tirto.id - Menjelang Idul Fitri, tidak hanya bazaar pakaian yang diserbu oleh masyarakat, panganan khas untuk lebaran juga menjadi salah satu yang dibeli masyarakat. Beragam olahan kue kering biasanya sudah dipanjang mulai dari toko kue di pinggir jalan sampai pusat perbelanjaan besar sejak beberapa minggu sebelum ramadan.
Selain untuk camilan keluarga, kue kering juga bisa disajikan untuk tamu yang berkunjung atau untuk bingkisan kolega. Setiap tahun selalu ada jenis kue baru yang dijual, namun keberadaan nastar dan putri salju sepertinya tidak akan terkalahkan. Tirto melakukan riset tentang kue Idul Fitri yang paling digemari masyarakat di Pulau Jawa pada 18 Mei-1 Juni 2017.
Berdasarkan tempat tinggal, 25,95 persen responden berasal dari Provinsi Jawa Barat dan 8,49 persen dari Provinsi Banten. Hal ini menunjukkan distribusi responden cukup merata. Berdasarkan usia, mayoritas responden berumur 20-24 tahun (46,37 persen). Untuk kategori jenis kelamin, 60,64 persen responden pada riset ini adalah laki-laki.
Nastar adalah Kunci!
Idul Fitri adalah saat yang tepat untuk berkumpul dan bersilaturahmi dengan sanak saudara. Masyarakat juga antusias dalam menyajikan camilan kesukaan keluarga. Camilan yang biasa terlihat muncul saat lebaran adalah kue kering seperti nastar, kastengel, putri salju, dan kue kering lainnya.
Menurut hasil riset Tirto, nastar adalah kue Idul Fitri paling digemari masyarakat di pulau Jawa (80,20 persen). Selain kue-kue kering, kue basah seperti kue pisang (6,40 persen) dan lapis legit (8,98 persen) juga dipilih masyarakat sebagai camilan Idul Fitri.
Lebaran Bagus untuk Pebisnis Kue Kering
Dahulu, kue yang dihidangkan saat lebaran biasanya dibuat sendiri dengan menggunakan resep turun-temurun keluarga. Kini masyarakat lebih memilih untuk membeli ketimbang membuat sendiri. Riset Tirto menunjukkan 36,29 persen masyarakat yang tinggal di Pulau Jawa lebih memilih membeli kue lebaran di toko, sebanyak 19,43 persen memesan di teman, dan 12,05 persen memesan kue tersebut di keluarga. Hanya 7,75 persen yang menyatakan membuat kue lebaran sendiri.
Untuk menyajikan hidangan saat lebaran, mayoritas masyarakat yang tinggal di Pulau Jawa rata-rata mengeluarkan uang sebesar Rp300-600 ribu. Hanya 6,03 persen yang mengeluarkan uang lebih dari Rp5,5 juta untuk hidangan lebaran.
Baju Lebaran Menjadi "Kewajiban"
Selain penganan khas, baju baru juga menjadi bagian tak terpisahkan dari perayaan lebaran. Bahkan, menjelang Idul Fitri, pusat perbelanjaan mengadakan pekan diskon untuk beragam produk, yang tentunya akan langsung diserbu oleh masyarakat.
Untuk mengetahui perilaku masyarakat dalam membeli baju lebaran, Tirto melakukan riset atas 598 responden beragama Islam yang tinggal di Pulau Jawa. Berdasarkan riset yang dilakukan pada 18 Mei-1 Juni 2017, diketahui bahwa masih banyak masyarakat yang membeli baju baru untuk lebaran.
Pada riset ini, mayoritas respondennya berjenis kelamin laki-laki (61,87 persen). Berdasarkan usia, 46,82 persen berusia 20-24 tahun. Dalam hal tempat tinggal, 26,76 persen responden tinggal di provinsi Jawa Barat dan 8,03 persen responden tinggal di provinsi Banten.
Berdasarkan riset Tirto, membeli baju lebaran memang masih menjadi pilihan mayoritas masyarakat yang tinggal di pulau Jawa. Sebanyak 61,71 persen masyarakat menyatakan selalu membeli baju baru untuk lebaran setiap tahunnya. Ada 38,29 persen lainnya yang memang tidak selalu membeli baju lebaran.
Pusat belanja/mall masih menjadi pilihan utama masyarakat untuk membeli baju lebaran (80,22 persen). Selain itu, masyarakat juga sudah mulai membeli baju lebaran secara online (8,67 persen). Hanya 0,81 persen masyarakat yang memilih menjahit pakaian lebarannya.
Bagi mereka yang selalu membeli baju lebaran, biaya yang dikeluarkan cukup besar. Sebanyak 34,69 persen masyarakat yang tinggal di Pulau Jawa menyatakan mengeluarkan dana lebih dari Rp500 ribu untuk membeli baju lebaran. Yang mengeluarkan kocek kurang dari Rp200 ribu hanyalah 6,23 persen.
Hal ini semakin menunjukkan Ramadan merupakan periode konsumsi tinggi di Indonesia. Semakin tinggi pendapatan masyarakat—dalam riset ini diukur dengan pendekatan pengeluaran—dana yang dikeluarkan untuk membeli baju lebaran juga semakin besar.
Di kalangan masyarakat yang memiliki pengeluaran bulanan kurang dari Rp1 juta (33,68 persen) dan Rp 1-2,5 juta (28,57 persen), dana baju lebaran yang dihabiskan berada di kisaran Rp200-300 ribu. Di kalangan masyarakat yang memiliki pengeluaran Rp2,5-4 juta (40 persen) dan Rp4-5,5 juta (60,61 persen), menyatakan biaya yang dikeluarkan untuk membeli baju lebaran sebesar lebih dari Rp 500 ribu.
Penulis: Dinda Purnamasari
Editor: Suhendra & Maulida Sri Handayani