tirto.id -
Undang-Undang Penyandang Disabilitas yang telah resmi ditetapkan oleh DPR dan Pemerintah pada Kamis (17/3/2106) lalu membuat berbagai terobosan dalam menjamin perlakuan hukum terhadap para penyandang disabilitas.
Poin penting dalam Undang-Undang tersebut yang menyangkut proses hukum adalah ketentuan bahwa Aparat penegak hukum wajib meminta pertimbangan dokter, psikolog atau psikiater dan/atau pekerja sosial sebelum memeriksa penyandang.
Kewajiban mengenai pertimbangan dokter, psikolog atau psikiater dan pekerja sosial itu tercantum pada Pasal 30 Ayat (1) Undang-Undang Penyandang Disabilitas. Menurut Ayat tersebut, dokter atau tenaga kesehatan lainnya akan memberikan pertimbangan mengenai kondisi kesehatan, psikolog atau psikiater mengenai kondisi kejiwaan, sedangkan pekerja sosial mengenai kondisi psikososial.
Ayat (2) Pasal yang sama menyebutkan bila pertimbangan atau saran dari dokter, psikolog atau psikiater dan pekerja sosial tidak memungkinkan dilakukan, maka pemeriksaan hukum harus ditunda hingga waktu tertentu.
Undang-Undang Penyandang Disabilitas juga mengatur tentang pemeriksaan hukum terhadap anak penyandang disabilitas.
Menurut Pasal 31, anak penyandang disabilitas yang menjalani pemeriksaan hukum wajib mendapat izin dari orang tua atau keluarga serta didampingi oleh pendamping atau penerjemah.
Undang-Undang Penyandang Disabilitas juga mengatur mengenai kewajiban rumah tahanan dan lembaga pemasyarakatan dalam menyediakan unit layanan khusus disabilitas. Kewajiban mengenai unit layanan disabilitas pada rumah tahanan dan lembaga pemasyarakatan tercantum dalam Pasal 37 Ayat (1) Undang-Undang tersebut.
Menurut Ayat (2) pasal yang sama, unit layanan disabilitas berfungsi untuk menyediakan pelayanan masa adaptasi bagi tahanan penyandang disabilitas selama enam bulan.
Unit tersebut juga berfungsi menyediakan kebutuhan khusus, termasuk obat-obatan yang melekat pada penyandang disabilitas dalam masa tahanan dan pembinaan serta menyediakan layanan rehabilitasi untuk penyandang disabilitas mental.
Selain rumah tahanan dan lembaga pemasyarakatan, Pasal 36 Undang-Undang tersebut juga mewajibkan lembaga penegak hukum menyediakan akomodasi yang layak bagi penyandang disabilitas dalam proses peradilan. Ketentuan mengenai akomodasi yang layak untuk penyandang disabilitas dalam proses peradilan akan diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.
Ketua Komisi VIII DPR Saleh Partaonan Daulay mengajak semua pihak yang berkepentingan mengawal pelaksanaan undang-undang tersebut, termasuk peraturan-peraturan yang akan menjadi turunannya.
"Dalam rapat dengan Kementerian Sosial, diperkirakan perlu ada sedikitnya 11 peraturan pemerintah sebagai turunan Undang-Undang Penyandang Disabilitas," tuturnya di Jakarta, Kamis, (24/3/2016).
Saleh menyadari Undang-Undang tersebut belum bisa memuaskan semua pihak yang berkepentingan. Namun, dia menyatakan semua aspirasi yang disuarakan berbagai pihak telah diperjuangkan secara maksimal. (ANT)