tirto.id - Facebook merupakan salah satu media sosial paling populer saat ini. Hingga kuartal 2 tahun ini, Facebook sudah memiliki lebih dari 2 miliar pengguna aktif bulanan. Ini artinya, pengguna Facebook hampir setara dengan seperempat penduduk dunia.
Angka tersebut memang terlihat fantastis. Namun, jika merujuk platform serupa dengan Facebook yang pernah jaya, semisal Friendster dan MySpace, Facebook tentu tak bisa jumawa. Baik Friendster maupun MySpace, pernah menikmati puncak kejayaan sebagai platform media sosial populer. Friendster pernah mendominasi kawasan Asia Tenggara, sedangkan MySpace, di medio 2008, sempat memiliki basis pengguna hingga 75,9 juta. Sayangnya, kedua platform tersebut gagal bertahan. Friendster diketahui telah bubar, sedangkan MySpace, meski masih bertahan, sudah tak berkutik mengejar ketertinggalan dari Facebook.
Facebook harus belajar banyak dari nasib para pendahulunya. Apalagi, ada penelitian yang menyebutkan bahwa Facebook bisa saja tidak panjang usia. Penelitian itu dilakukan oleh John Cannarella dan Joshua Spechler dari Princeton University di tahun 2014 lalu. Hasil penelitian menyebutkan bahwa media sosial Facebook, akan ditinggalkan hingga 80 persen penggunanya antara tahun 2015 hingga 2017.
Prediksi ambruknya Facebook tersebut memang cukup menghentak dan kontroversial kala kali pertama dipublikasikan. Menghentak karena saat penelitian dipublikasikan, Facebook telah berada pada tahapan berjaya, menggeser segala pesaingnya. Terlebih, tak ada tanda-tanda raksasa itu akan ambruk.
Namun, prediksi tersebut tidak bisa diremehkan dan bisa saja terjadi jika Facebook tidak berbuat sesuatu. Facebook tidak berdiam diri. Mereka meluncurkan serangkaian layanan agar platform mereka tidak ditinggalkan penggunanya.
Salah satu upaya Facebook tetap di lajur kesuksesan, ialah dengan strategi “fast follower.” Dengan strategi itu, apabila terdapat kompetitor yang mengancam, Facebook akan mengeluarkan dua jurus. Membeli sang kompetitor atau menyalin fitur yang ditawarkan kompetitor. Instagram dan WhatsApp, adalah buah dari strategi pertama Facebook. Sedangkan SnapChat, merupakan kompetitor yang terkena jurus ke-dua. Diketahui, banyak fitur-fitur SnapChat yang dijiplak oleh facebook.
- Baca juga: Cara Facebook Melawan Hantu SnapChat
Watch merupakan kanal khusus atau tab khusus di platform itu yang hanya menampilkan konten-konten video. Konten-konten video memang tengah mengalami peningkatan pesat. Youtube dan Netflix merupakan dua pemain utama. Merujuk data Statista, pada Juli 2015, setiap menit, diunggah video setara durasi 400 jam pada platform itu.
Merujuk riset yang dilakukan Tim Riset Tirto, bagi generasi Z di Jawa dan Bali, 8,2 persen responden mengaku menjadikan Youtube sebagai referensi pencarian berita. Lainnya, Statista mencatat, Youtube menjadi salah satu dengan 32 persen responden mengungkapkan bahwa platform itu, menjadi sumber utama bagi pemain gim, untuk memperoleh info terbaru perihal video gim. Terakhir, platform konten video itu, dijadikan 82 persen responden sebagai rujukan mendengarkan musik. Dengan kata lain, Youtube merupakan raksasa video yang eksistensinya mengancam Facebook.
Hampir mirip dengan Youtube, Netflix merupakan raksasa video lain di segmen bisnis berlangganan. Dari data yang dipublikasikan Statista, hingga kuartal-2 tahun ini, terdapat 103,95 juta orang yang berlangganan layanan streaming video premium itu. Netflix memang menjadi raja layanan streaming online berbayar. Selain membeli royalti sinema atau film Hollywood populer, Netflix juga memproduksi tayangannya sendiri. Nama-nama seperti Sense8, 13 Reason Why, dan Daredevil merupakan serial buatan Netflix yang sukses mendatangkan penggemar.
Facebook tentu tak menginginkan platformnya kalah dari dua raksasa itu. Watch merupakan sebuah gabungan antara Youtube, Netflix, dan kekuatan komunitas media sosial. “Beberapa (video) akan dibuat oleh kreator profesional, dan video lainnya akan (dibuat) oleh orang-orang biasa (pengguna Facebook),” ungkap Zuckerberg. Ia menambahkan, "Anda dapat mengirim chat dan terkoneksi (berinteraksi) dengan orang-orang (baik teman maupun pengguna Facebook lain) selama episode (berlangsung)."
Lebih lanjut, Daniel Danker, Director of Product Facebook dalam publikasi di blog resmi perusahaan itu mengungkapkan bahwa Watch, akan memiliki beberapa fitur serupa Youtube seperti “Trending” yang dalam istilah Facebook, menggunakan istilah “Most Talked About.” Lainnya, karena Watch terintegrasi langsung dengan kekuatan komunitas media sosial, akan ada fitur lain semisal “What Friends Are Watching.”
Sementara menurut Techcrunch, akan ada beberapa konten premium yang tersedia di Watch. Misalnya, Major League Baseball, David Lopez’s "My Social Media Life", National Geographic’s "Safari Live", hingga NASA’s ‘Science @ NASA’. Dari konten-konten premium itu, Facebook menawarkan skema bisnis 55-45, di mana 55 persen keuntungan dari iklan akan masuk ke kantong pembuat konten dan 45 persen akan masuk ke kas Facebook.
Facebook memang sedang berencana membidik kesuksesan pesaing mereka di bidang penyedia konten video. Tentu, strategi keberlangsungan Facebook, tak hanya dilakukan di ranah konten atau fitur. Demi mengejar ketertinggalan dengan Amazon, Google, dan Apple, Facebook dikabarkan tengah berupaya membuat perangkat speaker pintar.
Tentu, langkah-langkah Facebook tersebut, merupakan upaya mereka menjauhkan nasib buruk layanan serupa Facebook yang pernah tumbang. Friendster dan MySpace, merupakan contoh baik bagaimana sebuah platform yang tidak mau berubah, tergerus oleh perkembangan zaman.
Baca juga
Penulis: Ahmad Zaenudin
Editor: Nurul Qomariyah Pramisti