tirto.id - Indonesia dan Singapura menyepakati kerja sama di bidang pariwisata khususnya di bidang kapal pesiar. Sejak lama, Indonesia hanya menjadi pasar dari bisnis kapal pesiar Singapura yang terus berkembang.
Minggu lalu, Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Perdana Menteri Singapura Lee Hsien Loong, menjadi saksi penandatanganan nota kesepahaman kerja sama bidang pariwisata antara Menteri Pariwisata Arief Yahya dan Menteri Perdagangan dan Industri Singapura Iswaran di sela-sela pertemuan bilateral kepala pemerintahan di Wisma Perdamaian, Semarang, Jawa Tengah.
Singapura sudah menunjukkan minat untuk menjalin kerja sama dalam pengembangan wisata kapal pesiar sejak 2010. Namun, Indonesia saat itu masih memperhitungkan untung rugi dalam mengembangkan wisata yang dianggap mewah ini. Kini, pemerintah mulai menyadari potensi wisata kapal pesiar yang besar.
Potensi Kapal Pesiar
Indonesia menjadi salah satu negara dengan potensi wisata kapal pesiar tertinggi di Asia. Pada 2014, Indonesia masuk dalam 10 negara tujuan paling banyak dikunjungi kapal pesiar di Asia. Dua potensi wisata kapal pesiar terbesar yang dimiliki Indonesia adalah Indonesia sebagai konsumen dan sebagai destinasi wisata.
Sebagai konsumen, ada banyak masyarakat Indonesia yang berpotensi menjadi penumpang kapal pesiar. Berdasarkan data dari Cruise Lines International Association, pada 2015 ada lebih dari 40 ribu ribu penumpang kapal pesiar dari Indonesia. Jumlah ini naik 37 persen dari 2012. Rata-rata orang Indonesia yang memilih berwisata dengan kapal pesiar berusia 44 tahun dan memilih wisata yang berdurasi 6 malam.
Sedangkan, potensi Indonesia sebagai destinasi, artinya kepulauan Indonesia menjadi salah satu tujuan yang dilewati kapal pesiar. Selama 2015, berdasarkan catatan Pelindo III Indonesia disinggahi sekitar 130 kapal pesiar, ada kenaikan 4 kapal pesiar dari tahun sebelumnya. Durasi perjalanan kapal pesiar di Indonesia pun beragam. Ada yang 2-3 malam, ada yang 4-6 malam, ada juga yang 14-20 malam. Pada tahun yang sama, sebagian besar wisatawan kapal pesiar memilih durasi 7-13 malam di Indonesia. Semakin lama maka jumlah destinasi yang disinggahi makin banyak, dan berpotensi mendorong ekonomi lokal.
Kapal pesiar dengan rute Hong Kong-Singapura-Filipina-Indonesia-Singapura selama ini banyak mengisi pasar wisatawan kapal pesiar di Indonesia termasuk di Pelabuhan Benoa, Bali. Salah satu kapal pesiar yang memiliki rute ini adalah kapal Diamond Princess milik Diamond Cruises. .
Hampir semua destinasi wisata di Indonesia bisa dikunjungi via laut, seperti Pulau Weh di Aceh hingga Raja Ampat di Papua. Tentu ini adalah potensi besar bagi Indonesia. Selain kapal pesiar, keindahan alam Indonesia juga mengundang yachter atau pelaut perahu pesiar dari berbagai negara.
"Yachter itu mencari keindahan dan kekayaan alam bahari dan daratannya, Indonesia punya itu," kata Asisten Deputi II Jasa Kemaritiman, Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman Okto Irianto, seperti dilaporkan Antara.
Daya tarik wisata kapal pesiar di Indonesia tak hanya wisata alam yang indah, Indonesia juga berpotensi pada wisata budaya. Kondisi ini ditopang oleh keadaan musim yang jadi faktor penting dalam wisata kapal pesiar. Pada musim dingin dan salju biasanya kapal sulit berlayar sehingga pada musim-musim tersebut tidak ada rute palayaran. Sedangkan Indonesia tidak memiliki musim dingin. Iklim Indonesia yang tropis memungkinkan kapal pesiar untuk belayar kapan saja.
Potensi yang besar ini baru akan dikembangkan oleh pemerintah. Berdasarkan data dari kementerian pariwisata, sejauh ini wisata bahari (maritim) di Indonesia baru menyumbang 35 persen dari pendapatan devisa.
Kendala
Wisata kapal pesiar sebuah hal biasa bagi mereka yang tinggal di Amerika. Wisata ini belum terlalu populer di Indonesia. Apa sebabnya?
Wisata dengan kapal pesiar seringkali dianggap sebagai liburan mewah yang dengan tiket pelayaran yang selangit. Harga bepergian dengan kapal pesiar memang tidak murah untuk ukuran orang Indonesia. Untuk kapal Princess Cruises misalnya, paket paling murah untuk rute Singapura-Penang-Kuala Lumpur dengan masa pelayaran 3 hari, bertarif 464 dolar Singapura atau Rp4,5 juta per orang untuk kamar interior stateroom alias yang tak ada jendela ke laut atau balkon.
Selain itu, wisata kapal pesiar juga seringkali dianggap sebagai wisata yang kurang maksimal dibanding wisata pada umumnya. Ada anggapan dari sebagian orang, berwisata dengan kapal pesiar hanya akan menghabiskan waktu di kapal dan laut.
Namun, faktor utama karena infrastruktur di Indonesia yang belum memadai. Secara umum, industri wisata dalam negeri umumnya memang terkendala di infrastruktur yang kurang memadai. Suatu daerah agar bisa disinggahi sebuah kapal pesiar, setidaknya memiliki pelabuhan berkapasitas besar dengan kedalaman laut sekitar 18 meter.
Pelabuhan yang terdapat di daerah wisata seperti di Pulau Komodo misalnya, hanya bisa diakses dengan kapal yang berukuran kecil. Padahal, menurut Ketua Asosiasi Kongres dan Konvensi Indonesia (INCCA) Bali, Ida Bagus Lolec Surakusuma, pemilik kapal pesiar banyak menjadikan keindahan panorama alam objek wisata Pulau Komodo di Nusa Tenggara Timur (NTT).
Rute kapal pesiar juga menjadi persoalan. Untuk rute panjang Hong Kong-Singapura-Filipina-Indonesia (Pulau Komodo dan Bali)-Singapura membutuhkan waktu selama dua minggu. Rute yang terlalu panjang menyebabkan waktu singgah di setiap destinasi yang dikunjungi wisatawan kapal pesiar itu menjadi sangat singkat. Sehingga kadang operator kapal pesiar memilih rute yang lebih pendek, yaitu Singapura-Malaysia-Thailand-Vietnam.
Persoalan regulasi juga sempat menjadi hambatan geliat bisnis kapal pesiar di Indonesia. Pada masa lalu ketentuan azas cabotage menghambat perkembangan bisnis ini. Namun, sejak tahun lalu, persoalan ini sudah selesai saat ada kelonggaran dari pemerintah. Pemerintah juga harus pandai mendekati operator kapal pesiar di dunia, saat pemain lokal masih minim.
Dengan segala perbaikan oleh pemerintah, Indonesia bisa menjadi destinasi utama bagi wisata kapal pesiar atau mampu bersaing di wisata kapal pesiar dunia, seperti di Kepulauan Karibia. Jadi, tak ada alasan lagi kapal pesiar Indonesia tak berkembang. Kerja sama dengan Singapura jadi pijakan awal untuk mengibarkan geliat pelesir dengan kapal pesiar.
Penulis: Yantina Debora
Editor: Suhendra