Menuju konten utama

Amazon Siap Menghadang Lazada

Amazon dikabarkan segera masuk ke Asia Tenggara, termasuk Indonesia. Amazon tak mau melewatkan pasar Asia Tenggara yang mengalami pertumbuhan pesat. Namun, Amazon harus waspada agar tak bernasib sama dengan Rakuten.

Amazon Siap Menghadang Lazada
Logo Amazon dinding mengkilap hitam di Mal California 11 oktober 2015. Amazon adalah perusahaan perdagangan elektronik amerika dan pengecer online terbesar dunia.

tirto.id - Asia Tenggara merupakan kawasan yang mengalami pertumbuhan tercepat di dunia. Penduduknya yang besar, pertumbuhan ekonominya yang tinggi, membuat kawasan ini menjadi salah satu incaran investor. Tak terkecuali para penguasa e-commerce dunia yang berharap bisa mencuil kue keuntungan di Asia Tenggara.

Salah satunya Amazon. Raksasa e-commerce asal Amerika Serikat ini dikabarkan segera masuk ke Indonesia. Sebelum masuk ke Indonesia, Amazon akan menjejak Singapura terlebih dahulu. Ini merupakan bagian dari ekspansi Amazon ke Asia Tenggara. Setelah Indonesia, Amazon bergerak menuju Malaysia, Thailand, Filipina, dan Vietnam.

Menurut Daily Social, Amazon akan masuk ke Asia Tenggara secara berangsur-angsur dalam kurun waktu 1 – 2 tahun ke depan. Total investasinya di Asia Tenggara dikabarkan mencapai 2 miliar dolar. Dari jumlah itu, 600 juta dolar dialokasikan untuk pasar Indonesia. Kemudian sekitar 85 hingga 160 juta dolar dialokasikan untuk investasi di Filipina. Sisanya dibagi-bagi keempat negara Asia Tenggara lainnya.

Belum jelas bagaimana bentuk situsweb e-commerce Amazon. Hanya saja, Amazon sudah mengamankan domain Amazon.co.id dan Amazon.id untuk jualannya di Indonesia. Kedua situsweb itu sendiri sampai kini belum aktif.

Pasar Menggiurkan Asia Tenggara

Amazon rupanya tak mau melewatkan kemeriahan pesta e-commerce Asia Tenggara. Selama ini, pemain utama e-commerce Asia Tenggara masih dikuasi oleh Lazada. Saking berkuasanya di Asia Tenggara, Lazada sering disebut sebagai “Amazon dari Asia Tenggara”. Amazon tentu tak mau kloningannya mengambil untung dari gemuknya pasar e-commerce Asia Tenggara. Itulah sebabnya mereka sudah ancang-ancang masuk ke kawasan negara berkembang ini.

Asia Tenggara merupakan salah satu kawasan dengan jumlah penduduk yang cukup padat mencapai 620 juta orang. Kawasan ini juga tercatat mengalami adopsi digital tercepat di dunia. Menurut riset dari Bain & Co, total pengguna smartphone di kawasan ini mencapai 250 juta.

Data digital menunjukkan beberapa negara di Asia Tenggara merupakan jagoan di digital. Filipina tercatat sebagai negara yang mengirim pesan terbanyak di dunia. Sementara Indonesia memiliki pengguna Facebook terbanyak keempat di dunia. Menurut Statista, jumlah penduduk Facebook asal Indonesia mencapai 60,3 juta jiwa. Indonesia hanya kalah dari Amerika Serikat (151,8 juta), India (108,9 juta), dan Brazil (70,5 juta). Orang Indonesia juga tercatat paling banyak berkicau di Twitter.

Menurut Bain & Co, satu dari empat konsumen dengan usia di atas 16 tahun berbelanja online. Survei dilakukan oleh Bain & Co, bekerja sama dengan Google. Survei dilakukan terhadap 6.000 konsumen dari Singapura, Thailand, Malaysia, Indonesia, Filipina, dan Vietnam.

Total penduduk berusia 16 tahun mencapai 400 juta orang. Sebanyak 150 juta merupakan konsumen digital di Asia Tenggara, dua pertiganya sudah melakukan belanja online. Sisanya hanya riset, tetapi belum berbelanja. Sementara 250 juta lainnya belum menjadi konsumen digital.

Nilai penjualan online di Asia Tenggara memang masih kecil hanya 6 miliar dolar. Bandingkan dengan penjualan online di Cina sebesar 293 miliar dan Amerika Serikat 270 miliar dolar. Namun, kawasan ini memiliki prospek yang besar dengan melihat demografi konsumennya. Survei Bain & Co menunjukkan, konsumen Asia Tenggara sangat terpengaruh oleh konten digital sebelum membeli.

Tanda lainnya yang cukup mengembirakan, konsumen mulai beralih membeli secara online. Di kategori baju dan alas kaki, sebanyak 24 persen konsumen membelinya secara online. Sementara di kategori perjalanan, 18 persen bertransaksi secara online.

Fakta lain yang tak boleh diabaikan adalah meningkatnya kelas menengah di Asia Tenggara. Kelas menengah merupakan kalangan yang konsumtif dan mudah terpengaruh, termasuk dari konten-konten digital. Nielsen memperkirakan, jumlah kelas menengah di Asia Tenggara pada 2012 mencapai 190 juta orang. Mereka membelanjakan 16 hingga 100 dolar setiap harinya. Diperkirakan jumlah kelas menengah Asia Tenggara akan meningkat menjadi 400 juta pada 2020.

Tantangan

Asia Tenggara adalah pasar yang menggoda. Namun, para investor tak boleh melupakan besarnya tantangan di kawasan ini, mulai dari banyaknya suku, bahasa, regulasi, dan hingga beragam minat belanja. Belum lagi masalah pembayaran dan infrastruktur logistik. Apalagi, survei menunjukkan masih banyak orang di Asia Tenggara yang belum sepenuhnya percaya dengan e-commerce.

Selain tantangan itu, e-commerce yang ingin masuk ke Asia Tenggara harus menghadapi banyaknya pemain e-commerce yang sudah terlebih dahulu hadir. Mereka akan berhadapan dengan Lazada yang terlebih dahulu menguasai pasar Asia Tenggara, dan juga pemain e-commerce lokal. Di Indonesia misalnya, mereka harus bisa menekuk Tokopedia dan Bukalapak yang sejauh ini menguasai pasar e-commerce.

Dalam hal ekspansi di Asia Tenggara ini, Amazon sepertinya harus belajar dari kegagalan Rakuten. Raksasa e-commerce Jepang itu terpaksa menutup layanan marketplace-nya di tiga negara yakni Singapura, Malaysia, dan Indonesia mulai Maret 2016. Gagalnya mereka meraup untung di tengah pasar yang sedemikian besar harus dijadikan pelajaran berharga,

Rakuten akhirnya memilih fokus ke pasar perdagangan e-commerce di Jepang, di mana mereka menjadi pemimpin pasar. Selain Jepang, Rakuten juga akan tetap beroperasi di Taiwan, Asia Timur, dan Amerika Serikat.

Rakutan sendiri sebelumnya mengaku, dihentikannya bisnis Rakuten di tiga negara Asia Tenggara merupakan bagian dari transformasi bisnis Rakuten pada 2020 nanti. Pada tahun itu, Rakuten berharap bisa meraup pendapatan sebesar 1.700 miliar yen (sekitar Rp 203 triliun).

Sejauh ini, belum jelas apa rencana Rakuten selanjutnya. Ketika mereka sedang membuat perhitungan, raksasa baru e-commerce akan masuk ke Asia Tenggara . Nasibnya bisa jadi lebih baik, bisa jadi lebih buruk dari Rakuten. Semua tergantung dari bagaimana Amazon bisa melakukan adaptasi di pasar Asia Tenggara yang sedemikian besar. Untuk ini, Amazon mungkin harus belajar dari kloningannya.

Baca juga artikel terkait LAZADA atau tulisan lainnya dari Nurul Qomariyah Pramisti

tirto.id - Teknologi
Reporter: Nurul Qomariyah Pramisti
Penulis: Nurul Qomariyah Pramisti
Editor: Nurul Qomariyah Pramisti