Menuju konten utama

WNA Pelaku Kejahatan Siber Raup Keuntungan Rp6 Triliun

Sebanyak 153 pelaku kejahatan siber mendapat keuntungan hingga Rp6 triliun sejak awal 2017.

WNA Pelaku Kejahatan Siber Raup Keuntungan Rp6 Triliun
Petugas kepolisian membawa para tersangka saat rilis sindikat kejahatan "cyber fraud" (penipuan melalui media daring) di kawasan perumahan Graha Famili Blok N1, Surabaya, Jawa Timur, Minggu (30/7). ANTARA FOTO/Moch Asim.

tirto.id - Satgas Khusus Bareskrim Mabes Polri berhasil mengamankan sekitar 153 tersangka dugaan penipuan. Berdasarkan penelusuran kepolisian, mereka sudah beroperasi sejak awal 2017 dan sudah meraup keuntungan hingga Rp6 triliun.

"Menurut info dari kepolisian Cina bahwa kegiatan yang ada di Indonesia sudah sejak awal tahun dilaksanakan itu sudah meraup keuntungan sekitar Rp6 triliun," ujar Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Pol Raden Prabowo Argo Yuwono di Polda Metro Jaya, Jakarta, Senin (31/7/2017).

Argo mengatakan, korban penipuan tidak hanya pejabat, namun juga pengusaha dan masyarakat di Tiongkok. Sayang, ia tidak merinci jumlah korban.

Berdasarkan keterangan para pelaku, mereka mulai mendatangi Indonesia dengan menggunakan visa perjalanan. Begitu tiba di Indonesia, mereka melakukan pengumpulan informasi secara ilegal. Mereka menggunakan kemampuan IT untuk mendapat data dari dunia maya.

Setelah itu, mereka melakukan profiling calon korban, mulai dari pejabat hingga pengusaha yang terjerat kasus hukum. Kemudian, mereka menggunakan data tersebut dan menghubungi pihak korban dengan mengaku sebagai jaksa atau polisi. Mereka pun meminta imbalan agar kasus tersebut tidak dibuka.

Baca juga: WNA yang Terlibat Kejahatan Siber akan Diserahkan ke Cina

Dirtipidsiber Bareskrim Mabes Polri Brigjen Pol Fadhil Imran mengaku angka Rp6 triliun bukan berasal penghitungan Indonesia. Ia mengatakan penghitungan berasal dari kepolisian Tiongkok.

"Informasi dari kepolisian Cina bukan dari kita," kata Fadhil di Polda Metro Jaya, Jakarta, Senin (31/7/2017).

Fadhil pun tidak mendapat data siapa saja nama-nama korban sindikat ini. Mereka tidak mendapat data rinci, namun ia memastikan korban dari berbagai kalangan. "Masyarakat aja dan perusahaan," kata Fadhil.

Ia menambahkan, para pelaku ini kebanyakan menyasar perusahaan yang asetnya tidak berimbang.

Wakil Kepala Satgas Khusus Bareskrim Mabes Polri Kombes Pol Herry Heriawan mengatakan para tersangka sudah menjadi buronan polisi Tiongkok sejak 1 bulan yang lalu. Ia membenarkan kalau pelaku sudah merugikan Rp6 triliun dan lokasi pengungkapan tidak hanya tiga titik.

Baca juga: 74 Pelaku Kejahatan Siber di Surabaya Langgar Keimigrasian

"Itu total untuk kerugian untuk satu tahun saja, khusus untuk tiga TKP, sebenarnya ada empat TKP di Batam. Itu kerugian sekitar 6T," kata Herry di Polda Metro Jaya, Jakarta, Senin (31/7/2017).

"Kalau total selama satu tahun untuk keseluruhan tiongkok itu total ada 26T yang dirugikan. Jadi bisa dibayangkan kalau penduduk cina ada 2,5M ambil 10 persen saja sudah berapa yang kena tipu atau berapa kerugiannya," lanjut Herry.

Pria yang juga Kapolresta Depok ini mengklaim, korban penipuan sudah mencapai jutaan orang. Oleh karena itu, tim siber Tiongkok ikut terlibat untuk melakukan pengungkapan kasus cyber fraud (penipuan melalui media daring) ini.

Sayang, Herry enggan merinci modus pelaku melakukan kejahatan. Ia hanya menjelaskan kalau para pelaku menggunakan antena. Mereka pun berani menyewa satu rumah kosong untuk ditempatkan sebagai router yang terhubung ke rumah mereka sehingga pelaku bisa beraktivitas dengan baik.

Baca juga: Polisi Buru WNI Penyedia Tempat Kejahatan Siber

Seperti diketahui, kepolisian menangkap 148 WNA yang melakukan tindak pidana penipuan. Mereka ditangkap di Jakarta, Surabaya, dan Bali, Sabtu (28/7/2017). Di Jakarta, mereka menangkap 29 orang, 92 orang di Surabaya, dan 32 orang di Bali. Mereka juga melakukan operasi di Batam, tetapi para pelaku sudah meninggalkan Batam. Berdasarkan informasi, sekitar 5 orang WNI juga ikut dalam aksi tersebut.

Baca juga artikel terkait KEJAHATAN SIBER atau tulisan lainnya dari Andrian Pratama Taher

tirto.id - Hukum
Reporter: Andrian Pratama Taher
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Dipna Videlia Putsanra