tirto.id - Program vaksinasi COVID-19 yang telah dilakukan pemerintah harus berjalan beriringan dengan pemberlakuan protokol kesehatan (prokes). Keduanya dinilai sebagai cara untuk pemulihan kesehatan dan juga ekonomi di tengah pandemi COVID-19 yang masih berjalan.
“Protokol kesehatan adalah elemen yang sangat penting selama masih ada pandemi COVID-19. Prokes tetap jalan terus meskipun program vaksinasi sudah berjalan seperti saat ini,” ujar dokter Reisa Broto Asmoro, Juru Bicara Pemerintah untuk COVID-19 saat Dialog Produktif bertema Protokol Jalan, Ekonomi Aman yang diselenggarakan KPCPEN dan disiarkan di FMB9ID_IKP, Jumat (28/5/2021).
Sudah lebih dari satu tahun masyarakat menjalankan prokes selama pandemi. Harapannya, masyarakat sudah lebih memahami pentingnya prokes sebagai cara agar tidak menambah kasus COVID-19.
“Mungkin memang masyarakat mulai jenuh dengan terus menerus mendisiplinkan diri menjalankan prokes ini. Namun untuk bisa terbiasa dengan hal baru memang butuh proses. Memang harus terus menerus diingatkan untuk disiplin menjaga prokes,” ujar Reisa.
Reisa juga berpesan agar masyarakat tidak menyia-nyiakan kesempatan untuk divaksinasi. Jika sudah mendapatkan kesempatan untuk divaksin maka ia meminta agar dapat memanfaatkan dan jangan menunda ataupun ragu.
“Memang kalau kita ingin segera keluar dari pandemi COVID-19 tentu kita mengutamakan proteksi. Itulah kenapa kekebalan kelompok atau herd immunity menjadi tujuan dari program vaksinasi. Ditambah lagi dengan protokol kesehatan demi melindungi diri dan orang-orang yang belum mendapatkan vaksin,” kata Reisa.
Guru Besar Fakultas Kesehatan Masyarakat UI Hasbullah Thabrany mengatakan dari kacamata ekonomi kesehatan, vaksinasi adalah metode pencegahan yang efisien.
“Sebagai ilustrasi, katakanlah biaya vaksinasi COVID-19 seharga 900 ribu rupiah, maka kita bisa mencegah diri dari penularan penyakit. Dibandingkan dengan biaya yang dikeluarkan apabila terkena COVID-19 yang rata-rata perawatannya memerlukan 9-10 hari, biaya vaksinasi lebih efisien. Apabila kita bekerja sehari mampu menghasilkan 500 ribu maka kita bisa kehilangan potensi penghasilan 5 juta akibat dirawat COVID-19,” kata Hasbullah dalam kesempatan yang sama.
Hasbullah juga menjelaskan akibat COVID-19, anggaran belanja negara defisit hingga lebih dari 1.000 triliun rupiah. Karena COVID-19 yang tidak teratasi membuat perekonomian tidak bergerak.
“Sehingga kita semua sebenarnya adalah korban COVID-19. Pemerintah sadar betul apabila masyarakat tidak dipulihkan kesehatannya, serta perilaku masyarakat tidak didisiplinkan, ekonomi menjadi sulit bergerak. Pemerintah pun berinvestasi dengan vaksinasi dan melalui 3T,” ujarnya.
Editor: Agung DH