tirto.id - Episode konflik di Timur Tengah seakan tak ada habisnya. Pekan lalu Arab Saudi dibuat geger soal gagalnya upaya peluncuran misil ke Mekkah.
Pada Jumat (27/10/16) pemerintah Arab Saudi mengklaim bahwa mereka telah menghancurkan misil balistik yang mengarah ke Mekkah. Misil tersebut telah diintersepsi dan diledaklan di wilayah Ta’if - 65 kilometer barat dari Mekkah.
Misil ini diluncurkan di Sa’adah, Yaman - dekat dengan perbatasan Arab Saudi bagian selatan. Beberapa jam setelah serangan misil itu terjadi, pemerintah Saudi melancarkan serangan balik. Dalam video yang dirilis Angkaran Udara Arab Saudi, mobil peluncur misil telah dihancurkan. Lokasi peluncuran misil ternyata hanya berjarak 10 kilometer dari perbatasan Saudi - Yaman
Kelompok Houthi mengakui dalang di balik serangan itu. Mereka mengklaim, target yang disasar bukanlah Mekkah melainkan Bandara Internasional King Abdul Aziz di Kota Jeddah. Sang pemimpin Houthi, Mohammed al-Bekheity, membantah klaim Saudi. “Kami tidak menargetkan warga sipil dan kota suci Mekkah" katanya kepada Al Jazeera.
Al-Bekheity mengatakan isu ini sengaja dilepas Saudi untuk menarik simpati umat Islam dan masyarakat internasional. Hal senada dikatakan Juru bicara Ansarullah Mohammed Abdulsalam. “Saudi amat gigih untuk menghasut perasaan umat Islam dan melarikan diri dari kejahatan mengerikan yang mereka lakukan terhadap rakyat Yaman,” ucapnya dikutip dari kantor berita Houthi, SABA.
"Tidak ada orang normal di bumi ini bisa percaya atau menerima halusinasi media Saudi menuduh kami menargetkan Mekkah .. Mekkah adalah kota yang paling kami sayangi dan berharga di hati kami, "kata Abdulsalam.
Yang harus kita pahami dari kasus ini adalah kita harus memahami penyataan Saudi terkait serangan ke tanah suci. Mekkah yang dimaksud adalah Mekkah sebagai kota atau Mekkah sebagai provinsi? Jika merujuk Mekkah sebagai provinsi, milisi Houthi terbukti sudah berniatan menyerang Mekkah. Jeddah, kota yang mereka akan serang berada di provinsi Mekkah. Pada 9 Oktober lalu sebuah rudal balistik Houthi juga menargetkan pangkalan udara Raja Fahd di Taif, yang terletak di provinsi Mekkah.
Serangan yang mengarah ke Mekkah Jumat lalu seolah seperti serangan balas dendam atas kematian Pemimpin milisi Houthi, Nasser al-Kaait. Dia tewas dalam operasi pengeboman pada 24 Oktober di Marran. Posisi Nasser amatlah begitu penting karena kepala operasi rudal Houthi.
Nasser jadi otak utama di balik serangan rudal milisi Houthi dalam sebulan terakhir. Awal Oktober lalu, Houthi berhasil menghancurkan Kapal HSV-2 milik AL Uni Emirat di perairan Bab el Mandab dengan rudal C-802 buatan Cina.
Aksi ini membuat Amerika Serikat melakukan investigasi dengan menurunkan tiga kapal perang USS Mason, USS Nitze, dan USS Ponce. Saat proses investigasi itu siapa nyana, kapal AS pun diserang. Tercatat setidaknya ada tiga kali serangan misil dalam satu bulan terakhir ini yakni pada 2, 12, dan 16 Oktober 2016.
Pada 16 Agustus lalu, rudal Scud Houthi menewaskan tujuh warga sipil di Najaran, Saudi. Ini jumlah sipil Saudi tertinggi sejak mereka ikut campur pada urusan dalam negeri Yaman sejak 17 bulan yang lalu.
Data Center for Strategic International Studies mencatat bahwa dalam kurun waktu Juni 2015 hingga 31 Oktober 2016, ada 33 serangan misil yang diluncurkan dari Yaman ke Saudi, sebanyak 22 misil itu sukses diintersepsi oleh militer Saudi, sedangkan 9 sisanya menghancurkan sasaran.
Menariknya dalam kurun Juli 2015 - Juli 2016, hanya satu misil yang sampai sasaran dan sisanya gagal. Namun entah kenapa sejak Agustus lalu, serangan misil Houthi selalu sulit diintersepsi Saudi. Puncaknya di bulan Agustus dari 8 serangan di bulan itu, 6 diantaranya sampai di target dan dua gagal karena meledak di langit.
Jadi sebuah pertanyaan dari manakah rudal-rudal ini Houthi dapatkan? Tidak jelas berapa banyak rudal pasukan Houthi saat ini di gudang mereka. Sebelum konflik di mulai, militer Yaman memiliki 300 rudal Scud - yang sebagian besar kini jatuh di bawah kendali pemberontak Houthi dan pasukan setia mantan presiden, Ali Abdullah Saleh.
Rudal Scud ini diketahui berasal dari Korea Utara. Hal ini diklarifikasi langsung oleh para pejabat intelijen Korea Selatan. “Korea Utara telah menjual rudal ke Yaman dan mengirim insinyur rudal ke sana pada 1990-an," ucap mantan pejabat intelijen Korea Utara kepada Yonhap News Agency.
Joseph Bermudez, seorang ahli senjata kepada VICE News menuturkan pada 2002, Yaman membeli sekitar 20 rudal scud dari Korea Utara. “Kemungkinan besar Scud yang digunakan dalam konflik itu hilirnya dari Korea Utara."
Bermudez mengatakan, Rudal Scud memang rudal balistik relatif murah yang pertama kali dikembangkan oleh Uni Soviet pada 1960-an. Cetak biru Scud lalu kemudian diteruskan Korea Utara yang memproduksi dan mengekspornya ke negara-negara berkembang, termasuk Mesir, Iran, Myanmar, dan Yaman.
"Ini bukan kejutan,” Joel Wit, seorang ahli Korea Utara di Johns Hopkins University kepada VICE News. "Yaman telah menjadi pelanggan Korea Utara dalam waktu lama,”
Pada Desember 2015, Mayor Jenderal Nasser Al-Tahri, Wakil Komandan militer Yaman, mengungkapkan bahwa pihaknya memperoleh informasi valid terkait kerjasama beberapa ahli Iran dengan pemberontak Houthi terkait pengembangan rudal Scud.
Dan benar saja, pada Agustus 2016, beberapa media melaporkan penggunaan pertama rudal bikinan Iran, Zelzal-3 dalam perang di Yaman. Klarifikasi ini bahkan dilaporkan gamblang oleh Kantor Berita Republik Islam (IRNA) yang mengatakan bahwa rudal buatan Iran digunakan di Yaman oleh milisi Houthi dalam serangan lintas-perbatasan terhadap Saudi.
Klaim ini tentu bertolak belakang dengan bantahan pemerintahan Iran sebelumnya, mereka berkilah bahwa rudal-rudal itu dibuat sendiri secara lokal di Yaman, tidak dipasok langsung oleh Iran.
Penggunaan rudal buata Iran juga diungkap Saluran TV Hizbullah, Al-Manar. Seperti diketahui konflik sektarian Syiah – Sunni di Timur Tengah membentuk adanya dua poros yakni negara Sunni yang dipimpin Saudi dan Turki, dan lainnya melawan Iran, Hizbullah, Suriah yang mewakili Syiah.
Entah keceplosan atau tidak, pembaca berita Al Manar mengatakan “Beberapa hari sebelumnya, pasukan Yaman (Houthi) juga menembakkan rudal ke arah kamp Saudi di Najran dan Jizan di daerah perbatasan antara Yaman dan Saudi. Tiga rudal balistik lokal Zelzal dan mobil peluncur roket Uragan hadir untuk menghadang pelanggaran terus menerus yang dilakukan oleh koalisi Saudi."
Mungkinkah penggunaan Zelzal sejak Agustus ini jadi alasan kuat kenapa serangan misil Houthi kini lebih membahayakan seperti data-data yang dipapar di awal tulisan ini? Saat menyerang sebuah pangkalan militer di Najran, kantor berita Houthi, SABA menuturkan keakuratan itu disebabkan kecanggihan rudal Zelzal-3.
Zelzal-3 adalah sistem rudal jarak pendek yang dikembangkan Iran dan masuk dalam tipe tercanggih di tipe Zelzal. Jika jarak jangkauan Zelzal-1 hanya 150 km dan Zelzal-2 sekitar 200 km, maka Zelzal-3 bisa mencapai 300 km.
Iran sudah mengambil langkah-langkah pengembangan rudal Zelzal agar lebih akurat. Pada 2001, beberapa laporan yang belum diverifikasi mengklaim bahwa rudal telah dilengkapi dengan sistem bimbingan inersia sederhana. Dalam soal daya ledak, Zelzal-3 memiliki 600 hulu ledak kg dengan 1300m CEP selain itu mereka memiliki peluncur transporter erector.
Menurut beberapa laporan, Zelza saat ini hanya dipakai oleh negara-negara berhaluan Syiah yang memiliki kedekatan dengan Iran seperti Hizbullah di Lebanon, rezim Assad di Suriah dan sekarang para pemberontak Houthi di Yaman. Ini pertanda Arab Saudi harus lebih tebal lagi membuat perisai di langit mereka.
Penulis: Aqwam Fiazmi Hanifan
Editor: Maulida Sri Handayani