tirto.id - Pemerhati Pendidikan Doni Koesoema A menilai, rencana Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) yang akan melibatkan militer dalam proses pendidikan di daerah Terluar, Tertinggal, dan Terdepan (3T) tidak bisa sembarangan.
Menurutnya, hal tersebut kurang tepat, karena perlu ada pembekalan terlebih dahulu.
"TNI yang mengajar di sekolah perlu dipersiapkan. Minimal disiapkan terkait pedagogi pengajaran," ujarnya kepada Tirto, Jumat (1/3/2019).
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia sedang mempersiapkan 900 TNI AD dari Batalyon 303 Raider Garut dan Batalyon 600 Raider Balikpapan untuk menjadi guru cadangan di Nunukan dan Malinau, Kalimantan Utara.
Doni menilai, kebijakan Kemendikbud sebagai dampak dari pemerataan guru di daerah 3T belum optimal.
"Kualitas guru, banyak yang hanya lulusan SMA, tidak adanya insentif sebagai guru, dan kondisi geografis yang sulit," ujar pria yang juga tercatat sebagai tenaga ahli di Pusat Analisis dan Sinkronisasi Kebijakan (PASKA) Kemendikbud ini.
Terlebih lagi, menurutnya, ini buntut dari universitas yang tidak mumpuni dalam mendidik mahasiswa calon guru. Sehingga ketika lulus, tidak punya cukup komitmen untuk mengabdi di daerah terpencil.
Oleh sebab itu, lanjut Doni, Pemerintah Daerah (Pemda) setempat harus sigap dalam urusan pemerataan guru di daerahnya sendiri. Selain memang berani untuk menjamin kesejahteraan guru-guru tersebut.
"Kalau Pemda tidak gerak. Melibatkan TNI bisa jadi jalan alternatif daripada tidak ada guru sama sekali. Karena kebetulan TNI juga bertugas di perbatasan," tandasnya.
Penulis: Alfian Putra Abdi
Editor: Dewi Adhitya S. Koesno