tirto.id - Sejak diumumkan struktur anggota dan pembinanya pada awal Februari ini, Komite Adhoc Integritas PSSI seperti tak terdengar tajinya. Bekerja dengan lima tugas pokok yang salah satunya menangani praktik pengaturan skor, komite yang terdiri dari lima pengurus dan tiga pembina ini seperti hanya berada di bawah bayang-bayang Satgas Antimafia Bola.
Baru-baru ini, wakil ketua komite tersebut, Azwar Karim bahkan diduga terlibat dalam kasus pengaturan skor. Pada program Mata Najwa, Rabu (20/2/2019), Azwar disebut sebagai pria berinisial AK, seorang yang diduga turut menjadi dalang pengaturan skor di Liga 2.
Dalam praktiknya, setelah hampir tiga pekan, Komite Adhoc Integritas PSSI juga baru sekali rapat. Tepatnya di FX Sudirman, lokasi kantor PSSI pada Rabu (13/2/2019) lalu.
"Yang pertama tentu kami menyamakan persepsi tentang bagaimana tugas-tugas yang akan kami laksanakan nantinya," kata pembina komite tersebut, Badrodin Haiti dalam rilis resmi PSSI.
Sebenarnya, 'menyamakan persepsi' yang dimaksud Badrodin patut dipertanyakan maksudnya lebih jauh. Pasalnya, belakangan justru didapati bahwa dalam struktur Komite Adhoc Integritas PSSI terdapat potensi konflik kepentingan.
Dua sosok berlatar belakang kejaksaan yang ada dalam komite. Mereka adalah Noor Rachmad dan Daru Tri Sadono yang diketahui merupakan orang yang berkecimpung dalam bidang Pidana Umum di Kejaksaan. Bahkan, Noor Rachmad menjabat sebagai Jaksa Agung Muda Pidana Umum.
Fakta ini memunculkan kekhawatiran. Sebab saat ini, dari 15 tersangka kasus pengaturan skor, banyak yang berlatar belakang pengurus PSSI. Mulai dari sejumlah Exco dan Asprov macam Hidayat, Johar Lin Eng, Dwi Irianto, hingga Plt Ketua Umum Joko Driyono. Sementara berkas mereka nantinya dilimpahkan ke Kejaksaan.
Siapa Noor Rachmad & Daru Tri Sadono?
Noor Rachmad jelas bukan orang sembarangan. Selain menjabat sebagai Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (Jampidum), pria kelahiran 21 Maret 1959 itu sempat punya sepak terjang di berbagai jabatan. Mulai dari Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung, Kepala Kejati Sumatera Utara, hingga Jaksa Agung Muda Perdata dan Tata Usaha Negara.
Sepak terjang Rachmad tak bisa dipandang sebelah mata. Namun, dia bukan tidak pernah mengambil langkah-langkah kontroversial. Dia disebut-sebut sebagai salah satu sosok berpengaruh dalam penghentian penyelidikan kasus penganiayaan pencuri sarang burung walet yang disangkakan kepada Novel Baswedan pada Februari 2016.
Saat itu, kasus itu diberhentikan lewat Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan Nomor B-03/N.7.10/Ep.1/02/2016.
"Kami putuskan perkara tersangka Novel Baswedan dihentikan penuntutannya. Perkara ini, kan, terjadinya malam hari dan gelap, saksi yang melihat juga tidak ada. Dari sisi perbuatan itu fakta tapi sisi pertanggungjawabannya itu enggak ada, jadi kita ragu," ucap Rachmad waktu itu.
Komentar itu sempat memicu perdebatan karena Rachmad dinilai tidak menegakkan perlawanan terhadap pelanggaran HAM.
Dari sudut nonformal, Rachmad pernah menjabat sebagai Ketua Persatuan Jaksa Indonesia (PJI) periode 2015-2018. Saat menduduki posisi itu, dia juga pernah memicu kontroversi.
Dalam rapat bersama Pansus Hak Angket KPK, 4 September 2017, dia dicecar pertanyaan karena dinilai tak pro terhadap independensi KPK. Pasalnya, Rachmad menilai kewenangan eksekusi sepenuhnya milik kejaksaan, bukan jaksa KPK.
"Kami dari PJI mengatakan kewenangan eksekusi tidak di sana [KPK]," ucap Rachmad waktu itu.
"Dalam UU KPK tak mengatakan diberikan kewenangan dieksekusi. Eksekusi di sana [KPK] tidak pas," imbuhnya.
Lain Noor Rachmpad, lain pula Daru Tri Sadono, orang kejaksaan lain yang juga punya jabatan di Komite Adhoc Integritas PSSI. Daru kini diketahui juga menjabat sebagai Koordinator Jaksa pada Jampidum. Dia juga tercatat pernah menjadi Bidang Perdata dan Tata Usaha Negara Kejati DKI Jakarta serta Kepala TU Setjamdatun Kejagung RI.
Tak seperti Rachmad, Daru bukan sosok yang komentarnya kerap memicu perdebatan. Namanya jarang muncul di media.
Dia sempat jadi pusat perhatian saat ditetapkan sebagai pengacara bagi Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakara, Anies Baswedan serta Sandiaga Uno. Saat pertama dipercaya memegang jabatan itu, Oktober 2017 lalu, Anies dan Sandi pernah memperkenalkan Daru dengan bangga.
"Ini pengacara kami, namanya Pak Daru Tri Sadono. Pengacara di bidang Perdata dan TUN," kata mereka saat itu.
Harapan yang Tinggi
Terlepas dari rekam jejak Daru dan Noor Rachmad, kinerja keduanya di Komite Adhoc Integritas PSSI diharapkan sejalan dengan komitmen Satgas Antimafia Bola. Setidaknya, jika tak bisa proaktif seperti Satgas, komite ini diharapkan tidak mengganggu kerja kepolisian.
Hal ini sesuai dengan apa yang disampaikan Koordinator Save Our Soccer (SOS), Akmal Marhali.
"Jangan sampai orang yang statusnya sudah jadi tersangka nanti statusnya mengambang. Kalau memang dalam hal ini alurnya, kan, dari polisi ke kejaksaan, ya harus diselesaikan dengan baik," kata Akmal kepada reporter Tirto, Jumat (22/2/2019).
Akmal juga menambahkan, kekhawatiran soal potensi konflik kepentingan dari keberadaan Daru dan Rachmad di PSSI adalah hal wajar. Namun, keduanya harus bisa membuktikan bahwa sorotan-sorotan negatif yang mulai diarahkan itu salah.
"Potensi konflik kepentingan itu pasti ada. Kami kemarin juga mengkhawatirkan ketika Komite Adhoc dibentuk, bagaimana seandainya ini nanti justru dibenturkan. Tapi pokoknya ya kami berharap Komite Adhoc ini tetap sesuai koridornya, jangan sampai justru menghambat Satgas," tandasnya.
Penulis: Herdanang Ahmad Fauzan
Editor: Mufti Sholih