tirto.id - Mantan pengurus Partai Golkar Yorrys Raweyai diperiksa KPK sebagai saksi untuk tersangka Fayakhun Andriadi dalam kasus dugaan suap dalam pembahasan dan pengesahan RKA-K/L dalam APBN-P Tahun Anggaran 2016 untuk Badan Keamanan Laut (Bakamla).
Selepas pemeriksaan sekitar pukul 13.00 WIB, Yorrys mengaku dicecar 14 pertanyaan. Salah satunya, Yorrys dikonfirmasi soal pemberian uang dari Fayakhun kepada beberapa orang termasuk Yorrys. Tujuan pemberian sejumlah uang dari Fayakhun ini demi memuluskan langkahnya menjadi Ketua Golkar DKI Jakarta.
Namun Yorrys membantah keterangan dari mantan anggota Komisi I DPR RI itu. Menurutnya, tuduhan itu tidak masuk akal karena pemilihan ketua Golkar DKI Jakarta diselenggarakan Mei, sementara Fayakhun mengaku memberi uang sebesar Rp1 miliar kepada Fayakhun pada Juni.
"Anda minta dukungan masa' setelah sudah jadi [ketua] sekian bulan? Kan gak mungkin, jadi secara logika itu gak mungkin," kata Yorrys di Gedung Merah Putih KPK (14/05/2018).
Selain itu, menurutnya, pengakuan Fayakhun yang dikonfirmasi oleh penyidik KPK tidak jelas. Pasalnya, saat ia bertanya balik uang itu diberikan ke dirinya lewat siapa, dan dalam bentuk mata uang apa, rupanya tidak ada yang bisa menjelaskan.
Lebih lanjut, Yorrys menambahkan dirinya sama sekali tidak memiliki kedekatan dengan Fayakhun, lebih-lebih untuk menjadikannya Ketua Golkar DKI Jakarta.
"Saya bilang terima dari mana, apalagi saya tidak punya kedekatan pribadi dengan Fayakhun apalagi dalam konteks menjadikan dia Ketua Golkar DKI. Gak ada konteksnya sama sekali," kata Yorrys.
Sebelumnya Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) resmi menetapkan politikus Golkar dan anggota DPR Periode 2014-2019, Fayakhun Andriadi sebagai tersangka di kasus suap Bakamla.
"KPK menemukan bukti permulaan yang cukup untuk meningkatkan perkara ini ke tingkat penyidikan dan menetapkan lagi seseorang sebagai tersangka yaitu FA [Fayakhun] anggota DPR RI periode 2014-2019," kata Wakil Ketua KPK Alexander Marwata di Gedung KPK, Jakarta, pada Rabu (14/2/2018).
KPK menemukan bukti permulaan yang cukup untuk menetapkan Fayakhun sebagai tersangka lantaran dia diduga menerima hadiah atau janji terkait dengan proses pembahasan dan pengesahan anggaran Bakamla RI pada APBN 2016.
Penetapan Fayakhun sebagai tersangka berdasarkan keterangan saksi, bukti, dan fakta persidangan. KPK menemukan bukti permulaan bahwa Fayakhun menerima fee sebesar 1 persen dari total nilai anggaran Bakamla sebesar Rp1,2 triliun atau sekitar Rp12 miliar.
Selain itu, Fayakhun juga diduga menerima aliran dana suap dari Fahmi Darmawansyah, pengusaha pemilik perusahaan yang memenangi tender proyek Satellite Monitoring di Bakamla. Fayakhun diduga menerima dana suap dari Fahmi Darmawansyah senilai 300 ribu dolar AS.
Fayakhun disangkakan melanggar pasal 12 huruf a kecil atau pasal 12 huruf kecil atau pasal 11 Undang-Undang nomor 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi Sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang nomor 20 tahun 2001 jumlah pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Saat ini, sudah 4 dari 5 tersangka kasus suap Bakamla yang telah menerima vonis oleh pengadilan. Tersangka terakhir yang masih menjadi terdakwa dalam persidangan kasus suap proyek Bakamla adalah Nofel Hasan. Mantan Kepala Biro Perencanaan Bakamla itu masih menjalani persidangan di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat.
Penulis: Mohammad Bernie
Editor: Maya Saputri