Menuju konten utama

Yusril Sebut Pembubaran HTI Mirip dengan Partai Masyumi

Pembubaran ormas Hizbut Tahrir Indonesia mirip dengan pembubaran Partai Masyumi di era pemerintahan Orde Lama.

Yusril Sebut Pembubaran HTI Mirip dengan Partai Masyumi
Pakar Hukum Tata Negara Yusril Ihza Mahendra (kiri) memberikan keterangan kepada media bahwa dirinya bersedia menjadi kuasa hukum Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) terkait pembubaran ormas tersebut, Jakarta, Selasa, (23/5). tirto.id/Andrey Gromico

tirto.id -

Pakar Hukum Tata Negara Yusril Ihza Mahendra menilai pembubaran organisasi kemasyarakatan (ormas) Hizbut Tahrir Indonesia mirip dengan pembubaran Partai Masyumi di era pemerintahan Orde Lama.

Ia mengatakan, saat itu pemerintah menuding Masyumi anti-Pancasila lantaran menolak konsep politik nasionalisme agama dan komunisme (Nasakom) yang digembor-gemborkan oleh Presiden Soekarno pada waktu itu.

"Situasi sekarang ini agak mirip dengan situasi pada tahun 1959. Pada waktu itu pemerintah punya target membubarkan dua partai. Partai Masyumi dan Partai Sosialis Indonesia," ungkapnya dalam konferensi pers di DPP HTI, Pancoran, Jakarta Selatan, Kamis (13/7/2017).

Menurutnya, Pemerintah pada saat itu melakukan segala cara untuk membubarkan Masyumi termasuk dengan menafsirkan Pancasila secara monolitik yakni harus sejalan dengan konsep Nasakom. Hal tersebut berlanjut dengan ditetapkannya Penetapan Presiden nomor 15 tahun 1959 yang mengatur tentang syarat-syarat pembubaran partai politik.

"Lalu dikatakan dalam pasal itu, disebutkan, (partai) yang pimpinannya sedang terlibat dalam pemberontakan, dibubarkan oleh pemerintah. Yang rajin berontak itu ya pimpinan Masyumi, PSI, dan Partai Kristen Indonesia."

Namun, saat itu hanya Masyumi dan PNI yang dibubarkan lantaran menolak paham Nasakom dan dianggap sebagai kelompok anti Pancasila. "Kenapa (Masyumi) dibubarkan? Ya karena Masyumi termasuk kategori siapa yang menolak Nasakom, dibilang anti-Pancasila. Dan Masyumi menolak di situ," imbuhnya.

Ia mengatakan saat ini apa yang dialami HTI sama dengan yang dialami Masyumi pada saat itu. Artinya, sebelum Perppu tersebut dibuat, pemerintah telah memiliki niat untuk membubarkan HTI karena dianggap tidak sesuai dengan Pancasila yang ditafsirkan secara monolitik oleh pemerintah.

"Jadi sekarang ini, nawaitu membubarkan ormasnya sudah ada, lalu dibuatkan peraturannya," imbuhnya.

Oleh karena itu, ia mengkhawatirkan Perppu tersebut dapat digunakan untuk membubarkan ormas lain yang dianggap bertentangan dengan Pancasila menurut tafsir pemerintah. Apalagi, pemerintahan di Indonesia selalu berubah-ubah dan memiliki pemimpin dengan karakter dan kepentingan yang berbeda-beda.

"Kalau seperti ini sangat berbahaya. Kita kan nggak tahu nanti Presiden selanjutnya seperti apa. Dia bisa tafsirkan Pancasila seenaknya dan bubarkan Ormas yang menurutnya bertentangan," tegasnya.

Sementara itu, juru bicara HTI Ismail Yusanto mengatakan seharusnya Indonesia memberikan kebebasan dan keleluasaan bagi HTI mengingat yang dilakukan mereka adalah dalam rangka ibadah dan dakwah menyebarkan ajaran Islam.

Ia mengatakan pelarangan HTI adalah bentuk kezaliman pemerintah terhadap umat Islam seperti yang dilakukan oleh negara-negara yang dipimpin oleh diktator seperti halnya Mesir, Uzbekistan dan Rusia yang juga melarang kegiatan Hizbut Tahrir.

"Kalau Hizbut Tahrir dilarang di negara lain apa Indonesia mau ikut-ikutan melarang? Kami ini kan hanya beribadah mengajarkan Islam dan syariat Islam. Dan mayoritas masyarakat Indonesia adalah umat Islam. Kalau di Mesir jelas ada diktator namanya el-Sisi. Dia bukan hanya melarang Hizbut Tahrir, bahkan Ikhwanul Muslimin ratusan simpatisannya dipenjara bahkan dibunuh," jelasnya.

"Kalau pemerintah Indonesia seperti itu, maka sama saja dengan memukul diri sendiri, karena badannya Indonesia itu ya Islam. Di Indonesia itu sebagian besar ya Islam," imbuhnya.

Baca juga artikel terkait PEMBUBARAN ORMAS atau tulisan lainnya dari Hendra Friana

tirto.id - Hukum
Reporter: Hendra Friana
Penulis: Hendra Friana
Editor: Maya Saputri