tirto.id -
Terutama kapan waktu pencoblosan pileg dan pilres diselenggarakan.
Hal tersebut dibuktikan melalui survei yang dilakukan oleh LSI Denny JA pada 18 sampai 25 Februari 2019.
Periset LSI Denny JA, Ikrama Masloman mengatakan berdasarkan data yang dihimpun, pihaknya menemukan sebesar 65,3 persen masyarakat yang tahu kapan pemilu akan diselenggarakan, sedangkan 29,5 persen tidak mengetahuinya.
Selain itu, LSI juga menemukan sebesar 75,8 persen masyarakat yang langsung menjawab dengan benar tanggal diselenggarakannya Pemilu 2019, dan sebanyak 24,2 persen yang tidak menjawab dengan benar.
“Nah kalau kami tarik agregatnya, dari yang mengetahui 65,2 persen dan yang mengetahui dengan tepat pemilu 17 April adalah 75.8 persen,” ujarnga saat dikant LSI, Rawamangun, Jakarta Timur, Selasa (19/3/2019).
Ikrama juga mengatakan responden yang mengetahui dan menyebutkan tanggal pemilu dengan benar hanya 49,4 persen.
"Artinya pemilih kita belum terinformasi dengan baik tentang Pemilihan Presiden,” kata Ikrama.
Selanjutnya berdasarkan data golput yang terdapat di Komisi Pemilihan Umum (KPU) pada tiga pemilu terakhir, angka golput terus meningkat. Yaitu angka golput pada Pemilu 2004 sebesar 23,3 persen; pada 2009 sebanyak 27,45 persen; dan terakhir 2014 naik sebanyak 30.42 persen.
Sehingga kata Ikrama, LSI Denny JA memprediksi angka golput tersebut berpotensi terus naik. Tak menutup kemungkinan juga pada Pemilu 2019.
“Pada pertarungan Jokowi dan Prabowo yang bertanding pertama kali, itu pun tidak mampu menekan angka golput, sehingga golput menjulang lumayan tinggi jadi 30,42 persen. Artinya golput pas pilpres trennya selalu naik,” terangnya.
Oleh karena itu Ikrama meminta kepada Komisi Pemilihan Umum (KPU) untuk terus melakukan sosialisasi agar angka golput tidak terus meningkat.
"Masalahnya gimana sosialisasi bagi penyelenggara bisa maksimal," pungkasnya.
Penulis: Riyan Setiawan
Editor: Nur Hidayah Perwitasari