Menuju konten utama

Mulai Lelah Prokes, Perlu Komunikasi Risiko & Libatkan Masyarakat

Perlu ada strategi komunikasi risiko, yang mulanya komunikasi direction atau komunikasi satu arah harus diubah menjadi community center

Mulai Lelah Prokes, Perlu Komunikasi Risiko & Libatkan Masyarakat
Petugas gabungan TNI dan Polri menjaring warga tidak menggunakan masker saat berlangsung kampanye gerakan pakai masker (GPM), di Lhokseumawe, Aceh, Selasa (2/2/2021). ANTARA FOTO/Rahmad/hp.

tirto.id -

Kepala Disaster Risk Reduction Center Universitas Indonesia (DRRC UI) Fatma Lestari mengatakan perlu ada strategi komunikasi risiko ke masyarakat yang sudah lelah memberlakukan protokol kesehatan di tengah pandemi COVID-19 yang masih terus berlangsung.

Hal itu diungkapkan Fatma Lestari yang juga merupakan Guru Besar Fakultas Kesehatan Masyarakat UI saat Webinar Peran Perguruan Tinggi dalam Komunikasi Publik Penanganan COVID-19, Sabtu (22/5/2021).

“Pengetahuan masyarakat tentang COVID-19 sudah sangat baik di tahun 2020 tetapi apa yang terjadi, ternyata terjadi pandemi yang disebut COVID-19 fatigue, masyarakat merasa lelah dan masyarakat merasa bosan dengan tetap harus menerapkan prokes ada beberapa yang masih tangguh menerapkan prokes tetapi ada sebagian yang masih mengalami pandemic fatigue, oleh karena itu perlu strategi untuk komunikasi risiko dan community engagement," katanya.

Pandemic fatigue atau kelelahan akibat pandemi yang berkepanjangan ini mengakibatkan kebosanan dan stres. Selain itu juga akan muncul penurunan persepsi risiko, perasaan ketidakpastian. Sementara di waktu yang sama terdapat dorongan kebutuhan sosial, ekonomi dan interaksi keluarga.

Oleh karena itu kata Fatma perlu ada strategi komunikasi resiko, yang mulanya komunikasi direction atau komunikasi satu arah harus diubah menjadi community center.

"Yang menjadi aktor untuk komunikasi publik dan pelibatan masyarakat itu ya masyarakat itu sendiri. Dalam hal ini kalau masyarakat di kampus ya mahasiswa dan dosen," katanya.

Selain itu komunikasi yang dilakukan harus berbasis data. Misalnya jika ketika pemerintah ingin agar masyarakat menggunakan masker, maka harus disampaikan berapa banyak orang yang melanggar penggunaan masker. Lalu soal vaksinasi harus disampaikan pula berapa banyak yang sudah dan belum mendapat vaksin.

Tenaga Ahli Menkominfo Bidang Tata Kelola dan Budaya Digital, Donny Budi Utoyo menjelaskan bahwa untuk kondisi kita di masa pandemi sekarang ini membutuhkan senjata yang bisa kita gunakan bersama untuk melawan hoaks yaitu gadget.

Dengan senjata gadget menurut Donny masyarakat dapat melawan disinformasi di tengah pandemi COVID-19.

“Sekarang musuh kita itu selain virusnya juga adalah disinformasinya atau hoaksnya, penyebaran ketakutan, rumor atau stigma itu adalah hal yang sama berbahayanya membuat orang kemudian tidak percaya COVID-19 tidak mau divaksin, menjadi abai protokol kesehatan, jadi dalam konteks komunikasi publik ini penting dan ini bisa dilakukan bersama secara gotong royong, dan kita bangun literasi digital bersama, supaya hoaks bisa kita lawan,” kata Donny.

Banner BNPB Info Lengkap Seputar Covid19

Banner BNPB. tirto.id/Fuad

Baca juga artikel terkait KAMPANYE COVID-19 atau tulisan lainnya dari Irwan Syambudi

tirto.id - Sosial budaya
Penulis: Irwan Syambudi
Editor: Agung DH