tirto.id - Koalisi Masyarakat Sipil Penolak Hak Angket (KMSPHA) yang terdiri dari ICW, Kopel, Perludem, PUSaKO Unand, Pukat, dan Formappi, menyikapi sikap Fahri Hamzah dalam memutuskan hak angket kepada KPK terkait penyelidikan perkara dugaan korupsi e-KTP.
Menurut mereka tindakan Fahri Hamzah dinilai mempengaruhi anggota DPR untuk menyepakati hak angket sehingga melanggar Pasal 21 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi Nomor 31 Tahun 1999 juncto Pasal 20 tahun 2001 terkait dengan pengahalangan prosedur peradilan.
"Ada beberapa hal yang kami laporkan kepada KPK, terkait tindakan Fahri Hamzah. Pertama ada persoalan Obstruction Of Justice. Di situ dikatakan para pihak yang menghalangi. Baik itu dalam penyidikan penuntutan, secara langsung atau tidak langsung mereka diancam dengan pidana, " jelas Oce Madril peneliti PUKAT UGM dalam diskusi publik di Kantor ICW, Jakarta Selatan, Rabu, (3/04/2017).
Oce Madril menyebut bahwa penghalang-halangan proses penyidikan merupakan perlakuan tindak pidana dalam upaya pemberantasan korupsi. Menurut Oce, Fahri Hamzah menggunakan jabatannya selaku Wakil Ketua DPR untuk mempengaruhi peserta rapat agar mendukung langkah menyetujui hak angket, baik secara langsung dan tidak langsung.
Akdemisi hukum itu menilai tindakan Fahri itu sendiri sangat fatal. Alasan Oce, hak angket DPR untuk menyaksikan laporan CCTV penyelidikan Miryam S Haryani tersangka kesaksian palsu e-KTP dinilai menghambat kinerja KPK untuk menuntaskan korupsi lainnya.
Selain itu, poin lain adalah pelanggaran Pasal 79 Ayat (3) UU Nomor 17 Tahun 2014 UU MD3 (MPR, DPR, DPD, dan DPRD). Dalam Undang-Undang ini dimaksudkan agar hak angket untuk pelaksanaan undang-undang atau kebijakan pemerintah yang dianggap cukup strategis. Sementara kasus pembukaan rekaman CCTV pada proses penyidikan KPK tidak ada sangkutpautnya dengan pelaksanaan undang-undang maupun kebijakan pemerintah.
"Paling fatal mekanisme pengambilan keputusan hak angket. Tindakan memutus, jelas bertentangan dengan UU Nomor 79. Jadi ini lah yang kami laporkan kepada KPK, kami meminta KPK menindaklanjuti yang kami laporkan kemarin," kata Oce Madril.
Dia menilai jika upaya yang dilakukan Fahri sangat cacat prosedur. Alasannya, tindakan Fahri dengan melegitimasi hak angket justru malah menjegal kerja KPK. Sementara ada salah satu pimpinan DPR, yaitu Setya Novanto diduga kuat terlibat kasus e-KTP dengan mengantongi upeti Rp574 miliar dari kebocoran dana Rp2,3 triliun, tindakan Fahri tersebut tentu saja bisa disebut melindungi Setya Novanto dalam mengusut kasus dugaan korupsi proyek e-KTP.
"Tindakan Fahri ini pasti didasari upaya melindungi pimpinan DPR yang patut diduga terlibat kasus e-KTP. Apalagi posisi Fahri di DPR menjadi pimpinan tanpa partai. Jelas saja ini juga pengupayaan mengamankan posisinya di DPR," jelas Oce Madril.
Menambahkan rekannya Oce Madril, aktivisi PUSaKO Feri Amsari berpendapat Fahri Hamzah sendiri telah melakukan banyak pelanggaran, salah satunya Pasal 279 Peraturan DPR RI Tentang Tata Tertib yakni melanggar pengambilan keputusan secara satu arah. Maka ia secara sadar telah melompati procedur pengambilan keputusan dengan cara aklamasi atau musyawarah dan mufakat.
"Saya mengurai bahwa fokus kita, satu tindakan Fahri cacat hukum pasal 279 itu jelas mekanisme pengambilan putusan. Dilakukan 2 tahap yaitu dengan musyawarah mufakat itu sebabnya sebagian meninggalkan lokasi, mekanisme kedua akan dilakukan voting, apakah dilakukan hak angket atau tidak," kata Feri Amsari.
Padahal menurut Feri, peserta rapat DPR masih terbagi dua suara. Lantas, secara tiba-tiba Fahri malah mengetuk palu nya. Diketuknya palu rapat, seakan menyatakan resmi hak angket di sahkan.
"Nah ini kita duga memanipulasi kewenangan DPR untuk mengganggu kinerja KPK," terang Feri.
Siasat Fahri ini tentu saja didasari oleh motif untuk memperlambat kasus e-KTP ditangani oleh KPK. Salah satu alibi yang jelas terasa ganjil adalah dengan bocornya sprindik untuk Miryam S Haryani sekira dua hari sebelum resmi ditetapkan sebagai tersangka.
"Bocornya Sprindik itu hanya alasan saja, lumrahnya fokus hanya satu, agar bisa membenarkan keinginan DPR melakukan hak angket pada kasus ini," tutup Feri Amsari.
Penulis: Dimeitry Marilyn
Editor: Agung DH