tirto.id - Meski masih mengalami sejumlah tantangan terkait penjualan layaknya manga di Jepang, industri manhwa melalui webtoon kini tengah bergerak menjadi kekuatan ketiga dari gelombang kebudayaan Korsel selain K-pop dan drama dalam beberapa tahun terakhir.
Bagi yang belum familiar, manhwa adalah sebutan untuk komik asal Korea Selatan. Sementara webtoon merupakan manhwa digital yang didistribusikan via internet.
Kamis (17/01), salah satu boyband Korsel paling tersohor BTS (Bangtan Sonyeondan) merilis serial webtoon berjudul “Save Me”, bekerja sama dengan Naver di platform mereka yang juga bernama Webtoon.
Menurut sinopsisnya, kisah manhwa digital “Save Me” ini sendiri cukup sederhana, yakni mengenai kisah tujuh orang pria yang bersahabat namun berpisah untuk memulai jalan hidup berbeda yang berujung pada penderitaan. Salah seorang dari mereka kemudian secara magis diberi kesempatan untuk kembali ke masa lalu, menolong teman-temannya memperbaiki jalan hidup masing-masing.
Yang menarik sesungguhnya bukan cerita dari webtoon itu, namun status BTS sebagai bukan boyband biasa. Album mereka yang berjudul Wings, misalnya, sempat bertengger di peringkat 26 dalam daftar Billboard 200, peringkat tertinggi yang pernah dicapai album K-Pop hingga 2016.
Rekor ini kemudian mereka pecahkan sendiri melalui album Love Yourself: Tear dan Love Yourself: Answer. Keduanya sempat mencapai posisi puncak pada daftar tersebut di 2018.
Pertanyaannya: Mengapa agensi BTS, Big Hit entertainment, masih merasa perlu menerbitkan manhwa terkait boyband yang sudah sedemikian tenar itu melalui Webtoon?
Keputusan BTS dan agensinya boleh jadi berkorelasi dengan studi Jang Wonho dan Song Jung Eun dari University of Seoul berjudul “Webtoon as a New Korean Wave in The Process of Glocalization” (2017).
Dalam studi itu, Jang Wonho dan Song Jung Eun berpendapat bahwa webtoon dalam beberapa tahun terakhir telah bertransformasi menjadi salah satu konten gelombang Korea (Korean Wave/Hallyu) yang tengah naik daun.
Setidaknya dalam satu dekade terakhir, industri webtoon memang menunjukkan potensi pertumbuhan global yang masif. Salah satu indikasinya adalah peningkatan besar-besaran pasar webtoon di seluruh dunia di tengah pasar komik cetak yang terus menurun.
“Besar pasar global dari komik kartun cetak diperkirakan mencapai 58,65 juta dolar Amerika Serikat, dan webtoon sekitar 7,07 juta dolar AS pada 2017. Namun, ukuran pasar global komik kartun cetak terus menurun sementara pasar webtoon global meningkat tajam,” tulis Wonho dan Jung Eun, mengutip tulisan Ha Kyung Mang berjudul “Webtoon Hallyu will win over global comics market”.
Masih dari data yang sama, besar pasar global dari komik cetak pada 2011 sebesar $72,01 juta. Webtoon hanya berkisar $3,3 juta pada tahun yang sama. Pasar webtoon diprediksi naik menjadi $8,4 juta pada 2019, berbanding terbalik dengan besar pasar komik kartun cetak yang menurun jadi $54,97 juta.
Popularitas webtoon di Indonesia juga cukup besar. Daftar pengguna aktif LINE Webtoon buatan Naver di Indonesia pada 2018, seperti dilansir Tech in Asia, mencapai 17 juta pengguna aktif per bulan.
Angka ini tumbuh pesat dari tahun 2016. Seperti diungkapkan kreator Webtoon Kim JunKoo di ajang Popcon Asia pada Agustus 2016, pada tahun itu Indonesia memiliki sekitar 6 juta pengguna aktif.
Sebagai catatan, webtoon bukanlah monopoli Naver melalui Webtoon. Salah satu penyedia layanan webtoon besar lainnya adalah Daum Kakao. Masih dari Wonho dan Jung Eun, jika Webtoon menawarkan webtoon dalam bahasa Cina, Taiwan, Thailand dan Indonesia, Daum Webtoon menawarkan webtoon hanya dalam bahasa Inggris dan Cina.
Saking populernya, banyak dari webtoon ini dibuat ulang dalam format film dan bahkan drama. Salah satu yang cukup terkenal adalah drama berjudul “What’s Wrong With Secretary Kim” yang ditayangkan oleh Netflix. Drama itu diangkat dari novel dan webtoon berjudul sama yang populer terlebih dahulu.
Proses Global Lokal
Dal Yong Jin dalam studinya berjudul “Digital Convergence of Korea’s Webtoons: transmedia storytelling” (2015) memaparkan pembagian webtoon dalam tiga generasi. Karya generasi pertama muncul pada 2000-an dan bersumber dari catatan harian bergambar di homepage personal para kartunis Korsel. Di tahun-tahun inilah sebutan webtoon lahir.
Generasi kedua lahir ketika portal-portal internet mulai lahir, salah duanya Naver dan Daum. Daum membuat portal webtoon pada 2003, sementara Naver pada 2004. Pada tahun-tahun inilah seniman webtoon mulai mendapat bayaran.
Lahirnya generasi ketiga ditandai dengan kemunculan gawai pintar. Pada generasi inilah pertumbuhan industri webtoon melonjak tinggi. Menurut Yong Jin, ketika Naver menerbitkan webtoon pada 2005, hanya sekitar 10.000 orang yang menikmati layanan tersebut per harinya. Pada Agustus 2014, jumlah pengunjung layanan webtoon milik Naver mencapai 6,2 juta per hari.
Sebagai catatan, yang membedakan webtoon dengan komik asal negara lain salah satunya adalah proses penyajiannya. Jika manga Jepang dibaca secara horizontal dari kanan ke kiri, webtoon dibaca dari atas ke bawah tanpa putus.
Masih dari Jang Wonho dan Song Jung Eun, manhwa pada awalnya terpengaruh gaya komik-komik asing yang lebih dahulu populer secara internasional. Namun, ketika model webtoon mulai muncul, manhwa memasukkan banyak karakter khas masyarakat Korea.
Popularitas webtoon membuatnya dikonsumsi dan diadopsi oleh masyarakat di belahan dunia lain. Salah satu cara yang digunakan oleh penyedia layanan agar webtoon juga terasa lokal adalah menggelar kontes dan edukasi untuk kreator lokal.
Di Indonesia, misalnya, Naver menyelenggarakan “Challenge League and Super Hero Contest” yang memungkinkan para kreator terpilih mengunggah karya mereka di LINE Webtoon besutan perusahaan teknologi tersebut.
Beberapa karya seniman komik Indonesia yang diterbitkan di platform LINE Webtoon pun turut populer. Salah satunya adalah serial berjudul “Terlalu Tampan” karya Mas Okis dan S.M.S. Tidak hanya diterjemahkan ke bahasa Thailand dan Jepang, serial ini juga diangkat ke layar lebar dengan judul sama dan akan dijadwalkan tayang pada 31 Januari 2019.
Masih dari Jang Wonho dan Jung Eun, sejumlah seniman webtoon Korea juga membangun studio dan mengunggah karya webtoon mereka di platform lokal negara-negara luar Korsel.
“Dengan cara ini, webtoon Korea dikonsumsi secara transnasional ... Ini menunjukkan contoh yang jelas tentang ... penciptaan kembali budaya glocal,” jelas mereka.
Kendati industri webtoon tampak melesat, seperti dilaporkan oleh Korea JoongAng Daily, industri manhwa cetak mengalami krisis penjualan yang didorong oleh unduhan ilegal serta menyusutnya besaran pasar manhwa cetak. Situasi ini sama halnya seperti yang dialami oleh industri manga Jepang.
Namun, tidak seperti industri manga yang didukung sungguh oleh pemerintah Jepang, industri manhwa, utamanya webtoon, tidak mendapat dukungan terlalu berarti dari Pemerintah Korea. Yong Jin menuliskan, sebagian penyebabnya adalah karena para seniman webtoon dan manhwa “bekerja sebagai individu, bukan korporasi”.
“Kurangnya kebijakan pemerintah di sektor webtoon, baik legal maupun finansial, adalah hal yang tidak biasa, mengingat pemerintah Korea kontemporer telah mengupayakan kebijakan langsung yang kuat untuk mengembangkan dan melanjutkan gelombang Korea yang ada saat ini,” tulis Yon Jin.
Editor: Windu Jusuf