Menuju konten utama
Sepakbola Indonesia

Ampunan Bagi Penista Sepakbola

PSSI pimpinan Edy Rahmayadi mengampuni mereka yang terlibat sepakbola gajah dalam laga Divisi Utama 2014 antara PSS Sleman vs PSIS Semarang. Yang semula diskorsing seumur hidup, kini berpeluang bebas.

Ampunan Bagi Penista Sepakbola
Pertandingan PSIS Semarang (biru) kontra PSS Sleman (hijau) dalam kompetisi Divisi Utama 2014. PSS dan PSIS terlibat sepakbola gajah sehingga didiskualifikasi oleh PSSI dari ajang tersebut. ANTARA FOTO

tirto.id - Herry Kiswanto merasa lega sekaligus sangat bersyukur setelah menerima telepon dari salah satu anggota Komite Eksekutif (Exco) PSSI beberapa hari lalu. Mantan kapten Timnas Indonesia ini dijanjikan akan diperbolehkan kembali aktif di persepakbolaan nasional setelah sempat mendapatkan sanksi dari kepengurusan PSSI sebelumnya.

Tanggal 20 November 2014 silam, Komite Disiplin PSSI bersidang di Jakarta. Agenda utama sidang tersebut adalah mengadili orang-orang yang terlibat dalam pertandingan memalukan antara PSS Sleman melawan PSIS Semarang di Yogyakarta dalam laga terakhir babak 8 besar kompetisi Divisi Utama 2014.

Sepakbola gajah, itulah yang terjadi dalam duel dagelan tersebut. Sejumlah media internasional bahkan sempat mengangkat pemberitaan tentang kasus itu, termasuk AFP, The Guardian, dan Daily Mail.

Dua tim yang bertarung sebenarnya sudah lolos ke semifinal. Laga itu pun berakhir dengan skor tipis 3-2 untuk kemenangan PSS Sleman yang lucunya, seluruh gol tercipta lewat aksi bunuh diri.

Banyak pihak yang menduga, baik PSS Sleman maupun PSIS Semarang sengaja menghindari kemenangan agar tidak bertemu dengan Pusamania Borneo FC di semifinal. Mengapa?

PBFC disebut-sebut kerap diuntungkan oleh wasit sehingga sangat sulit dikalahkan. Klub asal Samarinda itu pun akhirnya promosi ke Indonesia Super League (ISL) dan masih bertahan di kasta tertinggi hingga saat ini.

Sidang Komite Disiplin PSSI lantas menjatuhkan sanksi kepada 47 orang yang terlibat dalam laga tersebut. Ada 12 orang yang diganjar sanksi terberat berupa skorsing seumur hidup ditambah denda ratusan juta rupiah, termasuk Herry Kiswanto selaku pelatih PSS Sleman kala itu.

Pembelaan Sang Legenda

Herry Kiswanto bukanlah sosok remeh di persepakbolaan nasional. Pria kelahiran Aceh ini adalah legenda sepakbola yang menjadi andalan Timnas Indonesia sejak akhir dekade 1970-an hingga tahun-tahun awal era 1990-an. Herry Kiswanto mengemas 40 caps di timnas dan turut membawa Indonesia meraih medali emas di SEA Games 1987.

Menjadi kabar yang mengejutkan manakala terdengar kabar Herry Kiswanto dituding sebagai salah satu orang yang paling bertanggungjawab dalam laga PSS Sleman kontra PSIS Semarang itu.

Orang ini dikenal sebagai pesepakbola yang sangat sportif. Berposisi sebagai libero yang rawan melakukan pelanggaran, Herry Kiswanto hanya mengantongi satu kartu kuning di sepanjang karier sepakbola profesional sebagai pemain yang dijalaninya selama lebih dari 17 tahun!

Herry Kiswanto memang sangat terpukul dengan keputusan PSSI tersebut. Mantan bek Persib Bandung ini bersikeras bahwa tidak pernah menginstruksikan kepada pemainnya menjebol gawang tim sendiri.

Saking kecewanya, pelatih yang kini berusia 61 tahun ini memilih dihukum mati daripada kariernya dihentikan paksa. Herry Kiswanto menyatakan akan terus memperjuangkan nasibnya, bahkan ia akan membawa masalah ini kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi).

“Mengapa bukan hukuman mati sekalian? Ini sama saja setara dengan hukuman mati. Saya siap menjalani hukuman kalau saya memang melakukan hal tercela!” tandas Herry Kiswanto seperti yang diberitakan oleh berbagai media nasional waktu itu.

"Tentu saya akan terus melawan karena saya memang tidak bersalah. Kalau perlu ke Presiden (Joko Widodo),” tambahnya

Namun, kini sang legenda tak perlu lagi menghadap sang presiden. Rezim PSSI sudah berganti. Pangkostrad yang sekarang menjadi Ketua Umum PSSI, Edy Rahmayadi, telah menyatakan akan mencabut sanksi bagi mereka yang pernah didakwa terlibat sepakbola gajah, termasuk Herry Kiswanto.

Berkah Ganti Rezim

Beralihnya kepengurusan PSSI dari pangkuan La Nyalla Mattalitti dan Hinca Panjaitan ke rombongan Edy Rahmayadi membuahkan angin segar bagi persepakbolaan di tanah air. Selain mencanangkan target yang cukup terencana, termasuk untuk tim nasional, hubungan PSSI dengan pemerintah pun mulai membaik.

Kabar baik pun meluas sampai ke kasus sepakbola gajah. Edy Rahmayadi menyatakan bahwa pihaknya telah mencabut atau membatalkan sanksi kepada sebagian besar orang yang sebelumnya dihukum karena perkara tersebut.

Pernyataan Edy Rahmayadi itu diamini oleh AS Sukawijaya alias Yoyok Sukawi selaku Manajer PSIS Semarang dan Dwi Irianto, mantan Sekretaris Umum Asosiasi Provinsi (Asprov) PSSI Daerah Istimewa Yogyakarta DIY), asprov yang menaungi PSS Sleman.

Infografik Sepak Bola Gajah

Yoyok Sukawi mengatakan, permohonan peninjauan kembali yang diajukan PSIS Semarang telah dikabulkan dan diberi pengampunan oleh PSSI. Demikian pula Dwi Irianto yang menyatakan bahwa keputusan tersebut merupakan hak prerogatif Edy Rahmayadi selaku Ketua Umum PSSI. Ia memberikan apresiasi positif atas dicabutnya sanksi terhadap PSS Sleman terkait sepakbola gajah.

Yang menarik, Yoyok Sukawi maupun Dwi Irianto termasuk dalam jajaran pengurus PSSI saat ini. Yoyok Sukawi duduk sebagai anggota Exco PSSI, sementara Dwi Irianto adalah anggota Komite Displin. Keduanya termasuk dalam Kelompok 85 (K-85) yang berhasil mengantarkan Edy Rahmayadi sebagai Ketua Umum PSSI dalam kongres pemilihan tahun lalu.

Barangkali bukan suatu kebetulan bahwa keberadaan Yoyok Sukawi dan Dwi Irianto di kepengurusan PSSI saat ini ada kaitannya dengan pencabutan sanksi bagi orang-orang PSIS Semarang dan PSS Sleman yang terlibat insiden memalukan di masa lalu. Yang jelas, Edy Rahmayadi telah menegaskan akan segera mencabut sanksi tersebut.

Apapun alasannya, aksi sepakbola gajah bagaimanapun juga adalah perbuatan memalukan yang menistakan dan mencoreng wajah sepakbola Indonesia. Namun, skorsing dalam waktu yang lama bahkan seumur hidup, tentunya akan mematikan karier orang-orang yang mengais nafkah dari sepakbola.

Sepakbola memang sudah sangat mirip dengan politik. Sarat intrik dan apapun bisa terjadi jika rezim telah berganti. Publik sepakbola nasional pun sudah sangat lelah lagi muak dengan serangkaian kisruh yang terjadi selama ini. Nikmati sajalah, inilah sepakbola Indonesia.

Baca juga artikel terkait SEPAKBOLA INDONESIA atau tulisan lainnya dari Iswara N Raditya

tirto.id - Olahraga
Reporter: Iswara N Raditya
Penulis: Iswara N Raditya
Editor: Maulida Sri Handayani