Menuju konten utama

Ahmad Dhani Dibui Sebab Twit, Fahri Hamzah: UU ITE Harus Direvisi

Fahri Hamzah menyatakan UU ITE perlu direvisi karena sejumlah pasalnya dipakai untuk membatasi kebebasan berpendapat. Dia menyatakan hal itu usai Ahmad Dhani divonis 18 bulan penjara.

Ahmad Dhani Dibui Sebab Twit, Fahri Hamzah: UU ITE Harus Direvisi
Terdakwa kasus dugaan ujaran kebencian melalui media sosial Ahmad Dhani (kiri) bersiap menjalani sidang dengan agenda pembacaan replik dari Jaksa Penuntut Umum di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jakarta, Senin (7/1/2019). ANTARA FOTO/Putra Haryo Kurniawan

tirto.id - Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah menyatakan setuju dengan desakan agar UU Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) direvisi karena sejumlah pasalnya rentan digunakan untuk membatasi kebebasan berekspresi dan berpendapat.

Fahri juga akan meminta Prabowo Subianto menghentikan penyalahgunaan pasal-pasal UU ITE untuk mengkriminalisasi warganet jika capres nomor urut 02 itu menang di Pilpres 2019.

"[UU ITE] Harus direvisi kalau itu memang dianggap telah digunakan secara salah. Saya usulkan Prabowo bikin statemen jika dia berkuasa nanti, UU ITE yang disalahgunakan harus disetop, jangan menganiaya kebebasan berpendapat," kata Fahri di Gedung DPR RI, Jakarta pada Selasa (29/1/2019).

Fahri menilai UU ITE telah menginvasi kebebasan berpikir dan berpendapat. Ia juga menilai bahwa profesi wartawan pun akan bersinggungan dengan UU ITE.

Namun, ketika ditanya mengapa perlu menunggu presiden baru untuk merevisi UU ITE, Fahri berdalih bahwa pemerintahan Joko Widodo memanfaatkan undang-undang tersebut.

"Pak Jokowi menikmatinya, karena yang kena ini [UU ITE] semua kan banyak pengkritik dia, jadi dia menikmati," kata Fahri.

Pernyataan Fahri keluar setelah Ahmad Dhani, musikus sekaligus pendukung Prabowo, mendapat vonis hukuman 18 bulan penjara karena twit unggahan akun twitternya dinilai memuat ujaran kebencian.

Majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan menilai Dhani terbukti melanggar pasal 45A ayat 2 jucto Pasal 28 ayat 2 UU ITE juncto Pasal 55 ayat 1 KUHP. Majelis hakim juga memerintahkan agar caleg Gerindra tersebut ditahan usai vonis itu dibacakan.

Kasus ini bermula dari laporan Jack B. Lapian, yang mengaku pendukung Basuki Tjahaja Purnama. Ia melaporkan twit Dhani pada 7 Februari, 6 Maret, dan 7 Maret 2017.

Pada 7 Februari Dhani menulis: "Yang menistakan agama si Ahok, yang diadili KH Ma'ruf Amin..." Pada 6 Maret ia kembali menulis: "Siapa saja yang dukung penista agama adalah bajingan yang perlu diludahi mukanya." Terakhir, pada 7 Maret, dia menulis: "Sila pertama Ketuhanan YME. Penista agama jadi gubernur... Kalian waras???".

Kritik terhadap vonis untuk Dhani sebelumnya juga disuarakan oleh politikus Gerindra sekaligus Wakil Ketua DPR, Fadli Zon melalui akun twitternya.

"Vonis n ditahannya Ahmad Dhani adalah lonceng kematian demokrasi di Indonesia. Bukti nyata rezim ini semakin otoriter n menindas hak berpendapat baik lisan maupun tulisan yg dijamin konstitusi. #SaveAhmadDhani," demikian ditulis Fadli, Senin (28/1/2019).

UU ITE kerap menuai kritik karena memuat sejumlah pasal karet. Pasal-pasal itu multitafsir dan rentan mengkriminalisasi warga yang sebenarnya tidak patut dipidana.

Meski direvisi pada 2016, pasal karet masih ada di UU ITE. Revisi itu disepakati oleh 10 fraksi, termasuk Gerindra dan PKS. Fadli bahkan tercatat sebagai anggota Komisi I yang meloloskan revisi UU ITE pada 2016.

Baca juga artikel terkait KASUS AHMAD DHANI atau tulisan lainnya dari Haris Prabowo

tirto.id - Hukum
Reporter: Haris Prabowo
Penulis: Haris Prabowo
Editor: Addi M Idhom