Menuju konten utama

Ambisi Kejaksaan Menempatkan Orangnya di KPK

Lima jaksa aktif yang diusulkan Jaksa Agung HM Prasetyo lolos seleksi administrasi Capim KPK. Demi mengamankan Korps Adhyaksa?

Ambisi Kejaksaan Menempatkan Orangnya di KPK
Ilustrasi: Capim KPK dari Jaksa. tirto.id/Lugas

tirto.id - Pekan lalu, dari 192 kandidat yang lolos seleksi administrasi sebagai calon pimpinan KPK, 10 di antaranya dari Korps Adhyaksa.

Ada yang masih aktif, yakni enam orang: Johanis Tanak, Muhammad Rum, Ranu Mihardja, Sugeng Purnomo, Supardi, dan Zairida; serta empat pensiunan: Heriyanto Serumpun, Herman Adrian Koedoeboen, Hermut Achmadi, dan M. Jasman Panjaitan.

Minus Zairida, lima nama jaksa aktif itu dipilih oleh Jaksa Agung HM Prasetyo buat mengikuti seleksi Capim KPK, yang ironisnya diminta langsung oleh panitia seleksi—diketuai oleh Yenti Garnasih, pakar tindak pidana pencucian uang dari Universitas Trisaksi yang keahaliannya biasa dipakai oleh kepolisian Indonesia.

"Saya kirim lima nama dan alhamdulillah semuanya lolos,” ujar Prasetyo, akhir pekan lalu.

Meski lima pimpinan KPK periode 2019-2023 kelak ditentukan dalam tahap seleksi berikutnya, termasuk melewati para politikus di DPR dan keputusan Presiden Joko Widodo, tapi Prasetyo secara tersirat menginginkan agar ada jaksa yang menduduki pimpinan KPK.

“Kalau diterima, silakan. Kalau tidak, ya enggak apa-apa,” ujar Prasetyo, diplomatis.

Kejaksaan harus bersaing dengan kandidat dari Korps Bhayangkara, yang mengirim 11 pejabat tinggi aktif dan 7 purnawirawan mengikuti seleksi Capim KPK—semuanya lolos tahap administrasi. Baru-baru ini Korps Adhyaksa dalam sorotan setelah KPK menyergap Agus Winoto, Asisten Pidana Umum Kejati DKI Jakarta, dalam kasus suap meringankan tuntutan perkara, di tengah mereka bakal merayakan hari bakti pada 22 Juli mendatang.

Dilihat dari putaran seleksi empat tahunan, kandidat berlatar belakang jaksa kerap meramaikan kursi pimpinan KPK. Pada 2015, Prasetyo mengirim lima anak buahnya. Tetapi, dalam seleksi 48 besar, hanya dua nama yang lolos, lalu gagal terangkut pada proses berikutnya.

Pada 2011, kandidat berlatar belakang jaksa yang lolos hanya Zulkarnain. Ia bersaing dengan Aryanto (kepolisian) serta tokoh-tokoh publik seperti Abraham Samad, Abdullah Hehamahua, Adnan Pandu Pradja, Bambang Widjojanto, Yunus Husein, dan Handoyo Sudrajat. Saat itu Kejaksaan Agung berkata tidak berminat mengirimkan jaksa terbaik.

"Kalau diminta dikasih, tapi kita tidak ada ambisi untuk merebut ketua KPK," ujar Didiek Darmanto, saat itu menjabat Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung, pada Juni 2010.

Di periode sebelumnya, hanya Tumpak Hatorangan Panggabean yang menduduki pimpinan KPK, sebagai wakil ketua sejak lembaga antirasuah ini bekerja pada 29 Desember 2003 hingga 18 Desember 2007, lalu ditunjuk sebagai pelaksana tugas Ketua KPK sejak Oktober 2009 hingga November 2010.

Laporan Harta Kekayaan

Lima kandidat jaksa aktif sudah melaporkan harta kekayaan terbarunya kepada KPK, dari Johanis Tanak yang punya aset harta senilai Rp8,3 miliar hingga M. Rum yang punya harta paling sedikit sebesar Rp755 juta.

Johanis menjabat Direktur Tata Usaha Negara pada Jaksa Agung Muda Perdata dan Tata Usaha Negara. Pada 2014, ia menjabat Wakil Kepala Kejaksaan Tinggi Riau, dan pada 2016 menjadi Kepala Kejaksaan Tinggi Sulawesi Tengah. Sementara M. Rum menjabat Kepala Kejaksaan Tinggi Sulawesi Tengah. Sebelumnya, ia adalah Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung.

Yang menarik adalah laporan harta kekayaan Zairida, Kepala Kejaksaan Negeri Lubuklinggau, sebuah kota setingkat kabupaten di Sumatera Selatan, sebesar Rp2,64 miliar dari laporan terakhirnya pada 30 April 2018.

Sementara dari para alumni kejaksaan, Heriyanto Serumpun sudah lima kali melaporkan kepada KPK. Terakhir, pada 1 April 2016, saat menjabat jaksa agung muda bidang intelijen, harta kekayaannya sebesar Rp734 juta.

Koleganya, Herman Adrian Koedoeboen, terakhir kali melaporkan kekayaan saat menjabat Bupati Maluku Tenggara periode 2003-2008 sebesar Rp3,35 miliar. Jumlah ini meningkat dibandingkan pelaporan tahun 2006 sebesar Rp1,81 miliar.

Adapun Jasman Panjaitan pernah dua kali melaporkan kekayaan pada 2008 dan 2012. Dan dari data yang bisa diakses publik pada 2008, kekayaannya saat itu Rp738 juta saat menjabat kepala pusat penerangan hukum Kejaksaan Agung.

Satu alumni kejaksaan lain, Hermut Achmadi, tercatat dua kali melaporkan harta kekayaan pada November 2002 dan Desember 2011. Pada laporan terakhirnya, ia punya Rp133 juta, tidak memiliki rumah tapi punya 4 kendaraan dan harta lainnya.

Infografik HL Indepth Capim KPK dari Jaksa

Infografik Capim KPK dari Jaksa. Tirto/Lugas

Khawatir ‘Konflik Kepentingan’

Rekomendasi lima jaksa aktif yang disodorkan Jaksa Agung HM Prasetyo dalam seleksi calon pimpinan KPK menuai sorotan tajam dari para penggiat antikorupsi.

Koalisi masyarakat sipil yang memantau proses seleksi menilai kehadiran jaksa aktif berpotensi mengganggu peran penindakan KPK, terutama sekali bisa memunculkan konflik kepentingan dalam penanganan perkara antara komisi antirasuah dan Korps Adhyaksa.

Mereka juga mencemaskan ada problem serius dari institusi penegak hukum di Indonesia, contoh terbaru adalah operasi tangkap tangan KPK terhadap Agus Winoto, Asisten Pidana Umum Kejati DKI Jakarta

“OTT Aspidum kemarin mengonfirmasi kesimpulan koalisi masyarakat sipil menolak kehadiran penegak hukum aktif itu benar adanya,” ujar Kurnia Ramadhana dari Indonesia Corruption Watch.

Yuris Rezha dari Pusat Kajian Antikorupsi Universitas Gadjah Mada menilai keterlibatan penegak hukum aktif sebagai pimpinan KPK “tidaklah tepat” kendati dibolehkan secara hukum. Ia khawatir dampak terburuknya menguatnya potensi “tebang pilih” bila ada jaksa aktif maupun pensiunan jaksa menjadi pimpinan KPK.

Alih-alih mengirim personel terbaiknya ke KPK—sebagaimana diharapkan Jaksa Agung HM Prasetyo, Koalisi meyakini jaksa-jaksa ini lebih pas digunakan untuk memperbaiki institusinya sendiri.

Kekhawatiran Koalisi punya landasan. Mengacu laporan KPK tahun 2017, penindakan KPK terhadap kejaksaan cukup banyak bila dibandingkan hakim tetapi lebih tinggi dibandingkan kepolisian.

Dari tiga institusi penegak hukum, sedikitnya ada 7 jaksa sudah ditangani KPK selama 2004-2017 (di luar kasus Agus Winoto pada akhir bulan Juni kemarin): 1 perkara pada 2008, 2 perkara (2011), 3 perkara (2016), dan 1 perkara (2017).

Periode Antasari Azhar memimpin KPK (2007-2011), penanganan kasus tahun 2008 itu saat tak ada representasi jaksa di tubuh komisioner KPK. Kemudian, kasus tahun 2011 ditangani setelah Ketua KPK dipimpin Busyro Muqoddas (2010-2011).

Sementara 3 perkara pada 2016 dan 2017 ditangani saat kepemimpinan Agus Rahardjo, notabene tidak ada keterwakilan jaksa.

Di luar era itu, saat Tumpak Panggabean menjabat Wakil Ketua KPK (2003-2007) maupun pelaksana tugas Ketua KPK (2009-2010) serta Zulkarnain sebagai salah satu pimpinan KPK (2011-2015), tidak ada penindakan yang menyasar kejaksaan.

Yuris menganalogikan minimnya penindakan itu sama sebangun saat komisioner KPK diisi oleh anggota kepolisian. Di era kepemimpinan Agus Rahardjo (2015-2019), nyaris tak ada satu pun penindakan, baik penyelidikan yang naik ke penyidikan, operasi tangkap tangan, hingga penuntutan yang menjerat perwira Korps Bhayangkara.

Yuris mengingatkan kekhawatirannya bahwa para anggota dari Kejaksaan Agung yang mengincar posisi pimpinan KPK mendatang demi mengamankan kepentingan tersebut.

Namun, menanggapi sorotan ini, Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung Mukri memandang sebaliknya.

“Kami mengikutsertakan kader-kader terbaik bukan dalam rangka [mengamankan Kejaksaan], tapi kami betul-betul ingin berkontribusi dalam hal penegakan hukum di KPK,” ujarnya kepada Tirto, kemarin.

Soal pensiunan dari kejaksaan yang lolos seleksi Capim KPK, Mukri berkata Kejaksaan Agung tidak ikut campur, dan hal itu inisiatif individu.

“Kalau yang sudah pensiun, sudah lepas dari kontrol kami, mereka dari unsur masyarakat meski mereka mantan jaksa,” katanya. “Tapi kalau 5 jaksa itu memang diusulkan oleh pimpinan.”

Baca juga artikel terkait CALON PIMPINAN KPK atau tulisan lainnya dari Andrian Pratama Taher

tirto.id - Hukum
Reporter: Andrian Pratama Taher
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Fahri Salam