tirto.id - Berdasarkan data pemerintah daerah, per Kamis (19/3/2020) lalu sudah ada empat warga Yogyakarta terinfeksi Corona COVID-19 dan 18 pasien dalam pengawasan (PDP) masih menunggu hasil uji lab. PDP, bersama Orang dalam pemantauan (ODP), hampir terdapat di seluruh kota dan kabupaten.
Situasi ini semestinya membuat pemerintah setempat awas. Namun bagi warga, penanganan pandemi ini sama sekali belum optimal.
Melalui keterangan tertulis, Kamis (19/3/2020), perwakilan Ombudsman RI (ORI) DIY Budhi Masturi mengatakan instansinya menerima beberapa keluhan dari masyarakat yang khawatir karena pemda tidak juga menerapkan kebijakan belajar di rumah seperti daerah lain, misalnya Jakarta.
“Kecenderungan memilih tetap melangsungkan kegiatan belajar mengajar seperti biasa di sekolah mulai membuat sebagian orangtua dan masyarakat resah, mengingat belum terlihat adanya skema pencegahan dengan protokol yang ketat dan perlindungan terhadap keselamatan siswa,” kata Budhi. Situasi ini membuat para siswa berisiko tinggi terjangkit COVID-19.
ORI DIY juga mengingatkan pemda untuk membuat skema kebijakan yang efektif untuk mengurangi kontak sosial dengan membatasi orang-orang keluar dari rumah.
Permintaan serupa disampaikan Jaringan Masyarakat Sipil Yogyakarta yang terdiri sejumlah LSM seperti dari LBH Yogyakarta, AJI Yogyakarta, Combine, Walhi Yogyakarta, IDEA, IRE, Pusham UII, PKBI DIY, dan Radio Solidaro. Mereka juga telah menyerukan agar Pemda DIY lebih sigap mengatasi pandemi COVID-19.
“Harus ambil langkah tegas dan bisa dipahami masyarakat. Misalnya, instruksikan untuk tutup sementara tempat wisata, setop kunjungan wisatawan dari luar Jogja, dan berlakukan sistem belajar di rumah,” kata anggota Jaringan Masyarakat Sipil Yogyakarta sekaligus Ketua Lembaga Bantuan Hukum Yogyakarta Yogi Zul Fadli kepada reporter Tirto, Kamis (19/3/2020).
Mereka juga meminta agar Gubernur DIY aktif menyerukan pemberlakuan pembatasan sosial (social distancing) di masyarakat. Instruksi itu akan lebih efektif apabila berbentuk Peraturan Gubernur (Pergub) atau Surat Keputusan (SK).
“Supaya punya kekuatan hukum yang bisa ditaati oleh seluruh pemangku kebijakan dan masyarakat,” katanya.
Belajar di Sekolah Bikin Khawatir
Sejak Pemda DIY mengumumkan satu orang warganya positif terinfeksi COVID-19 Minggu (15/1/2020) lalu, memang belum ada instruksi khusus agar ada pembatasan kontak sosial, termasuk di lingkungan sekolah.
Gubernur DIY Sri Sultan Hamengkubuwono X saat itu bilang bahwa belum akan menerapkan pembelajaran di rumah karena dinilai belum tentu efektif untuk mencegah anak-anak tidak bepergian ke luar rumah.
Hingga Kamis (19/3/2020), atau setelah pemerintah pusat mengumumkan terdapat lima orang DIY positif terinfeksi COVID-19, belajar di sekolah masih tetap dilakukan.
Kepala SMKN 1 Depok Sleman, Suprapto, mengaku khawatir dengan situasi ini. Ia, juga menurutnya kepala sekolah lain, satu suara dengan masyarakat yang lapor ke Ombudsman atau jaringan masyarakat sipil lain: bahwa belajar di rumah harus segera diterapkan “karena penyebaran virus ini tidak main-main.”
Kepada reporter Tirto, Kamis (19/3/2020), Suprapto mengaku akan langsung menerapkan kebijakan belajar di rumah setelah ada keputusan.
Kepala SMPN 10 Yogyakarta Arief Wicaksono juga mengaku khawatir belajar-mengajar masih digelar di sekolah di tengah wabah. Namun ia mengaku lebih khawatir “bila di rumah anak-anak kurang mendapat pengawasan.” “Apakah anak-anak benar-benar di rumah atau malah pergi ke mana-mana yang enggak jelas?” katanya kepada reporter Tirto, Kamis (19/3/2020),
Untungnya pemerintah daerah mendengar aspirasi warganya. Kamis (19/3/2020) sore, usai mengelar rapat dengan bupati dan wali kota, Gubernur DIY Sri Sultan Hamengkubuwono X mengatakan akan segera menerapkan kebijakan belajar dari rumah. “Tanggal 23 Maret 2020, hari Senin, anak-anak pelajar kita belajar di rumah, online dengan program Jogja Belajar,” kata Sultan.
Belajar di rumah bagi siswa PAUD hingga SMA/SMK ini akan diberlakukan sampai 31 Maret 2020. Program Jogja Belajar akan ikut diawasi oleh keluarga atau orangtua masing-masing, kata Sultan.
Evaluasi juga akan dilakukan. “Kalau efektif dan kita beranggapan masih memerlukan waktu [mencegah penyebaran Corona], berarti belajar di rumah bisa kita perpanjang,” ujarnya.
Selain itu, Pemda DIY juga akan mengeluarkan kebijakan agar warga menghindari dan menunda pertemuan-pertemuan yang mendatangkan orang banyak. “Mungkin dengan pergub,” kata Sultan, menjelaskan apa dasar hukum peraturan ini.
Kebijakan berbeda berlaku di objek-objek wisata. Sultan memastikan belum akan membuat kebijakan penutupan “karena ya tidak ada yang datang juga. Karena lama-lama orang juga tidak datang.”
Ia juga menegaskan belum akan menetapkan Kejadian Luar Biasa (KLB) untuk Jogja sebagaimana daerah lain seperti Banten dan Kalimantan Barat. “Kami belum sampai di situ. Kami hanya mencoba untuk menurunkan tensi supaya meminimalisasi orang yang terkena [COVID-19],” ujar Sultan.
Perbedaan Data Pusat-Daerah
Juru bicara Penanganan COVID-19 Achmad Yurianto mengatakan per Kamis (19/3/2020) pukul 12 siang “total kasus positif 309 orang, sedangkan total kasus kematian 25 orang atau 8 persen dari total yang dirawat.”
Yurianto kemudian menyebutkan pertambahan kasus positif di masing-masing daerah, salah satu yang disebut adalah di Yogyakarta. Ia bilang di Jogja ada penambahan dua kasus positif baru, sehingga totalnya jadi lima kasus.
Data yang disampaikan Yurianto berbeda dengan data yang disampaikan oleh Juru Bicara Pemda DIY untuk Penanganan Covid-19 Berty Murtiningsih.
“Kami sudah melakukan konfirmasi kepada pusat. Tambahan kasus positif DIY per 19 Maret 2020 ada dua orang. Apabila dijumlahkan dengan yang sudah ada, maka di DIY ada 4 kasus positif,” kata dia kepada wartawan, Kamis kemarin.
Dua data yang sebelumnya telah dinyatakan positif yakni seorang balita berumur 3 tahun. Ia yang diduga terinfeksi COVID-19 setelah bersama orangtuanya berkunjung ke Depok, Jawa Barat. Per Jumat (20/3/2020) siang, balita ini sudah dinyatakan sembuh setelah dua tesnya negatif.
Pasien positif kedua adalah Guru Besar UGM Iwan Dwiprahasto (58 tahun) yang belum diketahui riwayat perjalanannya hingga akhirnya dinyatakan positif. Keluarga Iwan, melalui Rektor UGM, mau membuka identitas dengan tujuan mempermudah pelacakan orang-orang yang melakukan kontak langsung dengan pasien.
Saat ini Iwan dan balita tersebut masih di rawat di ruang isolasi RSUP Sardjito.
Sementara dua pasien positif yang diumumkan hari ini adalah laki-laki berusia 50 tahun yang saat ini dirawat di ruang isolasi RSUD Panembahan Senopati Bantul dan seorang laki-laki berusia 60 tahun yang saat ini dirawat di RSUD Kota Yogyakarta.
“Yang di RSUD Yogyakarta informasi [riwayat perjalanan dari] Bogor. Ikut seminar sama dengan [pasien meninggal positif COVID-19] yang di Solo. Yang di RSUD Panembahan Senopati datang dari Jakarta,” jelas Berty.
Penulis: Irwan Syambudi
Editor: Maya Saputri