tirto.id - Sekitar 40 persen listrik di Lombok, Nusa Tenggara Barat (NTB) masih padam setelah dilanda gempa berkekuatan 7 SR sekitar pukul 18.46 WIB pada Minggu (5/8/2018) lalu.
Direktur Bisnis Regional Jawa Bagian Timur PLN, Amir Rasyidin mengatakan, angka 40 persen itu setara dengan 88 Megawatt (MW) dari beban konsumsi listrik di wilayah Lombok. Sementara normalnya beban konsumsi mencapai 220 MW.
"Empat puluh persen listrik padam di daerah sekitar Lombok, di bagian utara, tengah, selatan. Karena jaringan kan panjang," kata Amir di Kementerian BUMN Jakarta pada Selasa (7/8/2018).
Ia mengatakan gempa yang memakan korban jiwa itu juga mengakibatkan jaringan terguncang dan beberapa tiang listrik roboh.
Usai gempa, kata Amir, PLN setempat segera melakukan pemulihan secara bertahap dengan melakukan pengecekan ke penghantar-penghantar listrik, mendirikan kembali puluhan tiang listrik yang roboh, serta memperbaiki trafo-trafo yang jatuh.
"Kami lihat dari kondisinya, terus terang cukup memerlukan waktu [pemulihan] karena harus mendirikan tiang. Nah, berapa tiang roboh sekarang lagi kita selesaikan," ujar Amir.
Untuk mempercepat proses pemulihan listrik, kata Amir, PLN telah mendatangkan tim gabungan dari luar NTB pada Senin kemarin, yang terdiri dari 74 orang petugas PLN dari Jawa Timur dan 54 orang petugas PLN dari Bali.
Selain mengirimkan tambahan personel, PLN juga mengirimkan bantuan berupa perlengkapan dan meterial, seperti genset kapasitas kecil, lampu emergency, mobil crane dan mobil station.
Amir menargetkan, dalam waktu seminggu ini, pasokan listrik sudah dapat berjalan normal karena mendapat bantuan ekstra dari luar Lombok. "Lebih dari separuh [listrik] sudah nyala sekarang. Kemarin pada saat kejadian hanya seperempat yang nyala. Sekarang bertahap dinormalkan, lebih dari separuh sekitar 60 persen sudah normal," kata Amir.
Mengenai anggaran perbaikan penyaluran listrik ini, PLN masih belum menghitung. Namun, ia mengatakan bahwa PLN sudah memiliki anggaran tersendiri untuk menghadapi kerusakan listrik karena bencana alam. Kendati demikian, ia tidak menyebutkan jumlahnya.
Penulis: Shintaloka Pradita Sicca
Editor: Alexander Haryanto