tirto.id - Pada November 2012, sekitar setengah lusin mobil berkumpul di landasan Bandara Laguardia, New York. Para polisi menahan seorang pria berusia 30 tahun yang menolak untuk mematikan ponselnya ketika berada di landasan pacu. Pada September di tahun yang sama, seorang penumpang ditangkap setelah menolak untuk mematikan ponsel ketika pesawat akan mendarat di El Paso. Seorang pria di Chicago juga ditangkap karena menggunakan iPad selama lepas landas jelang satu bulan setelahnya.
Pelbagai peristiwa tadi menunjukkan dua hal, yaitu soal upaya manusia menekan risiko gangguan penerbangan dari aktifnya gadget dengan jaringan internet selama di udara. Hal lainnya yaitu manusia modern memang tak mudah bisa lepas dari ponsel pintarnya serta jaringan internet di mana pun mereka termasuk saat mengudara. Survei Tata Communications menemukan penduduk global memiliki ikatan emosional yang kuat dengan internet dan menghabiskan sebagian besar waktunya untuk menggunakan internet dalam kehidupan sehari-hari mereka.
Secara global, rata-rata masyarakat dunia menghabiskan 5,1 jam untuk mengakses internet setiap harinya. Selain itu sekitar 7 persen penduduk global menghabiskan lebih dari 12 jam untuk mengakses internet. Sebanyak 22 persen penduduk dunia terkoneksi dengan internet 6-12 jam. Selain itu, sekitar 64 persen hanya menghabiskan 1-6 jam dan hanya 8 persen penduduk global yang mengakses internet di bawah 1 jam.
Melihat kenyataan ini, maskapai penerbangan dunia mulai menyediakan layanan internet di ketinggian, tentunya dengan ketentuan soal keselamatan yang terukur. Layanan internet yang diberikan yaitu WiFi yang selama ini sudah akrab dengan kehidupan netizen saat di darat.
Emirates adalah maskapai pertama yang memperbolehkan penumpang menggunakan ponsel dalam penerbangan sejak 2007. Dalam penerbangan dengan rute tujuan Eropa, Afrika, dan Australia, maskapai ini mengizinkan kepada penumpang untuk melakukan panggilan dan mengirim pesan teks seperti SMS dengan menggunakan sistem AeroMobile.
Namun dalam perkembangan teknologi, kini maskapai penerbangan dunia mulai ikut menerapkan sistem yang memberi tak hanya SMS atau panggilan telepon tetapi juga dapat berselancar di dunia maya dari ketinggian 35.000 kaki. Layanan WiFi di penerbangan memang masih sangat menerapkan prinsip kehati-hatian agar tak mengganggu penerbangan.
Di Indonesia, layanan telekomunikasi yang menggunakan WiFi hanya boleh digunakan pada saat pesawat sudah terbang di atas ketinggian 10.000 kaki. Artinya, tetap dilarang menggunakan WiFi pada saat take off maupun landing. Ketentuan ini diterapkan pada maskapai penerbangan Garuda Indonesia.
Garuda Indonesia adalah salah satu maskapai dalam negeri yang sudah menyediakan layanan internet dalam beberapa rute penerbangan sejak Juli 2013. Namun tak semua pesawat milik Garuda Indonesia menyediakan layanan WiFi in-flight. Hanya jenis pesawat Boeing 777-300ER atau Airbus 330-200/300 yang memiliki layanan WiFi.
Di kawasan ASEAN, selain Garuda Indonesia, ada juga Thai Airways yang menyediakan layanan WiFi namun hanya pada pesawat tipe Airbus A330-300 dan A380-800. Sedangkan Vietnam Airlines menyediakan layanan WiFi pada pesawat tipe Boeing 787 dan Airbus A350.
Maskapai Cina yakni Air China juga memiliki layanan WiFi. Layanan WiFi dapat dinikmati pada 289 rute penerbangan internasional. Mulai dari Asia ke Timur Tengah, Eropa Barat hingga Amerika Utara. Namun WiFi ini hanya bisa digunakan pada laptop dan belum bisa digunakan pada smartphone.
Layanan WiFi dalam penerbangan tentu menjadi kabar baik bagi mereka yang tak bisa lepas dari jaringan internet. Namun, permasalahan yang kemudian muncul adalah bahwa penumpang pesawat harus merogoh kantong lebih dalam untuk dapat menggunakan WiFi selama penerbangan. Biasanya para maskapai rata-rata hanya menyediakan gratis kapasitas internet 10 MB. Garuda Indonesia misalnya, memberi layanan gratis WiFi in-flight pada pelanggan first class. Sedangkan kelas eksekutif dan kelas ekonomi harus membayar 11,9 dolar AS untuk satu jam berselancar di dunia maya.
Sedangkan Thai Airways yang telah mengoperasikan lebih dari 75 rute penerbangan di 35 negara memberi beban biaya WiFi 4,5 dolar AS untuk kuota 3 MB. Sedangkan 14,5 dolar AS untuk kuota internet sebesar 10 MB. Sayangnya layanan ini hanya dapat digunakan untuk pelanggan kelas bisnis.
Biaya internet yang mahal ini berbanding terbalik dengan kecepatan internetnya. Menurut laporan The Telegraph, lambatnya koneksi internet selama penerbangan karena jumlah perangkat yang menggunakan WiFi terus bertambah. Satu orang penumpang dapat membawa 3 perangkat yakni smarthphone, tablet dan laptop.
Pada 2009, ketika perusahaan broadband untuk pesawat, Gogo merilis layanan WiFi di pesawat kecepatan 3Mbps sudah cukup untuk beberapa laptop yang dibawa penumpang saat itu. Kini, meski dengan kecepatan 12Mbps tak mampu menampung pengakses internet selama penerbangan.
WiFi dan Makanan
Menunggu di bandara untuk penerbangan yang tertunda kadang menyebalkan, tetapi menunggu tanpa memiliki jaringan internet dapat menjadi kondisi makin tak menyenangkan. Begitu pula saat mengudara, menunggu penerbangan yang membutuhkan waktu belasan jam butuh kesabaran. Ini karena orang tak sabar untuk cepat sampai ke tujuan salah satunya ingin terkoneksi dengan jaringan internet.
Sebuah survei berjudul In-Flight Connectivity Survey oleh Inmarsat dan GfK pada 2016 mengungkapkan bahwa kebutuhan terhadap WiFi tak kalah penting dibandingkan kebutuhan akan makanan maupun minuman dalam suatu penerbangan.
Hasil survei pada 27 negara di dunia didapatkan bahwa 92 persen penumpang menginginkan adanya inflight broadband. Selain itu sekitar 54 persen penumpang akan memilih untuk tetap online selama penerbangan dibandingkan makan.
Sedangkan survei Honeywell Aerospace terkait koneksi internet dalam penerbangan mengungkapkan sebanyak 37 persen penumpang akan marah jika penerbangan berikutnya tak memiliki WiFi. Hal itu tak jauh berbeda dengan 35 persen yang akan kecewa jika tak ada makanan yang dapat dibeli dalam penerbangan.
“Anda dapat mengepak makanan Anda, tetapi Anda tidak dapat mengepak WiFi Anda sendiri. Industri penerbangan komersial harus memperhatikan untuk memenuhi tuntutan penumpang, memberi mereka kebebasan untuk tetap terhubung kapanpun di manapun mereka inginkan......,” kata Marketing dan Produk Manajemen Honeywell Aerospace, Jack Jacobs, seperti dikutip Honeywell.com.
Dunia penerbangan adalah bisnis jasa yang mengandalkan pelayanan. Pada masa lalu layanan selama penerbangan cukup dengan makanan dan minuman, lalu berkembang ke layanan multimedia seperti musik dan video, dan tentunya kini jaringan internet dengan WiFi on board. Di masa mendatang, sangat mungkin layanan penerbangan plus fasilitas WiFi sudah hal yang biasa bagi penumpang saat berada di udara dengan ketinggian ribuan kaki.
Penulis: Yantina Debora
Editor: Suhendra