Menuju konten utama

Usaha Membongkar Kartel Bisnis Dengan Bukti Tak Langsung

Dalam membuktikan perilaku kartel, KPPU sering menggunakan bukti tidak langsung atau circumstantial evidence. Pembuktian kasus dengan bukti tak langsung jadi langganan dilemahkan oleh pengadilan sehingga membuat wasit persaingan usaha ini kehilangan taji.

Usaha Membongkar Kartel Bisnis Dengan Bukti Tak Langsung
Komisioner KPPU-RI periode 2012-2017. Foto: Doc. KPPU

tirto.id - Pada 25 November 2011, sebanyak 20 perusahaan lolos dari tuduhan kartel minyak goreng. Padahal, Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) telah menetapkan 20 produsen minyak goreng itu bersalah dan menetapkan hukuman denda senilai Rp299 miliar.

Para produsen minyak goreng dinyatakan melakukan kartel harga sepanjang April-Desember 2008. Dari kacamata hukum persaingan usaha, tindakan ini telah merugikan masyarakat sedikitnya Rp1,27 triliun untuk produk minyak goreng kemasan bermerek dan Rp374,3 miliar untuk produk minyak goreng curah.

Para pengusaha tak terima dengan putusan KPPU, mereka ramai-ramai mengajukan gugatan ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Di pengadilan, KPPU kalah, putusan lembaga wasit persaingan usaha ini dibatalkan. Alasannya, pembuktian yang dilakukan KPPU dianggap tak cukup kuat sebab tak ada bukti langsung, untuk menjerat pelaku kartel.

Memang, dalam membuktikan kartel minyak goreng itu, KPPU menggunakan bukti tidak langsung atau indirect evidence atau circumstancial evidence. Pembuktian jenis ini lazim digunakan dalam membuktikan praktik kartel di seluruh dunia.

KPPU kemudian mengajukan banding atas putusan pengadilan yang melemahkan putusan kartel itu. Namun sayang, Mahkamah Agung pun menolak banding KPPU dengan alasan yang sama dengan pengadilan negeri.

Setahun sebelumnya, KPPU juga mengalami hal serupa. Lembaga ini gagal menjerat sembilan maskapai penerbangan yang melakukan kartel fuel surcharge atau biaya tambahan bahan bakar yang dibebankan kepada penumpang. Sembilan maskapai penerbangan tersebut adalah PT Garuda Indonesia, PT Sriwijaya Air, PT Merpati Nusantara Airlines, PT Mandala Airlines, PT Travel Express Aviation Service, PT Lion Mentari Airlines, PT Wings Abadi Airlines, PT Metro Batavia, dan PT Kartika Airlines.

Kesembilan maskapai berhasil lolos dari jeratan hukum persaingan usaha. Pengadilan negeri dan pengadilan tinggi melemahkan putusan KPPU lantaran alat bukti yang digunakan bukanlah bukti langsung.

April tahun ini, KPPU menghukum 32 perusahaan importir dan penggemukan sapi alias feedloter karena melakukan kartel. Sebanyak 32 perusahaan didenda, nilai denda terendah Rp194 juta dan tertinggi Rp21 miliar.

Seperti kasus kartel sebelumnya, 32 perusahaan ini juga mengajukan gugatan ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat sebab tak terima dengan putusan KPPU. Dalam memutus perkara kartel sapi ini, KPPU juga menggunakan bukti tidak langsung, berupa bukti komunikasi dan bukti analisa ekonomi. Saat ini, perkara itu masih bergulir di pengadilan.

Lemahnya Bukti Wasit Persaingan Usaha KPPU

Indirect evidence atau circumstantial evidence menurut Pedoman Pasal 5 UU No. 5/1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, adalah suatu bentuk bukti yang tidak secara langsung menyatakan adanya kesepakatan harga, pasokan, atau pembagian wilayah.

Pembuktian jenis ini dapat digunakan sebagai pembuktian terhadap kondisi atau keadaan yang dapat dijadikan dugaan atas pemberlakuan perjanjian lisan. Bentuk indirect evidence, terdiri atas bukti komunikasi dan bukti analisa ekonomi.

Untuk perkara kartel, analisis ekonomi yang digunakan dapat dipecah menjadi dua tahapan analisis, yaitu analisis struktural dan analisis perilaku atau perubahan. Analisis struktural digunakan untuk menjelaskan apakah pasar bersangkutan memiliki kecenderungan untuk berkolusi. Sedangkan analisis perilaku digunakan untuk menjelaskan apakah perilaku di pasar konsisten dengan perilaku kartel.

Ketua KPPU Syarkawi Rauf mengungkapkan bawa dalam kejahatan kartel, alat bukti langsung yang berisi perjanjian antara pelaku usaha memang sulit dibuktikan. Ini karena para pelaku usaha yang melakukan kartel tidak lagi hidup di zaman batu, di mana segala perjanjian harus dituangkan mentah-mentah di atas kertas bertandatangan dan berstempel.

Dalam upaya menjerat kartel di tengah-tengah ketidakmungkinan menemukan hard evidence itulah, muncul sebuah evolusi pembuktian bernama indirect evidence.Syarkawi mengakui bahwa bukti tidak langsung ini kerap dilemahkan pengadilan.

“Ini karena banyak hakim yang tidak memahami dengan jelas circumstantial evidence ini,” katanya kepada Tirto.id, Jumat (18/11).

Menghadapi kondisi ini, Syarkawi mengatakan KPPU tak tinggal diam. Lembaga ini menjalin kerja sama dengan MA untuk menyebarkan pengetahuan dengan para hakim. Pertemuan semacam workshop itu dilakukan empat kali setahun. Tujuannya, agar bukti tak langsung yang digunakan KPPU dapat dipahami dan diterima para hakim di pengadilan umum.

Diskusi tentang circumstantial evidence yang mengundang mantan hakim agung dari Perancis dan Jepang juga akan digelar. “Ini penting untuk menyamakan persepsi antara KPPU dan hakim di pengadilan,” kata Syarkawi. Cara-cara itu, menurut Syarkawi, cukup efektif.

Dalam perkara kartel ban, misalnya. Januari tahun lalu, KPPU memutuskan bahwa enam perusahaan ban lainnya telah terbukti secara sah dan meyakinkan melanggar Pasal 5 ayat 1 dan Pasal 11 Undang-Undang No.5 Tahun 1999. Keenamnya masing-masing dikenakan sanksi denda senilai Rp25 miliar.

Enam perusahaan itu adalah PT Goodyear Indonesia Tbk, PT Bridgestone Tire Indonesia, PT Sumi Rubber Indonesia, PT Gajah Tunggal Tbk, PT Elangperdana Tyre Industry, dan PT Industri Karet Deli. Mereka keberatan dan mengajukan pembatalan ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Gugatan itu ditolak, majelis hakim menguatkan putusan KPPU meskipun dendanya diturunkan karena dinilai terlalu berat. KPPU pun mengajukan kontra memori kasasi, meminta MA menetapkan denda seperti yang ditetapkan sebelumnya, Rp25 miliar. Kontra memori kasasi itu dikabulkan MA.

Prof. Ningrum Natasya Sirait dari Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara menyatakan bahwa jenis pembuktian tidak langsung sangat mungkin diterapkan dalam upaya KPPU memerangi kartel.

“Penerapan indirect evidence atau circumstantial evidence harus dilakukan melalui pendekatan yang konsisten dalam menerapkan metode pembuktian ekonomi dan menggunakan analogi fakta yang hampir sama pada setiap kasus kartel,” ungkap pengajar hukum persaingan usaha itu.

Hukum persaingan usaha memang masih remaja semenjak lahirnya Undang-Undang No.5 Tahun 1999. Di usia yang menuju dewasa, KPPU sebagai "anak" dari UU ini harus berjuang mencari gelombang yang sama dengan penegak hukum lainnya terkait masalah pembuktian tak langsung yang memengaruhi taji KPPU. Pertanyaannya, apakah penegak hukum lainnya masih ingin melihat wasit persaingan usaha ini terus tak bertaji?

Baca juga artikel terkait KPPU atau tulisan lainnya

tirto.id - Ekonomi
Reporter: Wan Ulfa Nur Zuhra
Editor: Suhendra