Menuju konten utama

Alasan Prof Sardjito Diusulkan Jadi Pahlawan Nasional

Sardjito dianggap berjasa dalam bidang kesehatan, pendidikan, penelitian dan kemerdekaan Republik Indonesia.

Alasan Prof Sardjito Diusulkan Jadi Pahlawan Nasional
Prof. Dr. Sardjito. FOTO/Arsip Universitas Gadjah Mada

tirto.id - Akademisi Universitas Gadjah Mada (UGM) dan Universitas Islam Indonesia (UII) mengusulkan Prof. Dr. Sardjito mendapat gelar pahlawan nasional.

Usulan itu disampaikan dalam seminar bertajuk “Ilmuwan Pejuang, Pejuang Ilmuwan: Peran Prof. Dr. M. Sardjito, MPH dalam Revolusi Kemerdekaan, Kemanusiaan, Pendidikan dan Kebangsaan” di Bali Room, Hotel Indonesia Kempinski, Jakarta, Selasa (27/02/2018).

Dalam kesempatan ini, sejumlah alumni dan akademisi mengenang jasa dan kepahlawanan Sardjito, salah satunya, Rektor UGM Prof. Panut Mulyono.

Panut mengatakan, Sardjito menjadi rektor pertama di tengah keterbatasan saat UGM berdiri pada 19 Desember 1949. “Dulu enggak ada duitnya, seorang rektor harus berkorban karena kala itu keuangan dan pengajar disana sangat terbatas,” kata Panut dalam sambutannya.

Ia melanjutkan, saat menjabat sebagai rektor UGM dari 1949-1961, Sardjito memberikan banyak keteladanan. ”Salah satu pesannya adalah setiap penelitian harus mengedepankan kemanusiaan dan mengedepankan Pancasila,” kata Panut.

Pemberian gelar pahlawan nasional untuk Sardjito pun didukung oleh Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Republik Indonesia Puan Maharani, yang turut hadir dalam acara.

“Saya sebagai pribadi dan pemerintah sangat mendukung pemberian gelar pahlawan kepada Prof. Sardjito. Nilai-nilai perjuangan beliau sangat berguna bagi Indonesia," kata Puan.

Sejumlah alumni yang hadir pun ikut menyampaikan kesan mereka terhadap Sardjito, salah satunya Taufik Abdullah. Taufik mengenal Sardjito saat menjadi mahasiswa Jdi urusan Sejarah, Fakultit Sastra, Paedagogik dan Filsafat (SPF-UGM).

“Dia lebih suka memperlihatkan dirinya sebagai ilmuwan senior yang bersedia menyampaikan kearifan yang bermanfaat dalam mengejar cita-cita melalui pendidikan universitas daripada berpetuah sebagai rektor universitas,” kata Taufik.

Sementara, salah satu veteran perang, Samdhy, yang juga menjadi undangan, menyampaikan terima kasih pada Sardjito atas jasanya memberikan ransum saat perang. Pada 1945-1949, Samdhy menjadi bagian dari Tentara Pelajar yang mendapat ransum berupa biskuit dari Sardjito.

“Biskuit Sardjito. Satu biskuit itu kami bisa kuat jalan kaki dari Pasar Godean ke Kota Yogyakarta. Ini betul-betul saya sampaikan,” ucap Samdhy.

Sebagai saksi sejarah Samdhy mengatakan jika biskuit Sardjito berperan penting dalam peristiwa Serangan 1 Maret karena asupan multivitamin dari biskuit tersebut membuat dirinya dan para pejuang bisa menguasai Kota Yogjakarta selama 6 jam. “Peristiwa 1 Maret 1949 kalo tidak didukung oleh makanan itu maka kami bisa lemas,” kenangnya.

Sardjito sudah diusulkan menjadi pahlawan nasional sejak 2012, karena kiprah dan perannya dalam bidang kesehatan, pendidikan, penelitian dan kemerdekaan Republik Indonesia.

Baca juga artikel terkait SARDJITO atau tulisan lainnya dari Dipna Videlia Putsanra

tirto.id - Humaniora
Reporter: Naufal Mamduh
Penulis: Dipna Videlia Putsanra
Editor: Dipna Videlia Putsanra