tirto.id - Korban pemerkosaan, RA, mengaku mengalami perundungan di akun media sosialnya akibat kasus yang ia alami. Ade Armando selaku pendamping korban menyatakan, persekusi online terhadap RA diduga dilakukan oleh buzzer.
“Jangan-jangan itu bukan rakyat Indonesia, tapi buzzer yang dibayar untuk menyerang RA,” ujar Ade di kantor Lokataru, Jakarta Timur, Minggu (3/2/2019).
Ade mengatakan, pihaknya punya bukti bahwa anggota Dewan Pengawas BPJS Ketenagakerjaan Poempida Hidayatullah meminta tim media sosial (medsos) BPJS Ketenagakerjaan untuk memviralkan artikel milik Poempida.
“Poempida menyerang melalui tulisannya bahwa RA melakukan persekusi terhadap Syafri,” ucap Ade.
Ia menyatakan, ada uang rakyat yang digunakan dalam upaya memviralkan artikel itu lantaran tim BPJS Ketenagakerjaan dibayar menggunakan uang rakyat.
“Yang menyerang itu bisa jadi orang-orang bayaran, dari timnya BPJS Ketenagakerjaan itu dibayar oleh uang rakyat,” lanjut Ade.
Ade menilai, artikel itu menyebabkan RA mendapatkan perundungan di media sosial. Poempida menulis tentang kasus RA dan tayang di laman Nuansa Baru pada 24 Januari 2019 lalu. Dalam tulisan itu, ia menceritakan kronologis tudingan RA yang menyebutkan dia diduga diperkosa oleh Syafri.
“Ini dapat dijadikan sebagai contoh persekusi yang mengarah kepada character assassination (pembunuhan karakter) dengan berita dan tuduhan yang bersifat bombastis dengan mengesampingkan azas praduga tidak bersalah. RA, sang pemberita bukannya melapor kepada pihak kepolisian atau Komnas Perempuan, tetapi langsung mempublikasikan dalam berbagai cara ke media sosial sehingga terjadilah trial by press,” tulis Poempida.
Namun ia membantah tudingan Ade.
“Ah, masak? Buktikan sajalah. Saya tidak perlu melakukan itu. Bukan urusan saya, kok. Untuk apa? Saya saja tidak tahu RA punya Facebook,” ujar dia ketika dihubungi Tirto, Minggu (3/2/2019).
RA telah melaporkan Syafri ke kepolisian dengan nomor laporan LP/B/0006/I/2019/BARESKRIM bertanggal 3 Januari 2019. Ia menuntut SAB dengan Pasal 294 ayat (2) KUHP tentang pencabulan dan terancam hukuman tujuh tahun penjara.
“Inti pasal itu adalah pejabat yang melakukan perbuatan cabul terhadap bawahannya. Karena ini adalah masalah kesusilaan, kami akan lebih berhati-hati, tidak akan terlalu detail dalam laporan,” kata kuasa hukum RA, Heribertus Hartojo di kantor Bareskrim Polri, Jakarta Pusat, Kamis (31/1/2019) lalu.
Namun Syafri melalui kuasa hukumnya Memed Adiwinata juga melaporkan RA dan Ade Armando ke polisi dengan tuduhan pencemaran nama baik melalui media sosial.
Memed melampirkan bukti unggahan akun Facebook milik Ade Armando pada 27 Desember 2018 dan RA pada 28 November 2018. Ia menilai unggahan itu berisi justifikasi kesalahan kliennya tanpa bukti.
Laporan Syafri teregistrasi nomor LP/B/0026/I/2019/BARESKRIM bertanggal 7 Januari 2019. Terlapor disangka dengan Pasal 310 dan Pasal 311 KUHP, serta Pasal 27 juncto Pasal 36 juncto Pasal 45 juncto Pasal 51 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).
Penulis: Adi Briantika
Editor: Dhita Koesno