Menuju konten utama

Adu Petisi Iklan Shopee antara Maimon Herawati dan Fans Blackpink

“Kami menuntut KPI untuk melarang penayangan iklan Shopee dan iklan tidak seronok."

Adu Petisi Iklan Shopee antara Maimon Herawati dan Fans Blackpink
Shopee BlackpinkShopee Blackpink. FOTO/Shopee

tirto.id - Blackpink, girl group asal Korea Selatan belakangan sedang menjadi sorotan di Indonesia. Setelah hadir pada acara Konser bersama Shopee Road to 12.12 Birthday Sale pada 19 November 2018 lalu, kata kunci 'Blackpink' terus menjadi trending di Indonesia. Apalagi setelah mereka mengumumkan akan kembali ke Indonesia untuk menggelar konser pada Januari 2019 mendatang.

Dengan hadirnya Blackpink pada acara Shopee tersebut, mereka secara resmi telah menjadi Brand Ambassador Shopee di Indonesia dan beberapa negara lainnya, termasuk Thailand dan Malaysia.

Resminya Blackpink menjadi Brand Ambassador Shopee tidak selalu menimbulkan respon positif di kalangan masyarakat. Pada Jumat (7/12/2018) muncul petisi dengan judul “Hentikan Iklan Blackpink Shopee” yang dibuat oleh Maimon Herawati untuk memprotes iklan Shopee yang dibintangi Blackpink.

Maimon mengklaim iklan Shopee Blackpink tersebut menyalahi aturan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI).

“Sekelompok perempuan dengan baju pas-pasan. Nilai bawah sadar seperti apa yang hendak ditanamkan pada anak-anak dengan iklan yang tidak seronok (tidak nyaman dilihat) dan mengumbar aurat ini? Baju yang dikenakan bahkan tidak menutupi paha. Gerakan dan ekspresi pun provokatif. Sungguh jauh dari cerminan nilai Pancasila yang beradab,” tulis Maimon pada laman Change.org.

Dalam laman tersebut, Maimon mengajak seluruh para orang tua untuk ikut menandatangani petisi tersebut.

Maimon menganggap iklan Shopee yang dibintangi Blackpink tersebut sering diputar saat program anak-anak. Ia menyatakan bahwa terdapat satu acara anak-anak yang terdapat iklan Blackpink tersebut, seperti acara kartun Tayo di RTV, pada Jumat (7/12/2018).

“Apa pesan yang hendak dijajalkan pada jiwa-jiwa yang masih putih itu? Bahwa mengangkat baju tinggi-tinggi dengan lirikan menggoda akan membawa mereka mendunia? Bahwa objektifikasi tubuh perempuan sah saja?” tambah Maimon.

Maimon juga menanyakan di mana letak perlindungan KPI pada generasi penerus bangsa. Ia juga berharap KPI bisa mengatur jenis iklan yang ditayangkan pada program anak-anak, karena ia menyadari konsep watershed sulit diaplikasikan dalam jam siar di Indonesia sehingga tidak ada pembatasan kapan jam acara khusus anak, kapan acara khusus dewasa.

“Kami menuntut KPI untuk melarang penayangan iklan Shopee dan iklan tidak seronok lainnya di televisi Indonesia, baik pada stasiun TV yang berbayar atau tidak. Kami menuntut Shopee untuk menghentikan iklan tidak seronok mereka pada kanal-kanal media sosial,” tulis Maimon.

Pada petisi tersebut Maimon mengimbau orang tua di Indonesia untuk menandatangani petisi tersebut dengan tujuan,

  • Memberikan tekanan pada KPI melalui lembar pengaduan.
  • Memboikot Shopee, sepanjang Shopee masih menggunakan iklan seronok demi masa depan generasi selanjutnya.
Petisi Maimon di laman Change.org tersebut sudah ditandatangani 88.436 orang hingga Senin (10/12/2018) pukul 15.00

Tidak terima dengan petisi tersebut, fans Blackpink juga membuat petisi tandingan dengan judul “Menolak Pemboikotan Iklan Shopee Blackpink” yang juga dimuat di laman Change.org dan ditujukan kepada Seluruh Kpoper Indonesia.

Petisi tersebut berisi statemen yang mengatasnamakan kpopers bahwa mereka menolak iklan shopee Blackpink diboikot.

”Karena ada beberapa oknum meminta iklan shopee blackpink di hentikan. Menurut mereka iklan ini tidak pantas. Tetapi menurut kami yang harus di hentikan adalah sinetron indonesia yang harusnya dihentikan karena memiliki dampak buruk bagi penerus bangsa indonesia.” Tulis username Kpopers tersebut pada laman Change.org.

Petisi yang ditujukan untuk Kpoper Indonesia tersebut baru ditandatangani 123 orang hingga Senin (10/12/2018) pukul 15.00 WIB.

Baca juga artikel terkait BLACKPINK atau tulisan lainnya dari Maria Ulfa

tirto.id - Musik
Kontributor: Maria Ulfa
Penulis: Maria Ulfa
Editor: Yulaika Ramadhani