tirto.id - PT Pertamina Geothermal Energy Tbk (PGEO) berencana akan menerbitkan surat utang berwawasan hijau (green bonds) senilai 400 juta dolar AS atau setara dengan Rp6 triliun (asumsi kurs Rp15 ribu per dolar AS). Surat utang ini menawarkan bunga sebesar 5,15 persen per tahun dan jatuh tempo pada 2028.
Fundamental Analyst PT Kanaka Hita Solvera, Raditya Krisna Pradana menilai terdapat dua risiko yang akan dihadapi PGEO dalam aksi korporasi kali ini. Pertama, perseroan akan menghadapi ketidakpastian apakah obligasi yang ditawarkan berhasil diserap semua atau tidak.
Dia menuturkan jumlah kebutuhan dana yang ingin diperoleh dari penerbitan obligasi ini cukup besar, yakni sekitar Rp6 triliun. Belum lagi dana tersebut harus didapatkan dalam waktu yang singkat.
“Dibilang singkat karena akan digunakan sebagai refinancing utang yang akan jatuh tempo pada Juni tahun ini, hanya sekitar satu bulan,” ujarnya, di Jakarta, Kamis (27/4/2023).
Kedua, PGEO akan sulit mendapatkan kupon obligasi yang lebih rendah dibandingkan dengan bunga pinjaman sebelumnya. Mengingat kondisi ekonomi global saat ini yang penuh dengan tantangan likuiditas.
Dia mengatakan hal itu mengacu pada LIBOR rate 3 bulan 2021 hanya sekitar 0,16 persen dan ditambah margin terbesar pada perjanjian fasilitas per 23 Juni 2021 sebesar 0,7 persen, maka bunga pinjaman PGEO saat itu tidak lebih dari 3 persen. Sedangkan bunga kupon green bonds yang akan dirilis PGEO kali ini sebesar 5,15 persen per tahun.
Beban bunga yang dikenakan atas perjanjian pada saat itu adalah LIBOR 3 bulan ditambah margin dan dibayarkan pada akhir periode bunga, di mana margin untuk bulan 1-12 sekitar 0,5 persen untuk offshore dan 0,6 persen untuk onshore. Sementara marjin untuk bulan 19-24 sekitar 0,6 persen - 0,7 persen.
“Apabila kupon obligasi yang akan dipakai untuk bayar utang itu lebih besar dari bunga utangnya sendiri, bisa dibilang PGEO rugi dalam penerbitan global bonds ini,” ungkapnya.
Dalam keterbukaan informasi Bursa Efek Indonesia (BEI), PGEO memang tengah mengejar dana jumbo untuk membayar sisa utang sekitar Rp6 triliun dalam fasilitas kredit berupa bridge loan yang akan segera jatuh tempo dalam waktu dekat. Fasilitas kredit ini dirilis pada Juni 2021 lalu dengan PT Bank Mandiri (Persero) Tbk (BMRI) sebagai facility agent.
Penulis: Dwi Aditya Putra
Editor: Intan Umbari Prihatin