tirto.id - Ada dua Saleh lulusan Sekolah Pendidikan Dokter Hindia atau STOVIA, yakni Saleh Mangundiningrat (1892-1962) dan Mohammad Saleh (1888-1952).
Dokter Saleh Mangundiningrat memiliki empat anak: Soedjatmoko yang intelektual, politisi dan diplomat; Miriam Budiardjo yang ahli politik dengan buku sohornya Dasar-dasar Ilmu Politik; Nugroho Wisnumurti Sarjana Hukum; dan Siti Wahyunah alias Poppy Sjahrir.
Sementara dokter Mohammad Saleh punya sebelas anak. Beberapa di antaranya menjadi dokter. Salah seorang anaknya yang cukup terkenal adalah Abdulrahman Saleh, yang selain seorang dokter, juga ahli radio, dan penerbang yang ikut mendirikan Angkatan Udara.
Salah seorang adik Abdulrahmah Saleh adalah Abdul Azis Saleh yang lama berdinas di bagian kesehatan Angkatan Darat. Ia menurut Erilita dan kawan-kawan dalam Sang Upuleru: Peringatan 100 Tahun Prof. DR. GA Siwabessy (2014:9) adalah lulusan Geneeskundig Hoogeschool (sekolah tinggi kedokteran) Jakarta pada 15 Desember 1942.
Di sekolah tersebut, ia belajar bersama Gerrit Augustinus Siwabessy (Menteri Kesehatan zaman Sukarno dan Soeharto) dan Subandrio (politikus terkenal era Orde Lama). Pada zaman pendudukan Jepang, seperti ditulis Harsya Bachtiar dalam Siapa Dia? Perwira Tinggi Tentara Nasional Indonesia Angkatan Darat (1988:276), Azis Saleh menjadi dokter bedah di sebuah rumah sakit di Jakarta.
Ketika Revolusi pecah, Azis Saleh yang lahir di Boyolali pada 20 September 1914 itu menjadi bagian dari Divisi VII Suropati di Jawa Timur. Ia tak hanya menjadi dokter tentara, tapi juga pernah menjadi komandan subteritorial sekitar Semarang antara tahun 1948 hingga 1949.
Setelah pengakuan kedaulatan, Azis Saleh meneruskan karir militernya di Angkatan Darat. Hal ini diikuti juga oleh dua orang adiknya, yakni dr. Alibasah Saleh dan dr. Abubakar Saleh. Alibasah berdinas di Angkatan Darat dengan pangkat terakhir Brigadir Jenderal, sementara Abubakar di Angkatan Udara dengan pangkat terakhir Marsekal Muda.
Mendirikan IPKI dan Menjadi Menteri Kesehatan
Menurut Hendri Supriyatmono dalam Nasution, Dwifungsi ABRI dan Kontribusi ke Arah Reformasi Politik (1994:94), Aziz Saleh adalah kolonel Angkatan Darat yang cukup dekat dengan Nasution. Mereka sudah saling mengenal sejak era Revolusi 1945-1949.
Ketika Nasution masih menjadi KSAD, pada awal tahun 1952 Azis Saleh dijadikan Asisten II (operasi). Lalu pada tahun berikutnya ia dijadikan Wakil KSAD. Sejak 1953, ia diangkat menjadi Kepala Jawatan Kesehatan Angkatan Darat.
Bersama Nasution dan Kolonel Gatot Subroto, Azis Saleh ikut mendirikan partai Ikatan Pendukung Kemerdekaan Indonesia (IPKI). Pada Pemilu 1955, IPKI tidak berjaya sebab sepertiga prajurit Angkatan Darat yang miskin lebih suka memilih Partai Komunis Indonesia (PKI).
Meski suara partainya tak signifikan, yakni tak lebih dari 2 persen dan hanya berada di urutan ke sembilan, namun pada 9 April 1957 Azis Saleh dijadikan Menteri Kesehatan dalam Kabinet Karya. Pangkatnya kala itu masih kolonel.
Hendri Supriyatmono menambahkan, keberadaan Kolonel Azis Saleh dalam Kabinet Karya pimpinan Ir Djuanda Kartawinata dianggap sebagai wakil dari IPKI dalam pemerintahan. IPKI saat ini ibarat Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia (PKPI), yakni sama-sama punya relasi dengan bekas tentara.
Namun, dalam Almanak Pembangunan Kesehatan (1992:41) disebutkan bahwa Azis Saleh adalah Menteri Kesehatan pertama yang tidak ditempatkan oleh partai politik, melainkan ditunjuk langsung oleh presiden.
Azis Saleh hanya dua tahun jadi Menteri Kesehatan. Setelah Dekrit Presiden 5 Juli 1959 yang didukung Angkatan Darat digulirkan, ia digantikan oleh Kolonel dr. Satrio. Azis Saleh selanjutnya dijadikan Menteri Pertanian yang menjabat sejak 10 Juli 1959 hingga 6 Maret 1962. Setelah itu, ia diberi tanggungjawab sebagai Menteri Koordinator Kompartemen Perindustrian Rakyat Indonesia dari 6 Maret 1962 hingga 28 Maret 1966.
Azis Saleh adalah dokter tentara kedua yang menjadi Menteri Kesehatan Republik Indonesia setelah Darma Setiawan. Bedanya, Darma Setiawan sebelumnya hanya sebentar menjadi dokter tentara di KNIL, sementara Azis Saleh sudah 10 tahun jadi pejabat kesehatan di Angkatan Darat.
Meski demikian, keduanya sama-sama menjadi Menteri Kesehatan di masa genting. Darma Setiawan di awal era Revolusi saat Perang Kemerdekaan berkecamuk, sedangkan Azis Saleh menjadi Menteri Kesehatan kala terjadi pergolakan PRRI/Permesta di Sumatra dan Sulawesi.
Pada masa Orde Baru, Azis Saleh tidak memegang jabatan berarti. Ia hanya aktif di Pramuka dan menjadi jenderal senior yang kritis kepada Presiden Soeharto. Tahun 1980, Azis Saleh seperti dicatat Rosihan Anwar dalam In Memoriam: Mengenang Yang Wafat (2002:60-61) menjadi salah satu tokoh penandatangan Petisi 50. Tokoh-tokoh tersebut kemudian dijauhi oleh Presiden daripada Soeharto dan ruang geraknya dibatasi.
Mayor Jenderal dokter Azis Saleh tutup usia pada 3 April 2001. Tak seperti sejumlah pejuang Revolusi Kemerdekaan Indonesia yang lain, alih-alih di Kalibata, ia justru dimakamkan di Tanah Kusir.
Editor: Irfan Teguh