergub 81/2018 jadi kontraproduktif dengan semangat untuk meningkatkan pelayanan birokrat Pemprov DKI.

Kritik serupa disampaikan Endang, Ketua RT 07 RW 05 Kelurahan Jati Padang, Pasar Minggu. Ia tak setuju dengan uang transportasi untuk pendamping musrenbang RW lantaran musrenbang RW saat ini sudah melibatkan perwakilan dari Pemprov DKI dan sudah efektif menyerap usulan RT/RW.

Selain itu, ia juga menganggap Musrenbang di tingkat RT/RW harusnya jadi momentum untuk mendorong inisiatif warga dalam memperhatikan lingkungannya. Termasuk, kata dia, dalam hal pengawasan dan pengawalan hingga usulan warga diterima oleh Pemprov. Lagi pula, ujar Endang “semenjak ada e-Musrenbang enggak pernah tuh ada transpor. dan itu kesadaran RT/RW aja.”

Baca juga artikel terkait APBD DKI JAKARTA 2018 atau tulisan lainnya dari Hendra Friana

tirto.id - Sosial budaya
Reporter: Hendra Friana
Penulis: Hendra Friana
Editor: Mufti Sholih