tirto.id - Staf Komunikasi dan Media Amnesty Internasional Indonesia, Haeril Halim mengatakan, logika polisi ini sulit dimengerti terkait ajakan deklarasi 'Cinta NKRI' kepada pelajar Papua di Kabupaten Pasuruan, Jawa Timur.
Menurut dia, bila ada ancaman seharusnya dilakukan pemetaan terkait risiko dan kemungkinan yang dihadapi pelajar di Pasuruan.
Setelah itu, kata dia, polisi bisa menindaklanjuti dengan pencegahan ke pihak yang telah dideteksi bakal membawa risiko, sehingga pelajar Papua tetap aman di sana tanpa perlu deklarasi ini.
"Logikanya kan ajakan ini berarti ada potensi ancaman bila para pelajar tak ikut deklarasi. Seharusnya polisi cukup melakukan pemetaan risiko, bila ada. Kalau tidak ada justru ini perlu ditelaah lebih lanjut, apakah mereka dipaksa ‘deklarasi’ atau tidak," kata dia.
Diketahui, Beredar foto dan video di media sosial yang menunjukkan ada sejumlah anggota Polres Pasuruan mengajak para pelajar Papua mengucapkan ikrar terkait 'Cinta Indonesia'. Pelajar ini menuntut ilmu di SMKN Winongan, Kabupaten Pasuruan, Jawa Timur, Senin (26/8/2019).
Dalam video yang beredar ini, pelajar asal Papua ini serentak mengucapkan:
"Pace mace kita pelajar papua
Kita nyaman, aman, belajar di pasuruan
Kami cinta papua
Kami cinta indonesia
Salam dari SMK Negeri Winongan Pasuruan Jawa Timur".
Polres Pasuruan dan Polda Jawa Timur telah membantah ada paksaan terhadap pelajar Papua di sana.
Kapolres Pasuruan, AKBP Rizal Martomo mengatakan ajakan untuk 'Cinta NKRI' juga ditujukan kepada pelajar lainnya yang ada di sana.
Haeril menilai, klaim polisi ini sulit diukur, karena bila tanpa diminta berarti sifatnya voluntary atau tanpa paksaan.
"Perlu ditelaah lebih lanjut apakah siswa-siswi tersebut dalam tekanan ketika menyetujui untuk melakukan rekaman tersebut," kata dia.
Protes anti-rasialisme oleh warga Papua masih terjadi hingga saat ini, baik di Jakarta maupun di Papua. Hal ini dipicu oleh hinaan aparat dan ormas kepada mahasiswa Papua di Asrama Surabaya, Jawa Timur.
Penulis: Zakki Amali
Editor: Maya Saputri