Menuju konten utama

Ahli Pidana: Pidato Ahok di Kepulauan Seribu untuk Kampanye

Saksi ahli pidana dari UII, Mudzakkir menilai ucapan Ahok mengenai Surat Al-Maidah Ayat 51 saat berpidato di Kepulauan Seribu merupakan perbuatan penodaan agama yang didasari oleh kesengajaan kepastian.

Ahli Pidana: Pidato Ahok di Kepulauan Seribu untuk Kampanye
Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok (kedua kiri) berbincang dengan kuasa hukumnya saat sidang lanjutan kasus dugaan penistaan agama di auditorium Kementerian Pertanian, Jakarta, Selasa (21/2/2017). ANTARA FOTO/Pool/M Agung Rajasa.

tirto.id - Pakar hukum pidana Universitas Islam Indonesia (UII), Mudzakkir menilai motivasi utama Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) saat menyitir Surat Al-Maidah Ayat 51 dalam pidatonya di Kepulauan Seribu adalah untuk berkampanye jelang Pilkada.

Karena itu, menurut dia, ucapan Ahok di pidato tersebut mengenai Surat Al-Maidah Ayat 51, yang kemudian dianggap sebagai bentuk penodaan agama, merupakan perbuatan yang didasari oleh kesengajaan kepastian.

Maksud Mudzakkir ialah Kesengajaan berkesadaran kepastian atau keharusan. Jadi, pidato Ahok di Kepulauan Seribu pada dasarnya bermaksud kampanye, tapi ucapannya mengenai Surat Al-Maidah Ayat 51 membawa konsekuensi adanya perbuatan penodaan agama.

Mudzakkir menyatakan pendapatnya ini saat memberikan kesaksian sebagai saksi ahli, yang diajukan Jaksa Penuntut Umum (JPU), di persidangan ke-11 kasus dugaan penodaan agama dengan terdakwa Ahok di Auditorium Kementerian Pertanian pada Selasa (21/2/2017).

“Jelas ada maksud, dalam konteks ini pemilihan, jadi menurut ahli jelas dipastikan maksud dan tujuan terkait dengan pemilihan dengan menggunakan kata-kata dibohongin (dibohongi pakai Al-Maidah Ayat 51). Menurut ahli jelas tujuannya agar supaya yang bersangkutan bisa mengajak orang yang beragama islam (memilih Ahok), sehingga ahli berpendapat ini adalah kesengajaan sebagai kepastian,” kata Mudzakkir.

Dia berpendapat, apabila memang Ahok tidak datang ke Kepulauan Seribu dalam rangka kampanye, maka seharusnya Ahok tidak perlu bicara mengenai Surat Al-Maidah Ayat 51.

“Kalau dia tidak mau seperti itu, dia minimal diam tidak usah bicara seperti itu (bicara tentang Surat Al-Maidah Ayat 51). Tapi, sudah dia tidak percaya pada kitab suci Alquran, tapi dia malah bicara tentang itu. Tidak punya kompeten, tidak punya kepercayaan, tidak punya hak berbicara seperti itu. Makanya saya mengatakan bahwa itu sengaja,” ujar Mudzakkir.

Mudzakkir menjelaskan ada tiga jenis kesengajaan perbuatan dalam hukum pidana. Ketiganya ialah kesengajaan sebagai maksud atau kesengajaan bertujuan (opzet als oogmerk), kesengajaan kepastian atau kesengajaan berkesadaran kepastian atau keharusan (opzet als zekerheidsbewustzijn) dan kesengajaan kemungkinan atau kesengajaan bersyarat (dolus eventualis). Penentuan tiga kategori kesengajaan perbuatan pidana itu berdasar pada teori kehendak, teori pengetahuan dan teori gabungan kehendak dan pengetahuan.

Mudzakkir berpendapat ucapan Ahok, yang berbunyi “dibohongi pakai Al-Maidah 51”, bisa dipahami dengan teori pengetahuan sehingga masuk kategori perbuatan yang didasari kesengajaan kepastian.

“Kalau konteks ini dalam hukum pidana cukup didasarkan pada teori pengetahuan. Sehingga ketika apabila seseoarng mengerti orang melakukan perbuatan itu berarti sama dengan menghendaki perbuatan itu bahwa akibatnya adalah seseuatu yang dilarang,” ujar dia.

Di sidang yang sama, Ahok juga dituduh sengaja menodai Surat Al-Maidah Ayat 51 oleh dua saksi ahli agama pada sidang ke-11 ini, yakni Yunahar Ilyas dan Miftachul Akhyar. Yunahar adalah wakil ketua umum MUI sekaligus salah satu ketua PP Muhammadiyah. Sementara Akhyar ialah Wakil Rais Aam PBNU.

Baca juga artikel terkait SIDANG AHOK atau tulisan lainnya dari Felix Nathaniel

tirto.id - Hukum
Reporter: Felix Nathaniel
Penulis: Felix Nathaniel
Editor: Addi M Idhom