tirto.id - May Day 2019 di sejumlah kota di Indonesia diwarnai oleh aksi sekelompok orang berpakaian hitam-hitam. Kelompok anarko-sindikalis ini, menurut polisi, menyusup dan memprovokasi buruh. Ini misalnya terjadi di Bandung.
"Aksi May Day seluruh Indonesia relatif aman, tapi ada satu kelompok yang namanya anarko-sindikalis," ujar Tito di Mabes Polri, Jakarta, Kamis (2/5/2019).
Tito lantas mengatakan Polri akan menindak tegas para pelaku perusakan.
“Polri mengatasi hal itu, kami pasti akan tegas. Tapi kami memetakan kelompoknya kemudian kami lakukan pembinaan kepada mereka,” tegas Tito.
Terlepas dari respons aparat, apakah keberadaan mereka menguntungkan para buruh, atau malah sebaliknya?
Ketua Departemen Infokom Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Kahar S. Cahyono bilang pada dasarnya setiap orang boleh ikut May Day, tapi itu tak perlu sampai merusak fasilitas publik.
“Hal ini kontraproduktif dengan upaya serikat pekerja yang berusaha mendapatkan simpati dari masyarakat luas,” kata Kahar kepada reporter Tirto.
Menurutnya apa yang dilakukan pasukan hitam-hitam ini merugikan kelompok buruh secara umum. Sebab, katanya, pemberitaan media massa saat ini sebagian besar tertuju pada kelompok anarko-sindikalis, alih-alih tuntutan serikat buruh.
"Isu yang diangkat kaum buruh jadi terpinggirkan," katanya.
KSPI tidak punya pesan khusus kepada kelompok tersebut. Dia hanya mengingatkan kalau May Day mestinya jauh dari kesan negatif.
Hal berbeda disampaikan Ketua Konfederasi Perjuangan Buruh Indonesia (KPBI) Ilhamsyah. Pria yang akrab disapa Boing itu bilang anarko-sindikalisme adalah gerakan yang memang sedang berkembang di dunia internasional. Gerakan tersebut biasanya diinisiasi para muda-mudi yang menolak kapitalisme.
Baginya, dengan karakter itu, keberadaan kelompok anarko-sindikalis tidak merugikan buruh. Apa yang mereka lakukan kemarin dengan mencorat-coret di mana-mana, kata Boing, juga dapat dimengerti.
“Mereka dituduh anarkis, merusak tempat-tempat umum, fasilitas umum. Kapitalisme jauh lebih anarkis. Kapitalisme merusak hutan, merusak gunung, alam, tempat manusia hidup. Kapitalisme jauh lebih anarkis dibandingkan anak-anak muda itu,” kata Boing kepada reporter Tirto.
Meski tidak merugikan, Boing tetap tidak sepakat dengan taktik kelompok anarko-sindikalis. Menurutnya, aksi yang terorganisir, terdidik, dan terpimpin adalah cara yang tepat untuk memperoleh kehidupan yang lebih baik.
“Tidak cukup hanya menghancur-hancurkan apa yang ada, tapi bagaimana membangun kekuatan massa terorganisir. Melalui apa? Melalui organisasi. Kalau mereka tidak yakin dengan orgnaisasi,” sambung Boing.
Aktivis dari Lembaga Informasi Perburuhan Sedane (LIPS) Abu Mufakhir mengatakan anarko-sindikalis memang merugikan bagi serikat yang sema ini dekat dengan negara. "Tapi dia bisa dianggap memperkuat aliansi lain yang punya sikap kritis dan berjarak dengan negara," kata Abu kepada reporter Tirto.
Abu menilai kritik terhadap kelompok anarko-sindikalis lakukan tetap diperlukan, baik itu yang menyasar pemerintahan atau elite serikat. Di Jakarta, sejak tahun lalu, kelompok anarko sindikalis selain menyuarakan hak-hak normatif buruh juga mengingatkan munculnya elitisme di kalangan serikat.
Tak Bisa Dipukul Rata
Di Bandung, ratusan orang ditelanjangi dan digunduli karena dituduh merusak dan hendak memprovokasi buruh. Kapolri Jenderal Tito Karnavian lantas mengatakan mereka semua adalah kelompok anarko-sindikalis.
Bagi Abu, kepolisian mestinya tidak menyamaratakan semuanya sebagai seorang anarko-sindikalis. Ini sejalan dengan pernyataan Ari dan Asep, demonstran di Bandung. Menurutnya massa saat itu sangat cair. Mengatakan semuanya adalah anarko-sindikalis salah besar.
Asep bahkan mengatakan "hanya sekadar baca-baca saja" saat ditanya reporter Tirto apakah tahu ideologi anarkisme atau tidak.
Menurut Abu, polisi juga semestinya memilah siapa yang bersalah dan siapa yang tidak.
"Kalau merusak itu, kan, tindak pidana ringan, perusakan yang dilakukan harusnya dilihat sebagai tindak pidana individual," kata Abu.
"Masalahnya adalah apa cara polisi menjawab tindakan itu individual apa enggak? Harusnya polisi memperlakukan itu secara diskriminatif, yang merusak yang ditangkap. Enggak semuanya," pungkasnya.
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Rio Apinino