tirto.id - Pemerintah resmi memberikan insentif penurunan tarif PPnBM atau pajak barang mewah untuk kendaraan bermotor. Keputusan ini ditargetkan akan mulai berlaku pada 1 Maret 2021 melalui revisi Peraturan Menteri Keuangan (PMK) terkait kendaraan bermotor.
Hal itu diungkapkan Menteri Koordinator Perekonomian Airlangga Hartarto. Insentif ini hanya diberikan pada kendaraan bermotor pada segmen di bawah 1.500 CC atau <1.500 CC. Tepatnya untuk kategori sedan dan 4x2. Pemerintah beralasan segmen mobil itu banyak diminati kelas menengah.
“Penurunan Tarif PPnBM untuk kendaraan bermotor dengan insentif yang diberikan bagi kendaraan bermotor ini, konsumsi masyarakat berpenghasilan menengah atas akan meningkat, meningkatkan utilisasi industri otomotif dan mendorong pertumbuhan ekonomi di kuartal pertama tahun ini,” ucap Airlangga dalam keterangan tertulis yang dikutip, Jumat (12/2/2021).
Mekanisme pemberian insentif ini akan dilakukan secara bertahap selama 9 bulan hingga Desember 2021. Masing-masing tahapan akan berlangsung selama 3 bulan.
Pada tahap pertama, pemerintah memberi insentif penurunan PPnBM sebanyak 100 persen dari tarif yang diberikan. Pada tahap kedua penurunan tarifnya sebanyak 50 persen dari tarif yang diberikan dan pada tahap ketiga hanya 25 persen dari tarif yang diberikan.
Insentif ini akan dievaluasi setiap 3 bulan. Mekanisme penerapannya, pemerintah akan menggunakan mekanisme pajak Ditanggung Pemerintah (DTP).
Pemberian insentif menurut pemerintah juga mirip seperti yang diberikan Malaysia berupa pengurangan pajak penjualan sebesar 100 persen untuk CKD (mobil yang dirakit di dalam negeri) dan potongan hingga 50 persen untuk CBU (mobil yang dirakit di negara asalnya) yang dilakukan oleh Malaysia.
Meski memberi pembebasan pajak, Airlangga meyakini insentif ini tak akan bikin kantong negara jebol. Ia bilang lewat insentif ini pemerintah menargetkan peningkatan produksi otomotif sebanyak 81.752 unit.
Pemerintah memperkirakan total estimasi penambahan output industri otomotif itu akan dapat menyumbang pemasukan negara sebesar Rp1,4 triliun.
“Kebijakan tersebut juga akan berpengaruh pada pendapatan negara yang diproyeksi terjadi surplus penerimaan sebesar Rp1,62 triliun,” ucap Airlangga.
Penulis: Vincent Fabian Thomas
Editor: Abdul Aziz