Menuju konten utama

Alih Fungsi Lahan di Yogyakarta Capai 200 Hektar Per Tahun

Peralihan fungsi lahan di Provinsi Yogyakarta telah menyentuh angka yang besar. Tiap tahunnya, lahan seluas 200 hektar beralih fungsi dari pertanian ke industri atau perumahan karena belum ada rencana peraturan tata ruang.

Alih Fungsi Lahan di Yogyakarta Capai 200 Hektar Per Tahun
Pengendara motor melintas di dekat tembok bermural yang bertuliskan "Sebelum Semuanya Menjadi Seperti Ibu Kota, Jaga Tanah Kita" di Bantul, Yogyakarta, Senin (9/3). Mural tersebut sebagai wujud kritik sosial untuk merespon maraknya alih fungsi lahan pertanian di Yogyakarta. ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan/Rei.

tirto.id - Jumlah alih fungsi lahan yang terjadi di Provinsi Yogyakarta sudah sangat besar di tengah keterbatasan lahan yang tersedia. Setiap tahunnya, perubahan fungsi lahan di provinsi tersebut mencapai luas 200 hektar. Salah satu penyebabnya adalah belum adanya Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Provinsi dan Rencana Detil Tata Ruang (RDTR) di kabupaten/kotamadya di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) itu.

“Seharusnya tersedia 67 RDTI di seluruh DIY, tetapi sampai saat ini baru terdapat satu RDTR, yaitu RDTR Kota Yogyakarta. Padahal RDTR merupakan piranti bagi instansi pemberi izin dalam pemanfaatan ruang,” kata Kepala Kantor Wilayah (Kakanwil) Kementerian Agraria dan Tata Ruang (ATR)/Badan Pertanahan Nasional (BPN) DIY, Danarto Aribowo di Yogyakarta, Rabu (9/11/2016) sore.

Karenanya, untuk membatasi lahan yang beralih fungsi dari pertanian ke industri atau perumahan itu, Kakanwil ATR/BPN DIY akan mendesak pecepatan penyelesaian review RTRW Provinsi dan Kabupaten/Kota, serta penyelesaian penyusunan RDTR, demikian dilansir dari laman setkab.go.id, Jumat (11/11/2016).

“Dalam Revisi Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang disyaratkan agar RDTR ditetapkan dalam bentuk Peraturan Daerah,” ungkap Danarto. Namun menurut dia, akan lebih cepat bila ditetapkan dalam Peraturan Bupati, mengingat RTRW yang merupakan acuan RDTR telah ditetapkan dalam bentuk Perda.

Lambatnya penyelesaian aturan tata ruang itu juga disebabkan adanya keterbatasan jumlah pegawai sehingga BPN Provinsi DIY belum melaksanakan tugas secara maksimal. “Jumlah ideal pegawai di lingkungan Kanwil BPN DIY adalah 606, sehingga masih diperlukan 96 pegawai untuk melaksanakan tugas secara optimal,” ujarnya.

Dalam kesempatan itu Danarto Aribowo juga menyampaikan, bahwa sepanjang tahun 2016 ini pihaknya telah menangani 30 kasus sengketa dan konflik masalah pertanahan, dan 8 di antaranya masih dalam proses penanganan.

Adapun jumlah perkara sengketa yang masuk dalam proses hukum sebanyak 173 perkara, 42 di antaranya sudah dinyatakan selesai (inkracht). Sementara itu, sebanyak 131 perkara masih belum selesai, dengan perincian 119 perkara masih di Pengadilan Negara, 6 perkara di PTUN, dan perkara di Pengadilan Agama.

Terkait kasus tanah atas nama Yap Tjay Ham, di Keluarahan Prawirodirjan, Kecamatan Gondomanan, Kota Yogyakarta, Danarto menjelaskan, sesuai hasil media dan pertemuan dengan Lembaga Ombudsman DIY bersama instansi terkait, diputuskan Lembaga Ombudsman DIY akan melihat proses sertifikasi di Kantor Pertanahan, RDTR Wilayah Sayidan dan aspek sosialnya, kemudian hasilnya akan disampaikan kepada Gubernur DIY.

Baca juga artikel terkait ALIH FUNGSI LAHAN atau tulisan lainnya dari Yuliana Ratnasari

tirto.id - Sosial budaya
Reporter: Yuliana Ratnasari
Penulis: Yuliana Ratnasari
Editor: Yuliana Ratnasari