Menuju konten utama

214 Sesar Aktif Ditemukan, BNPB Imbau Waspadai Sumber Gempa Baru

"Gempa memang tidak bisa diprediksi kapan akan terjadi, belum ada teknologi atau orang yang mampu memprediksinya. Pemerintah dan masyarakat harus memperhatikan peta rawan gempa."

214 Sesar Aktif Ditemukan, BNPB Imbau Waspadai Sumber Gempa Baru
Ilustrasi Seismografi. Getty Images/iStockphoto

tirto.id - Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) menyatakan adanya temuan 214 sesar aktif di tahun 2017. Karenanya, pemerintah dan masyarakat pun diimbau untuk mewaspadai sumber gempa baru.

"Gempa memang tidak bisa diprediksi kapan akan terjadi, belum ada teknologi atau orang yang mampu memprediksinya. Pemerintah dan masyarakat harus memperhatikan peta rawan gempa," kata Kepala Pusat dan Informasi Humas BNPB Sutopo Purwo Nugroho di Jakarta, Kamis (21/12/2017).

Dengan ditemukannya sesar aktif baru maka ada 295 sumber gempa yang perlu diwaspadai. Terdapat 37 sesar aktif di Jawa, 48 ada di Sulawesi, 79 ada di Papua dan 49 ada di Nusa Tenggara dan Laut Banda.

"Ada tambahan sesar aktif baru dan kota-kota banyak berkembang di lokasi-lokasi tersebut. Pemerintah harus benar-benar memperhatikan dan mematuhi peta rawan gempa," tegas Sutopo, seperti dilansir Antara.

BNPB memprediksi, rata-rata 500 gempa terjadi setiap bulannya di wilayah Indonesia di 2018. Dan wilayah timur Indonesia yang memiliki seismisitas dan geologinya lebih rumit dan kerentanannya lebih tinggi.

Sama dengan gempa, ia mengatakan tsunami juga tidak bisa diprediksi. Pemicu tsunami yakni gempa berkekuatan 7 skala richter (SR) ke atas, pusat gempa 20 kilometer (km) dari permukaan, dan berada di jalur subduksi maka harus selalu diwaspadai masyarakat.

“Sangat penting untuk kembali melihat catatan bencana gempa dangkal dan tsunami yang terjadi di Indonesia sebelumnya,” ucapnya.

Ia menyebut beberapa lokasi yang sudah lama tidak digoyang gempa, padahal daerah tersebut memiliki catatan pernah terjadi gempa dan tsunami besar.

Ambon tercatat pernah mengalami gempa dangkal dan tsunami setinggi 80 hingga 100 meter di 1674, dengan korban jiwa mencapai 2243 jiwa. Sedangkan Ende, Flores Timur, juga pernah mengalami gempa dangkal 7,8 SR yang memicu tsunami setinggi 36 meter di mana 2600 orang dinyatakan tewas dan hilang di 1992.

Persoalannya, Sutopo mengatakan,"Peralatan mitigasi dan kemampuan sumber daya manusianya masih rendah untuk antisipasi tsunami. Coba, gempa 6,9 SR kemarin saja yang ada di Jakarta saja lari kocar-kacir juga kan."

Ia mengingatkan bahwa periode kesiapsiagaan bencana gempa, tsunami dan erupsi gunung berapi harus dilakukan masyarakat sepanjang tahun.

Sebelumnya, para ilmuwan telah memperingatkan bahwa ada kemungkinan terjadi peningkatan jumlah gempa dahsyat di seluruh dunia tahun 2018. Aktivitas seismik yang intens ini terutama akan terjadi di daerah tropis yang padat penduduknya, tak terkecuali Indonesia.

Pada Jumat (15/12/2017) lalu, terjadi dua gempa yang hanya berselang satu detik dari satu sama lain. Gempa pertama terjadi pada pukul 23:47:57 WIB di 43 km barat daya Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat. Kekuatannya 7,3 Skala Richter. Kedalamannya 105 kilometer.

Gempa kedua terjadi pada pukul 23:47:58 WIB dengan kekuatan 6,9 Skala Richter. Titik pusat gempa terjadi di 11 barat daya Kabupaten Tasikmalaya, pada kedalaman 107 kilometer.

BMKG sempat mengeluarkan peringatan dini tsunami untuk Garut (Jawa Barat), Kebumen dan Cilacap (Jawa Tengah), serta Kulon Progo (Daerah Istimewa Yogyakarta). Pada Sabtu (16/12) pukul 02:30 WIB, peringatan dini tsunami itu resmi dicabut.

Baca juga artikel terkait GEMPA BUMI atau tulisan lainnya dari Yuliana Ratnasari

tirto.id - Sosial budaya
Reporter: Yuliana Ratnasari
Penulis: Yuliana Ratnasari
Editor: Yuliana Ratnasari