Menuju konten utama

Ahli Hukum Pidana Nilai Sprindik Setya Novanto Tidak Bocor

"Ketika surat itu (SPDP) dikeluarkan, maka dengan sendirinya untuk KPK sudah tidak menjadi rahasia lagi karena surat tersebut sudah publish, beredar keluar paling tidak ada dua pihak, yakni JPU atau tersangka," kata Fickar.

Ahli Hukum Pidana Nilai Sprindik Setya Novanto Tidak Bocor
Ketua DPR Setya Novanto meninggalkan ruang sidang seusai bersaksi dalam sidang kasus korupsi KTP elektronik (KTP-el) dengan terdakwa Andi Agustinus alias Andi Narogong di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jumat (3/11/2017). ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A/foc/17.

tirto.id - Pakar pidana Universitas Trisakti Abdul Fickar Hadjar menilai tidak ada pelanggaran yang dilakukan oleh KPK terkait beredarnya Surat Perintah Dimulainya Penyidikan (SPDP) atau Sprindik dengan nama tersangka Setya Novanto. Menurut Fickar, SPDP telah menjadi konsumsi publik bila memang sudah dikeluarkan KPK.

"Ketika surat itu (SPDP) dikeluarkan, maka dengan sendirinya untuk KPK sudah tidak menjadi rahasia lagi karena surat tersebut sudah publish, beredar keluar paling tidak ada dua pihak, yakni JPU atau tersangka," kata Fickar saat dihubungi Tirto, Rabu (8/11/2017).

"Jadi menurut saya tidak ada istilah bocor karena dimulainya suatu penyidikan itu bukan rahasia melainkan hak masyarakat juga atas informasi publik," lanjut Fickar.

Fickar menyadari KPK sudah mengakui ada penyidikan baru dalam kasus e-KTP meskipun tidak tegas siapa pelakunya. Ia berpendapat, KPK boleh saja melakukan tindakan untuk tidak langsung mengumumkan nama tersangka. Pria yang juga dosen pidana ini tidak menutup kemungkinan dugaan kalau langkah KPK yang tidak mengumumkan nama tersangka sebagai strategi mengantisipasi praperadilan atas penetapan tersangka Ketua DPR Setya Novanto.

Pengumuman nama tersangka pun bisa saja dilakukan kapan pun karena tidak ada aturan spesifik tenggat waktu KPK mengumumkan nama tersebut selama mengikuti ketentuan perundang-undangan yang ada.

"Pasal 109 (1) KUHAP tidak diatur tenggat waktunya dan hanya diberitahukan kepada JPU, setelah putusan MK paling lambat 7 hari sejak dimulainya penyidikan (ada atau belum ada nama tersangkanya)," kata Fickar.

Fickar menambahkan, apabila benar Setya Novanto yang ditetapkan sebagai tersangka sebagaimana SPDP yang beredar beberapa waktu lalu, Ketua Umum Partai Golkar itu bisa kembali ditetapkan sebagai tersangka selama ada dua alat bukti yang cukup.

Setnov pun bisa kembali mengajukan kembali praperadilan sebagai haknya untuk mengetahui sah tidaknya prosedur penetapan tersangka yang menjeratnya.

Namun, ia mengingatkan putusan praperadilan di masa lalu tidak bisa digunakan kembali apabila Novanto ditetapkan sebagai tersangka KPK ingin mengajukan praperadilan.

Seperti diketahui, beredar SPDP baru kasus ktp elektronik di media sosial dengan nama tersangka Setya Novanto. KPK dikabarkan telah memulai penyidikan terhadap Novanto pada Selasa (31/10/2017). Surat tersebut menyatakan sudah dikeluarkan surat perintah penyidikan dengan nomor Sprindik-113/01/10/2017 tanggal 31 Oktober 2017.

Surat tersebut menyatakan Novanto telah melakukan korupsi pengadaan KTP elektronik tahun 2011-2012 bersama Anang Sugiana Sudiharjo (Dirut PT Quadra Solution), Andi Agustinus/Andi Narogong (pengusaha) Irman dan Sugiharto (mantan PNS Kemendagri).

Terkait keberadaan SPDP tersebut, Kepala Biro Humas KPK Febri Diansyah tidak memungkiri kalau mereka melakukan pemeriksaan terkait e-KTP. Mereka masih melakukan pendalaman terhadap peran-peran dalam kasus e-KTP. Ia tidak memungkiri kalau KPK tengah melakukan penyidikan dalam kasus e-KTP.

"Jadi ada surat perintah penyidikan di akhir Oktober untuk kasus KTP elektronik ini. Itu sprindik baru dan ada nama tersangkanya," kata Febri di Gedung Merah Putih KPK, Kuningan, Jakarta, Jumat (7/11/2017).

Meskipun mengakui ada Sprindik baru, Febri belum menjawab siapa nama tersangka dalam kasus e-KTP. Ia pun enggan menjawab bahwa Sprindik tersebut ditujukan kepada Ketua DPR Setya Novanto. Namun, mantan aktivis ICW ini mengaku masih ada konsolidasi di internal sebelum mengungkapkan nama tersangka kepada publik.

"Saya kira sama dengan kasus yang lain karena kita ada kebutuhan-kebutuhan misalnya dalam proses penyidikan sehingga kita harus koordinasi lebih lanjut antara kebutuhan di penyidikan dengan kebutuhan penjelasan kepada publik. Namun pasti akan kita jelaskan," kata Febri.

Baca juga artikel terkait KORUPSI E-KTP atau tulisan lainnya dari Andrian Pratama Taher

tirto.id - Hukum
Reporter: Andrian Pratama Taher
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Maya Saputri