tirto.id - Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mencatat utang Pemerintah Indonesia mencapai sebesar Rp7.849,89 triliun hingga per akhir April 2023. Posisi utang ini setara dengan 38,16 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia.
Dalam sebulan, utang pemerintah berhasil diturunkan sebesar Rp29,18 triliun. Di mana posisi utang pemerintah pada Maret 2023 sebelumnya berada di Rp7.879,07 triliun atau 39,17 persen terhadap PDB.
Dikutip dari APBN Kita edisi Mei 2023, utang tersebut didominasi oleh Surat Berharga Negara (SBN) mencapai Rp7.007,03 triliun atau sekitar 89,26 persen. Sementara untuk pinjaman tercatat senilai Rp842 ,86 triliun atau 10,74 persen.
Jika dirinci, besaran utang SBN terdiri dari domestik Rp5.698 triliun. Di mana utang tersebut berasal dari Surat Utang Negara (SUN) Rp4.593 triliun dan Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) Rp1.104 triliun. Kemudian untuk valas mencapai Rp1.308 triliun. Itu terdiri dari SUN Rp1.016 triliun dan SBSN Rp292 triliun.
Selanjutnya, utang berasal dari pinjaman terdiri dari dalam negeri Rp22,49 triliun dan luar negeri Rp820,37triliun. Pinjaman berasal dari luar negeri itu terbagi untuk bilateral Rp257 triliun, multilateral Rp511 triliun, dan commercial banks Rp51,40 triliun.
Sebelumnya, Kementerian Keuangan mencatat pembiayaan utang melalui penerbitan surat utang mencapai Rp243,9 triliun sampai April 2023. Realisasi itu setara dengan 35 persen dari target Rp696,4 triliun di Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2023.
Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati merinci realisasi pembiayaan utang terdiri dari penerbitan Surat Berharga Negara (SBN) neto sebesar Rp240 triliun dan pinjaman neto sebesar Rp3,9 triliun.
"Penerbitan utang sampai dengan akhir April mencapai Rp243,9 triliun,"kata Sri Mulyani dalam konferensi pers APBN KiTa, dikutip Selasa (23/5/2023).
Sri Mulyani menyebut realisasi pembiayaan itu melesat 55,9 persen dibanding periode yang sama tahun lalu. Pesatnya pertumbuhan realisasi pembiayaan selaras dengan strategi front loading pemerintah, guna mengantisipasi lag effect dari kenaikan tingkat suku bunga acuan bank sentral AS, The Federal Reserve (The Fed) dan juga Bank Indonesia (BI).
"Ini memang meningkat dari tahun lalu, terutama karena mengantisipasi dari kenaikan suku bunga Fed Fund Rate maupun suku bunga di dalam negeri," ujarnya.
Penulis: Dwi Aditya Putra
Editor: Anggun P Situmorang