Menuju konten utama

Ada Upaya Kelabui Sistem Zonasi, Mendikbud Akui Penyimpangan Itu

"Itu bisa diatasi dengan relokasi. Jika zona itu tidak cocok karena tak ada siswa lagi, makanya lebih baik sekolah itu dipindahkan. Kebijakan relokasi sekolah," ujar Muhadjir.

Ada Upaya Kelabui Sistem Zonasi, Mendikbud Akui Penyimpangan Itu
Mendikbud Muhadjir Effendy. FOTO/antaranews.

tirto.id - Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Muhadjir Effendy menanggapi berbagai kritik sebagai respons terhadap kebijakan sistem zonasi sekolah yang diambil Kemendikbud dalam upaya pemerataan akses dan peningkatan mutu pendidikan.

Menurut temuan Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI), ada upaya mengelabui sistem zonasi yang sudah diterapkan oleh pemerintah, salah satunya melalui perpindahan rumah calon siswa secara tiba-tiba sesuai dengan zona lokasi yang diinginkan.

Namun Muhadjir hanya menanggapi hal tersebut dengan santai. "Ya, tapi kan gak banyak. Itu masih bisa dibicarakan dan diverifikasi oleh pihak sekolah dan dinas. Nanti kemudian dibicarakan kembali," kata Muhadjir.

Ia menegaskan yang penting jangan sampai ada alasan prosedural dan ketentuan-ketentuan seperti itu yang membikin anak-anak untuk tidak bersekolah.

"Ya, itu saja," ujarnya kepada awak pers.

Sistem zonasi sekolah yang dicanangkan oleh pemerintah mewajibkan sekolah menerima calon peserta didik yang berdomisili pada radius zona terdekat dari sekolah paling sedikit 90 persen dari total jumlah peserta didik yang diterima.

Namun, nyatanya, terdapat beberapa kendala yang membikin kebijakan ini tidak berjalan mulus di lapangan.

Temuan dari FSGI menjelaskan bahwa kebijakan yang mengharuskan menyerap 90 persen peserta didik dari lokasi dekat sekolah membuat sekolah-sekolah yang berada di pusat kota menjadi sepi peminat. Hal tersebut dikarenakan sekolah-sekolah itu jauh dari konsentrasi pemukiman warga.

"Itu bisa diatasi dengan relokasi. Jika zona itu tidak cocok karena tak ada siswa lagi, makanya lebih baik sekolah itu dipindahkan. Kebijakan relokasi sekolah," ujar Muhadjir.

Ia mengatakan itu saat hadir di diskusi Forum Merdeka Barat 9, yang berlokasi di Kementerian Kominfo, Rabu (18/7/18).

Beberapa temuan lain dari FSGI berupa adanya jalur Surat Keterangan Tanda Miskin (SKTM) di Jawa Timur dan Jawa Barat. Padahal, dalam Permendikbud No. 14 tahun 2018 dijelaskan bahwa SKTM bukan merupakan sebuah jalur khusus, melainkan hanya lampiran bagi yang tidak mampu agar bisa memenuhi kuota 20 persen yang diberikan pihak sekolah.

Satriwan, salah satu anggota FSGI, menilai tafsir yang sesuai dari peraturan itu adalah sekolah tidak membuka jalur khusus SKTM, namun hanya memenuhi kota dari jalur normal.

"Itu cuma istilah saja, jalur atau bukan jalur," menanggapi hal tersebut. Ia menjelaskan memang ada penerimaan 20 persen minimum dari keluarga tidak mampu. Itu hanya bisa dibuktikan lewat SKTM.

Baca juga artikel terkait PPDB atau tulisan lainnya dari Haris Prabowo

tirto.id - Pendidikan
Reporter: Haris Prabowo
Penulis: Haris Prabowo
Editor: Maya Saputri