Menuju konten utama

YLKI: Pengusaha Online Shop Tak Kooperatif Respons Aduan Konsumen

Para pengusaha online shopping tak kooperatif saat merespons aduan konsumen yang disampaikan melalui YLKI.

YLKI: Pengusaha Online Shop Tak Kooperatif Respons Aduan Konsumen
Ketua Pengurus Harian YLKI Tulus Abadi. FOTO/Istimewa

tirto.id - Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), Tulus Abadi, menilai perpindahan tren belanja dari ritel ke online menyebabkan pelanggaran hak-hak konsumen dan penipuan di Indonesia. Apalagi belum ada regulasi yang mengatur tanggung jawab perusahaan terhadap hak-hak konsumen dalam hal jual-beli online.

Hal ini pula lah, kata dia, yang menyebabkan para pengusaha tak kooperatif saat merespons aduan konsumen yang disampaikan melalui YLKI.

"Kami punya (nomor) HP atau email para petinggi di belanja online itu, tapi jawabannya rata-rata thank you saja, trims. Tapi tidak direspons dengan perubahan kebijakan atau memperbaiki infrastruktur mereka. Keluhan konsumen salah satunya kesulitan melakukan pengaduan, rata-rata hanya dijawab dengan live chat," ungkap Tulus di Kantor YLKI, Duren Tiga, Jakarta Selatan, Jumat (19/1/2018).

Selain ketiadaan regulasi, masalah lain yang kerap menjadi penyebab pelanggaran hak-hak konsumen dalam belanja online adalah tidak adanya itikad baik untuk melakukan transaksi yang jujur dari pengusaha.

Hal ini terjadi tak hanya untuk produk-produk mewah dan mahal, melainkan juga produk-produk murah seperti pakaian, makanan hingga perabotan rumah tangga. "Ingat bahwa kita bicara belanja online itu jangan terpaku pada (situs-situs) besar itu, banyak yang kecil-kecil, kalangan rumah tangga, pelaku UMKM. Jumlahnya ribuan," ujar dia.

Karena itu lah, menurut dia, para konsumen harus lebih berhati-hati dan selektif dalam memilih produk yang akan dibelinya secara online. Sebab, kata dia, seringkali apa yang dihadirkan melalui iklan-iklan online shop di dunia maya tidak memiliki lisensi dan terjamin keasliannya.

Di samping itu, konsumen juga rentan terhadap risiko-risiko, salah satunya seperti pencurian data pribadi. "Konsumen hanya berpatokan pada kemudahan. Tapi belum memikirkan soal data pribadi yang menjadi risiko tinggi dan masalah penipuan yang ada dalam transaksi belanja online," ujarnya.

Lebih lanjut, Tulus juga meminta agar pemerintah serius untuk membuat regulasi yang tidak hanya pro terhadap pasar tetapi juga melindungi hak-hak konsumen dalam melakukan transaksi jual-beli online. Soalnya, menurut dia, konsumen adalah salah satu pilar utama dalam roda perekonomian.

Dan ironisnya, ucap Tulus, "mereka justru jadi subordinat dalam sistem transaksi online dan bahkan roda perekonomian secara keseluruhan."

Baca juga artikel terkait ONLINE SHOPPING atau tulisan lainnya dari Hendra Friana

tirto.id - Ekonomi
Reporter: Hendra Friana
Penulis: Hendra Friana
Editor: Alexander Haryanto