tirto.id - PT Pertamina Geothermal Energy Tbk (PGEO) mencatatkan posisi utang perusahaan mencapai 1,13 miliar dolar AS yang didominasi utang bank jangka pendek sebesar 617,22 juta dolar AS setara Rp9,3 triliun dengan asumsi kurs Rp15.088 per dolar AS. Utang yang akan jatuh tempo dalam waktu dekat tersebut melonjak 292,68 persen dari posisi Desember 2021.
Analis Panin Sekuritas, Andhika Audrey menilai utang tersebut akan membebani rencana ekspansi PGEO ke depan. Risiko gagal ekspansi tersebut lantaran harus melunasi utangnya.
"Ada perubahan utang jangka panjang PGEO menjadi jangka pendek senilai 617 juta dolar AS ini berpotensi menggerus kantong perseroan,” katanya kepada wartawan, Jumat (31/3/2023).
Padahal, anak usaha PT Pertamina (Persero) ini sebelumnya menjanjikan dana hasil penawaran umum perdana saham (initial public offering/IPO) sebesar Rp9,05 triliun untuk ekspansi wilayah kerja panas bumi (WKP) dan membayar utang. Komposisinya 85 persen untuk ekspansi WKP dan sisanya untuk bayar utang.
“Namun, berhubung adanya utang jangka pendek yang jatuh tempo, peluang ekspansi untuk pembangunan kapasitas terpasang 600 Megawatt ini berpotensi tertunda,” kata Andhika.
Total utang bank jangka pendek tersebut terdiri atas pinjaman dari PT Bank Mandiri (Persero) Tbk sebesar 105 juta dolar AS, MUFG Bank Ltd, Jakarta Branch sebesar 105 juta dolar AS dan PT Bank UOB Indonesia juga 105 juta dolar AS.
Berikutnya, berasal dari PT Bank HSBC Indonesia sebesar 82,5 juta dolar AS, Australia and New Zealand Banking Group Limited Singapore Branch 75 juta dolar AS, PT Bank BTPN Tbk (BTPN) senilai 52,5 juta solar AS.
Kemudian, Sumitomo Mitsui Banking Corporation Singapore Branch senilai 52,5 juta dolar AS dan The Hong Kong and Shanghai Bank Corporation Limited senilai 22,5 juta dolar AS.
Mengingat banyaknya kreditur yang terlibat dalam utang jangka pendek ini, proses refinancing atau restrukturisasi pun dinilai akan sulit dicapai.
Andhika menegaskan, utang jatuh tempo itu bakal menjadi faktor penunda pembangunan kapasitas terpasang sendiri perseroan menjadi 1.200 MW. Dia menuturkan bisnis panas bumi juga merupakan bisnis padat modal dan dengan jangka waktu yang relatif tidak sebentar.
“Win rate atau rasio kesuksesan dari pengeboran untuk mendapatkan panas bumi ini masih 50:50,” bebernya.
Sementara itu, Corporate Secretary PT Pertamina Geothermal Energy Tbk, Muhammad Baron mengklaim per 31 Desember 2022, PGE memiliki tingkat rasio hutang yang baik, dengan nilai debt to equity ratio (DER) sebesar 0,8.
"Ditambah dengan dana IPO, tingkat rasio hutang PGE sudah semakin baik, sehingga PGE masih memiliki leverage yang kuat," katanya saat dikonfirmasi Tirto.
Sementara terkait dengan utang yang akan jatuh tempo dalam waktu dekat, pihak PGE memiliki rencana pembiayaan melalui mekanisme green financing, sehingga tidak berpengaruh pada rencana pengembangan bisnis PGE.
Penulis: Dwi Aditya Putra
Editor: Intan Umbari Prihatin