tirto.id - Vaksinasi pada prinsipnya akan membuat seseorang memiliki kekebalan tubuh sehingga tidak perlu melalui fase sakit saat diserang virus atau bakteri tertentu.
"Hal ini tentu berbeda dengan kekebalan alami tubuh yang muncul setelah seseorang diserang penyakit. Pada kondisi tersebut, perlu ada fase sakit dulu sampai akhirnya sembuh dan kebal," ujar Dokter Spesialis Anak, dr. Endah Citraresmi, Sp.A (K), dari Yayasan Orang Tua Peduli dikutip dari situs resmi Satgas Penanganan COVID-19.
Karenanya, dr. Endah meminta masyarakat untuk tidak mudah percaya pada informasi tidak benar mengenai vaksin dan imunisasi. Vaksin yang sudah beredar, kata dia, pasti juga telah dipastikan keamanannya.
Hal tersebut karena proses produksi vaksin telah melalui tahapan-tahapan yang sesuai prosedur keamanan, dimulai dari pra uji klinik pada hewan, dilanjutkan dengan tiga tahap uji klinik pada manusia, hingga akhirnya mendapat izin penggunaan dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM).
Menurut dr. Endah, saat vaksin beredar di masyarakat, BPOM dan Komisi Nasional Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (Komnas KIPI) akan tetap memantau vaksin tersebut.
Sebagai contoh pemantauan, laporan KIPI dari catatan vaksinasi MR fase 1 tahun 2018 memperlihatkan, sangat sedikit sekali kejadian ikutan pasca imunisasi yang terkait langsung dengan pemberian vaksin.
“Laporan KIPI hanya 255 dari 35 juta dosis vaksin, dan ternyata setelah diperiksa hanya 18 kasus yang berhubungan langsung dengan imunisasi, yang lainnya adalah kebetulan," terang dr. Endah.
Ia kemudian menyebutkan, kejadian ikutan yang paling umum terjadi pasca imunisasi adalah reaksi ringan seperti nyeri dan bengkak di sekitar lokasi penyuntikan.
Reaksi ini alamiah dan bisa sembuh dalam waktu singkat. Dibandingkan dengan reaksi ringan tersebut, manfaat vaksin jauh lebih besar.
Lebih lanjut ia menyatakan bahwa pakar kesehatan tentu akan membuat vaksin jika ada penyakit berat yang bisa mengakibatkan kecatatan dan kematian. Hal itu pula yang menjadi alasan kenapa angka kematian balita di Indonesia jauh menurun dibandingkan sebelum ditemukan vaksin.
"Misalnya pada kasus pneumonia di Indonesia yang turun karena sudah ditemukan vaksinnya, dan itu adalah penyakit yang paling banyak menimbulkan kematian pada balita," ungkap dr. Endah.
Ia juga menegaskan bahwa tidak ada pemerintah manapun yang mau mengorbankan warga negaranya. Semua negara baik negara maju maupun negara berkembang membuat vaksin.
"Sebenarnya negara sudah menjamin keamanan vaksin. Bahkan negara tetap aktif memantau keamanan vaksin untuk melindungi warga negaranya," imbuhnya.
dr. Endah kembali menyatakan jika vaksinasi sangat penting, tidak hanya untuk anak tapi juga bagi orang dewasa dan lansia.
"Dengan vaksin kita menjaga agar kita tetap sehat dan produktif, dan untuk anak-anak kita, vaksin berguna agar tumbuh kembangnya menjadi lebih baik." tutup dr. Endah.
Saat ini, hampir semua para pakar kesehatan di seluruh dunia terus-menerus mengkampanyekan vaksinasi atau imunisasi kepada masyarakat luas. Pasalnya, imunisasi masih menjadi cara paling ampuh dalam mencegah penyebaran penyakit menular dan berbahaya yang berdampak buruk bagi kesehatan masyarakat.
Seperti diwartakan CNN, jumlah jajak pendapat tentang vaksin Corona sebagian besar hasilnya juga menunjukkan kabar baik dan kepercayaan publik.
Harapannya adalah banyak orang dapat mulai mendapatkan imunisasi pada bulan April, demikian menurut Direktur National Institutes of Health Dr. Francis Collins.
Vaksin, bagaimanapun, tidak banyak berarti jika orang tidak benar-benar mendapatkannya.
Melihat garis tren polling tentang vaksin virus corona dan sejarah menunjukkan bahwa, sekali lagi, sebagian besar merupakan kabar baik bagi orang-orang yang bersedia mendapatkannya.
Selain mendapatkan vaksin, pencegahan penularan virus Corona juga bisa dilakukan masyarakat dengan rutin melaksanakan 3M (memakai masker, menjaga jarak dan menghindari kerumunan, serta mencuci tangan pakai sabun).
Selain perilaku disiplin 3M, upaya untuk semakin menekan penyebaran virus COVID-19 juga ditambahkan dengan penerapan 3T, yaitu testing secara berkala, tracing (telusuri dan lacak kontak fisik), serta treatment (terapkan perawatan dan isolasi mandiri dalam ruangan).
-----------------------------------
Artikel ini terbit atas kerja sama Tirto.id dengan Badan Penanggulangan Bencana Nasional (BNPB).
Editor: Agung DH