Menuju konten utama

Alissa: Video Kinerja Jokowi ke Rektor Bernuansa Intimidasi

Arahan polisi kepada sejumlah rektor untuk membuat video apresiasi kinerja Presiden Joko Widodo memiliki nuansa intimidasi.

Alissa: Video Kinerja Jokowi ke Rektor Bernuansa Intimidasi
Alissa Wahid (tengah) ketika membacakan sikap Jaringan Nasional Gusdurian atas situasi politik Indonesia di Griya Gusdurian, Yogyakarta pada Jumat (9/2/2024). foto/Rizal Amril

tirto.id - Koordinator Jaringan Nasional Gusdurian, Alissa Wahid, menyebut bahwa arahan polisi kepada sejumlah rektor untuk membuat video apresiasi kinerja Presiden Joko Widodo memiliki nuansa intimidasi.

"Pasti ada perasaan terintimidasi kalau melihat konteks dan [konteks] ini polisi harus memperhitungkan itu dong," katanya seusai membacakan sikap Jaringan Nasional Gusdurian terhadap situasi politik jelang Pemilu 2024 di Griya Gusdurian, Yogyakarta pada Jumat (9/2/2024).

Menurut putri Abdurrahman Wahid tersebut, jika dilihat dengan konteks para sivitas akademika di sejumlah universitas tengah mengkritik kinerja Jokowi, arahan membuat video testimoni bisa menimbulkan perasaan terintimidasi.

“Karena ada konteks para guru besar sivitas akademika sedang melancarkan kritik etis kepada Presiden Jokowi, kritiknya para guru besar ini kan terkait presiden. terkait pelanggaran etika—dalam tanda kutip—oleh presiden dalam pemilu ini,” ujarnya.

“Jadi setelah itu polisi meminta kepada rektor atau sivitas akademik yang lain ya tentu saja akan ada nuansa intimidasi itu, walaupun intimidasinya sangat halus," lanjutnya.

Sebelumnya, Rektor Universitas Katolik (Unika) Soegijapranata Semarang, Ferdinand Hindiarto, menyatakan bahwa dirinya mendapatkan permintaan Polrestabes Semarang untuk membuat video ajakan pemilu damai dan apresiasi kinerja Presiden Jokowi.

Ferdinand menolak arahan tersebut karena memandang bahwa hal tersebut tidak sesuai dengan Konstitusi Apostolik untuk universitas Katolik di seluruh dunia.

"Saya menjawab bahwa sikap kami, mohon maaf, tidak bisa memenuhi permintaan itu karena kami punya dasar yang kuat," ujar Ferdinand Hindiarto, dikutip dari Antara.

Pihak Kapolrestabes Semarang Kombes Pol. Irwan Anwar membantah bahwa arahan pembuatan video tersebut adalah bentuk intervensi.

"Ajakan kepada tokoh masyarakat, tokoh agama, tokoh pemuda, termasuk adik-adik mahasiswa, civitas akademik, itu mengajak untuk men-support terciptanya pemilu damai. Tidak ada maksud-maksud lain dari hal tersebut," ujarnya, dikutip dari Antara.

Pada Rabu (7/2/2024), Kepala Badan Pemelihara Keamanan (Kabaharkam) Polri, Komjen. M. Fadil Imran, menyatakan bahwa arahan pembuatan video testimoni kinerja Jokowi akan diusut secara internal.

Menurut Alissa, sebenarnya pihak kepolisian selama ini seringkali meminta para tokoh masyarakat untuk menyampaikan imbauan ketika terjadi sesuatu.

"Masalahnya kemarin yang diminta itu testimoni kinerja Pak Jokowi," ujarnya. "Itu yang kemudian jadi pertanyaan besar kan, 'Untuk apa?' Kalau itu disebut sebagai cooling system, saya jadi [bertanya] 'Cooling system yang mana? Terhadap apa?' kalau cooling berarti ada yang hot."

Apresiasi Langkah Para Rektor

Dalam kesempatan yang sama, Alissa Wahid juga berterima kasih kepada para rektor yang telah memilih untuk bersuara terhadap dugaan intimidasi tersebut.

Menurutnya, keputusan untuk membuka hal tersebut ke publik merupakan hal yang tepat dilakukan.

"Karena dengan membuka ini keluar maka kemudian masyarakat jadi tahu. Ketika masyarakat tahu dan memberikan reaksi maka polisi juga bisa mengkoreksi apa yang patut dan tidak patut dilakukan," ujarnya.

Baginya, praktik intimidasi dan intervensi terhadap kebebasan berpendapat dan ruang akademik tidak boleh dilakukan oleh penyelenggara negara.

"Ini praktik yang harus dihentikan, tidak boleh dilakukan oleh pemda, penyelenggara negara, siapapun, apalagi polisi karena polisi bawa senjata," katanya.

Baca juga artikel terkait PEMILU 2024 atau tulisan lainnya dari Rizal Amril Yahya

tirto.id - Politik
Reporter: Rizal Amril Yahya
Penulis: Rizal Amril Yahya
Editor: Maya Saputri