tirto.id - PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk akan melakukan efisiensi untuk membenahi manajemen keuangan dan sumber daya manusia. Karenanya, pada tahun ini penambahan armada pesawat sementara waktu ditunda selama 2 sampai 3 tahun.
Terdapat sejumlah biaya yang perlu dikeluarkan jika ada penambahan armada. Di antaranya, 30 persen untuk bahan bakar dan 24 persen untuk leasing maintenance.
Jumlah armada pesawat pelat merah Indonesia hingga saat ini ada 202 unit. Direktur Keuangan Garuda Indonesia Helmi Imam Satriyono menyebutkan hampir 90 persen armada adalah leasing.
"Penundaan ada yang untuk 2020 dan ada yang sampai 2023. Jumlahnya lebih dari 25 pesawat yang diundur. Mencoba lakukan evaluasi jadi kita undurkan. Pesawat kita sekarang dibilang tua, enggak, karena pesawat kita masih di bawah 10 tahun," ujar Helmi di Jakarta pada Selasa (23/1/2018).
Keuangan maskapai nasional Indonesia ini diperhitungkan menutup kinerja 2017 dengan merugi 219,577 juta dolar AS atau setara Rp2,964 triliun (asumsi kurs Rp13.500). Estimasi ini didapat dari kerugian secara tahun kalender (year to date) sepanjang Januari-September 2017 sebanyak 222,040 juta dolar AS.
Sementara di sisi lain dengan peniadaan tambahan pesawat, Garuda Indonesia diperhitungkan dapat mengantongi laba di kuartal IV 2017 sebesar 2,462 juta dolar AS.
"Kami negosiasi ke penjual ya boeing, airbus dan lain-lain. Kami bicara, minta untuk diundur 2-3 tahun. Alhamdulillah beberapa program jalan, mereka setuju. Jadi yang harusnya datang tahun ini, tahun depan bisa digeser 2-3 tahun lagi," ujar Helmi.
Di sisi operasional, jumlah penerbang baik kapten maupun co-pilot Garuda Indonesia saat ini ada sekitar 1.327 orang untuk melayani sebanyak kurang lebih 630-640 penerbangan dalam sehari.
Menurut Direktur Operasional Garuda Indonesia, Triyanto Moeharsono, perbandingan jumlah penerbangan dan penerbang saat ini diakui tidak imbang. Dibutuhkan 122 orang penerbang baru untuk 2018 ini.
Namun, Triyanto mengakui, perlu waktu untuk memenuhi penambahan penerbang karena waktu training yang tidak singkat yakni sekitar 1 tahun.
Akibat kurangnya penerbang, jatah istirahat penerbang berkurang sehari dari total 8 hari dalam sebulan, yang menjadi hak mereka sesuai Perjanjian Kerja Bersama (PKB).
"Kita kejar terus, insyaallah akhir 2018 kami sudah dapat penuhi kebutuhan penerbang dengan memberikan hak kepada para penerbang sesuai PKB," ujar Triyanto.
Dengan kondisi demikian, peniadaan tambahan armada pesawat pada tahun ini, diungkapkan Helmi menjadi momen tepat untuk Garuda Indonesia melakukan konsolidasi dengan anak usahanya dalam penguatan kinerja korporasi, terutama finansial.
"Mengharapkan tahun 2018 dapat memberikan pendapatan di atas 4,9 miliar dolar AS di mana kontribusi dari anak usaha sekitar 24 persen. Jadi, anak usaha bakal berkontribusi cukup lumayan ya antara lain GMF, aero wisata, Citilink, ground handling, yang memberikan peluang kepada kami untuk membukukan pendapatan yang cukup bagus," terangnya.
Penulis: Shintaloka Pradita Sicca
Editor: Yuliana Ratnasari