tirto.id - Kejaksaan Tinggi Jawa Timur menangkap mantan menteri BUMN Dahlan Iskan pada 27 Oktober karena diduga terlibat dalam kasus korupsi penjualan aset Panca Wira Usaha, BUMD milik Pemprov Jatim. Seperti banyak diketahui, sebelum terjun ke dunia layanan publik Dahlan adalah pemimpin yang membesarkan Jawa Pos Grup selama puluhan tahun.
Menarik untuk memeriksa apa yang dikabarkan grup media yang dibangunnya terkait kasus ini.
Keberpihakan media yang membela pemilik yang terlilit sebuah kasus bukan hal baru. Dari bungkamnya Viva Group dalam kasus Lapindo, keengganan MNC Group memberitakan kasus Mobile 8, hingga Media Group yang tidak tertarik memberitakan kasus korupsi bansos Sumatera Utara.
Di luar negeri pun hal sama terjadi. Di Italia, Mediaset mati-matian membela mantan perdana menteri Silvio Berlusconi yang terlibat korupsi dan skandal seks. Di Turki, Daily Sabah sama sekali tidak pernah mengusik AKP dan Recep Tayeep Erdogan. Cerita di atas jadi penegas bahwa media bisa dijadikan tameng membela diri.
Jawa Pos Grup atau JP Grup adalah perusahaan media yang menaungi lebih dari 151 surat kabar daerah dan nasional serta tabloid, majalah, dan televisi lokal yang tersebar dari Aceh hingga Papua. Kekuatan utama kelompok media ini adalah surat kabar daerah yang beredar hingga pelosok-pelosok. Dahlan Iskan punya andil besar menyebarkan hegemoni Jawa Pos ke daerah-daerah.
Lalu seberapa besar sebenarnya perhatian media entah itu media JP Grup atau non-JP Grup terhadap isu penangkapan Dahlan ini?
Untuk melihat itu kita bisa mengambil data dari Binokular—sebuah platform monitoring surat kabar yang memantau lebih dari 400 surat kabar di Indonesia. Data dari Binokular mencatat setidaknya 39 koran di seluruh Indonesia kemarin (28/10/2016) memberitakan penangkapan Dahlan Iskan.
Sebelas di antaranya bukan koran yang berafiliasi dengan JP Grup seperti Surabaya Pagi, Kedaulatan Rakyat, Analisa Daily, Pos Kota, Harian Singgalang, Jakarta Post, Andalas, Solo Pos, Sindo Jatim, Medan Bisnis dan Media Indonesia.
Kadar jumlah artikel pada tiap koran pun berbeda-beda. Surabaya Pagi menurunkan empat artikel sekaligus di halaman depan, Kedaulatan Rakyat dua artikel, dan media-media lain non-JP Grup hanya satu artikel.
Jika ditilik dari judul pemberitaan ada yang kecenderungannya bernada positif, netral ataupun negatif.
Media Indonesia menulis judul "Dahlan Iskan Ditahan Terkait Pelepasan Atlet", The Jakarta Post menulis "Dahlan Claims Politics Behind His Arrest," Analisa Daily memilih judul "Dahlan Mengaku Ditahan karena Tanda Tangan," Sindo Jatim lebih sedikit galak "Tersangka! Dahlan langsung ditahan," sedangkan judul provokatif diturunkan Surabaya Pagi: "Dari 3 bidikan Korupsi, Dahlan tak berkutik hadapi Maruli."
Bagi media cetak nasional secara umum, isu penangkapan Dahlan tak begitu menarik perhatian. Koran sekelas Tempo, Kompas, Bisnis Indonesia, Republika, dan Pikiran Rakyat lebih memilih isu Jessica Kumala Wongso atau isu lain untuk menghiasi halaman depan mereka tinimbang penangkapan Dahlan.
Media online pun sama. Penyaringan yang dilakukan mesin TirtoID terhadap 10 media online terbesar di Indonesia menemukan total pemberitaan kasus korupsi Dahlan pada 28 Oktober hingga jam 12 siang hanya berjumlah 67 berita—angka yang terhitung biasa saja, jika bukan kecil, dibandingkan pemberitaan isu pemilihan Gubernur DKI Jakarta yang bisa tembus 300 berita dalam satu hari.
Sikap berbeda dilakukan media-media Jawa Pos Grup. Surat kabar yang berafiliasi dengan Jawa Pos Grup di kota-kota besar di Indonesia seperti Sumatera Ekspres (Palembang), Fajar (Makassar), Padang Ekspres (Padang), Batam Pos (Batam), Kaltim Pos (Samarinda), Radar Bandung (Bandung), Lombok Post (Lombok), Radar Banten, Rakyat Merdeka, Indopos,Radar Bogor, Tangerang Ekspres (Jabodetabek) memberitakan peristiwa yang menimpa Dahlan dengan nada membela sekaligus agresif mempersoalkan penetapan status tersangka Dahlan.
Bahkan afiliasi mereka di Papua seperti Cendrawasih Pos (Jayapura) dan Radar Timika (Timika) melakukan hal sama. Data Binokular mencatat ada 28 surat kabar yang olah pemberitaannya kompak terkait Dahlan. Angka ini tentu bisa bertambah karena data kliping media-media JP Grup di pelosok yang terbit 28 Oktober tidak bisa didapat Binokular dalam satu hari saja.
Tiap koran biasanya menyisihkan 1-2 inset di halaman depan. Satu inset biasa tertuang dua artikel. Otomatis ada 2-4 artikel yang dibagikan koran JP Grup terkait isu ini. Kebanyakan dari surat kabar ini memunculkan berita penangkapan Dahlan dengan sudut pandang yang memposisikan Dahlan secara positif.
Pernyataan Dahlan dimuat secara utuh, dengan ukuran huruf yang mencolok, di halaman depan. Misalnya pernyataan ini: "Saya tidak kaget dengan penetapan tersangka ini dan kemudian ditahan. Karena seperti Anda semua tahu saya sedang diincar oleh yang lagi berkuasa. Dan, biarlah sekali-kali terjadi. Jadi, seorang yang mengabdi setulus hati, dengan menjadi direktur utama perusahaan daerah yang dulu seperti itu jeleknya, yang tanpa digaji selama sepuluh tahun, tanpa menerima fasilitas apa pun, kemudian harus menjadi tersangka yang bukan karena makan uang, bukan karena menerima sogokan, bukan karena menerima aliran dana, tapi harus tanda tangan dokumen yang disiapkan anak buah."
Pemberitaan lainnya menyangkut nyawa Dahlan Iskan yang berada dalam bahaya. Kejati memutuskan menahan Dahlan di rumah tahanan Medaeng sampai beberapa hari ke depan. Seperti diketahui Dahlan adalah pasien transplantasi hati sehingga hidup di bui akan meningkatkan risikonya mengalami infeksi. Faktor ketergantungan obat jadi alasan lain.
Di akhir artikel berjudul “Dipenjara, Nyawa Dahlan Iskan Dalam Bahaya” yang beredar di seluruh koran JP grup itu, awak redaksi JP seolah menyampaikan penyesalan yang berbunyi: “Sayang, Kejaksaan Tinggi Jawa Timur tidak memedulikan surat dari rumah sakit itu. Mereka dengan semena-mena menahan Dahlan meski hal tersebut membahayakan nyawanya.”
Selain membela Dahlan, JP Grup ramai-ramai menggebuk Kejati Jatim, Maruli Hutagalung. Sosok ini menjadi kunci di balik pengusutan dan penangkapan Dahlan Iskan.
Kebetulan saat Dahlan diperiksa dan akhirnya ditetapkan sebagai tersangka oleh Kejati Jatim, di tempat terpisah di Jakarta, Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan mengeluarkan pernyataan bahwa KPK akan kembali mengusut keterlibatan Maruli dalam kasus korupsi yang membelit mantan Gubernur Sumut Gatot Pujo Nugroho.
Pemberitaan inilah yang dikutip dan dijadikan kepala berita di berbagai media JP Grup. Bandingkan dengan koran-koran lain seperti Republika, Kompas, Media Indonesia, dan Koran Tempo. Jangankan menyisipkan berita Maruli di halaman pertama, memasukkannya ke dalam edisi 28 Oktober 2016 pun tidak.
Ketimbang menulis ihwal Maruli, Kompas lebih memilih fokus pada pernyataan KPK Agus Rahardjo terkait penyelidikan suap pemilihan rektor perguruan tinggi negeri. Koran Tempo memilih melaporkan penyelidikan KPK dalam kasus korupsi e-KTP.
Penulis: Aqwam Fiazmi Hanifan
Editor: Maulida Sri Handayani & Zen RS