tirto.id - Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) melihat ada banyaknya kejanggalan dalam pengusutan kasus dugaan penistaan agama oleh Gubernur DKI Jakarta nonaktif Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok. Hal itu disampaikan oleh Koordinator Bantuan Hukum YLBHI Julius Ibrani.
Selain itu, dia juga meyakini bahwa Jaksa akan sulit membuktikan kesalahan Ahok di pengadilan, hal itu merujuk pada pasal yang disangkakan kepada Ahok.
Dalam keterangan tertulisnya, Selasa (6/12/2016), Julius menjelaskan, pasal 156a yang disangkakan kepada Ahok tidak tepat karena hal itu bisa melanggar hak asasi manusia.
Ahok dijerat menggunakan Pasal 156a Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dengan ancaman hukuman lima tahun penjara dan Pasal 156 KUHP dengan ancaman hukuman empat tahun penjara.
Menurut dia, dalam konteks hak asasi manusia, Pasal 18 Kovenan Hak Sipil dan Politik yang diratifikasi Indonesia lewat UU No 12 Tahun 2005, telah menjamin kebebasan berpikir, berkeyakinan dan beragama. Kebebasan ini dengan batasan tidak boleh mengganggu hak orang lain untuk berpikir, berkeyakinan dan beragama.
Menurut Julius, perlindungan diberikan kepada orang sebagai subjek, bukan kepada pikiran, keyakinan, atau agama sebagai objek. Sedangkan yang diatur oleh Pasal 156a KUHP ini adalah perlindungan terhadap objek.
"Tidak heran, karena historis pasal ini adalah pasal teror dari pemerintah kolonial Belanda terhadap kelompok agama yang dibangun oleh pribumi di masa itu," kata Julius.
Ia menambahkan, secara doktrin hukum pidana, haruslah dibuktikan dua hal, yakni "mens rea" atau niat, dan "actus reus" atau perbuatan. Terkait "mens rea", mengunggah video tentang kegiatan gubernur ke YouTube tidak ditemukan niat jahat.
"Karena akun resmi Gubernur tersebut dinyatakan sebagai bagian dari transparansi kerja pejabat publik supaya bisa ditonton publik," tegas dia.
Julius memprediksi, sulit untuk menjerat Ahok jika Jaksa menggunakan pasal ini. Di sisi lain, Julius melihat proses penyidikan hingga P21 yang dilakukan polisi dan jaksa luar biasa cepat.
"Kejanggalan belum bisa saya lihat dengan jelas, namun, percepatan proses pemeriksaan dan penetapan tersangka di mana ada sekitar ribuan laporan di kepolisian yang mangkrak (berdasarkan penelitian LBH dan MaPPI), tentu ini menjadi pertanyaan, bahwa apakah ada perlakuan khusus terhadap kasus ini? Apakah karena tekanan massa lewat demonstrasi?" kata Julius.
Untuk diketahui, PN Jakarta Utara menjadwalkan sidang perkara Ahok mulai Selasa pekan depan (13/12) pukul 09.00 WIB. Majelis hakim yang menyidangkan perkara itu meliputi lima hakim yang dipimpin Kepala PN Jakarta Utara Dwiarso Budi Santiarto.
Sementara itu, Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung M. Rum mengatakan polisi sudah melimpahkan berkas perkara tahap kedua dalam kasus penistaan agama dengan tersangka Ahok. Berkas perkara itu terdiri atas 826 halaman yang berisi keterangan dari 30 saksi, 11 ahli dan satu tersangka.
Kejaksaan kemudian mengirimkan berkas perkara itu ke Kejaksaan Negeri Jakarta Utara, yang akan membuat dakwaan untuk persidangan perkara itu di PN Jakarta Utara.
Penulis: Alexander Haryanto
Editor: Alexander Haryanto