tirto.id - Alasan utama Reuni Akbar 212 jadi panggung besar untuk Prabowo Subianto adalah karena tidak ada Joko Widodo. Dua orang yang akan bertarung di Pemilu tahun depan ini sebetulnya pada awalnya sama-sama diundang.
Juru bicara Persaudaraan Alumni 212—kelompok yang mengorganisir reuni—Novel Bamukmin, pada 30 November lalu sempat mengatakan akan mengundang sejumlah tokoh politik, termasuk Jokowi. "Kami mengundang Jokowi dan sebagainya. Kami mendukung Pancasila," ujar Novel kepada reporter Tirto ketika itu.
Namun satu hari menjelang reuni, Ketua Umum Persaudaraan Alumni 212 Slamet Maarif mengatakan rencana itu dibatalkan. Keputusan untuk tidak jadi mengundang Jokowi disepakati bersama, termasuk oleh Rizieq Shihab, tanpa menjelaskan apa sebab pembatalan.
"Rapat terakhir kemarin sore, kemudian ada juga masukan dari ulama-ulama, lalu ada arahan dari imam besar [Rizieq Shihab], panitia akhirnya memutuskan tidak mengundang pak Jokowi dengan berbagai pertimbangan yang ada," kata Slamet.
Bekas Wali Kota Solo itu sebetulnya pernah datang di acara serupa pada 2016. Karena itulah Fahri Hamzah mengatakan bahwa Jokowi sebetulnya "alumni 212." Sementara Prabowo dalam dua acara pertama tidak, tapi datang tahun ini.
Meski ketika pidato Prabowo enggan berkampanye karena memang dilarang, akan tetapi Rizieq Shihab lewat sambungan telepon, melakukannya. Meski tak secara eksplisit menyebut nama, tetapi Rizieq, yang kini ada di Arab Saudi, bilang, "ayo kita pilih capres dan cawapres hasil ijtima ulama." Dia juga bilang, "tahun 2019 kita harus ganti presiden!"
Capres hasil ijtima ulama adalah Prabowo, dan satu-satunya alternatif selain Jokowi juga cuma Prabowo.
Namun Novel Bamukmin tidak mau mengakui kalau 212 memang disediakan untuk Prabowo. Dia cuma bilang kalau aksi ini menguntungkan "satu-satunya capres yang datang".
"Itu aspirasi masyarakat tidak bisa dibendung, padahal kami tidak mengampanyekan sedikit pun karena kami taat peraturan Bawaslu," jelas Novel kepada reporter Tirto, satu hari setelah acara (3/12/2018). Aspirasi masyarakat yang ia maksud adalah teriakan-teriakan "Prabowo" di sepanjang acara yang berlangsung sejak pagi sampai siang hari itu.
Novel juga membocorkan kenapa satu hari jelang acara Jokowi tak jadi diundang. Katanya, "Prabowo Subianto adalah satu satunya capres yang bisa menerima aspirasi kami, yang bisa menerima amanat perjuangan kami."
Ia juga menyinggung Ma'ruf Amin, wakil Jokowi, yang pada 2016-2017 lalu punya peran cukup sentral dalam gerakan sebagai Ketua MUI.
"Sampai sekarang kiai Ma'ruf pun sulit kami percaya untuk menerima dan memperjuangkan aspirasi kami dan beliau sama sekali bukan penggagas malah penggembos," katanya.
Datang Jadi Blunder
Meski Reuni Akbar 212 adalah panggung untuk Prabowo, akan tetapi Wakil Ketua Tim Kampanye Nasional Jokowi-Ma'ruf (TKN) Abdul Kadir Karding tak merasa rugi. Soalnya, karena sedari awal peserta adalah pendukung Prabowo, maka reuni tak bakal menarik undecided voter atau mereka yang sejak awal mendukung Jokowi.
"Pengaruh saya kira tidak ada. Karena sebagian besar yang hadir itu adalah mobilisasi oleh tim Prabowo, pemilih dengan loyalitas kuat kepada pak Prabowo," ucap Karding kepada reporter Tirto.
Pada saat reuni, Jokowi sedang berada di Kelurahan Bantarjati, Bogor, membagikan sertifikat penyambungan listrik bagi masyarakat tidak mampu.
Jokowi mungkin saja akan datang kalau undangan sampai ke mejanya dan tak bakal bagi-bagi sertifikat, tapi mungkin juga tidak. Yang jelas, menurut Direktur Indonesia Political Review Ujang Komarudin, ketiadaan Jokowi sudah ideal.
"Ketidakhadiran pak Jokowi-Ma'ruf adalah sesuatu yang tepat," ucap Ujang kepada reporter Tirto.
Kenapa begitu? Sebab besar kemungkinan badai umpatan dan ejekan akan mengarah ke dia. "Kalau pak Jokowi datang tentunya kontraproduktif karena tentu dia tahu kehadiran oposisi di situ," pungkasnya.
Penulis: Felix Nathaniel
Editor: Rio Apinino