Menuju konten utama

Usaha Arab Saudi Menyedot Riyal dari Umrah dan Haji

Anjloknya pasaran minyak dua tahun lalu mengakibatkan Arab Saudi tenggelam dalam defisit anggaran sebesar $100 miliar di 2015 dan pendapatan atas minyak turun drastis sebesar 23 persen. Untuk menambah pundi-pundi riyalnya, di masa depan Arab Saudi akan meningkatkan peningkatan sektor non-migas, salah satunya dari penyelenggaraan ibadah haji dan umrah. Bagaimana strateginya?

Usaha Arab Saudi Menyedot Riyal dari Umrah dan Haji
Umat Muslim berkumpul di Padang Arafat dalam naik haji tahunan, diluar kota suci Mekah, Arab Saudi, Minggu (11/9). ANTARA FOTO/REUTERS/Ahmed Jadallah.

tirto.id - Lebih dari dua juta umat muslim telah berbondong-bondong mengunjungi Kota Mekkah dan Madinah untuk melaksanakan ibadah haji 2016. Mereka adalah golongan umat muslim yang mampu secara finansial maupun fisik untuk menjadi jemaah haji dan melaksanakan rukun Islam kelima.

Bagi Arab Saudi, kedatangan jemaah itu tak hanya bernilai ibadah, tetapi juga ekonomi. Kedatangan jamaah haji ataupun umrah memberikan devisa yang tidak kecil. Seperti diketahui, negara dengan cadangan minyak terbesar di dunia itu sedang mengalami pukulan telak atas ambruknya harga minyak sejak dua tahun lalu. Akibat harga minyak mentah dunia yang tak kunjung pulih, Arab Saudi tenggelam dalam defisit anggaran hingga mencapai angka $100 miliar di 2015 di mana pendapatan atas minyak anjlok sebesar 23 persen.

Usaha Saudi Dongkrak Wisatawan

Dari sisi pendapatan negara, penyelenggaraan haji dan umrah masuk dalam kategori turisme alias pariwisata. Pada tahun 2015, dunia turisme Arab Saudi memasok pundi-pundi keuntungan hingga $22 miliar. Namun angka ini masih relatif kecil dan hanya menyumbang 3,5 persen untuk PDB Arab Saudi. Bandingkan dengan pemasukan Produk Domestik Bruto (PDB) dari penjualan minyak yang mencapai 40 persen.

Pemerintah Arab Saudi sadar bahwa mereka tak mungkin terus-menerus menggantungkan pemasukan dari berbarel-barel emas hitam yang terkubur di bawah teritorinya. Toh cadangan minyak itu suatu hari akan habis. Solusinya adalah dengan mendorong sektor non migas agar mampu bergerak lebih maju.

Pemerintah Arab Saudi sudah sejak lama memikirkan masalah ini serta berangsur-angsur menerapkan strategi peningkatan jumlah jemaah haji dan umrah sebagai solusi alternatif. Dalam jumlah yang lebih spesifik, mereka berusaha untuk menaikkan pasar 30 juta jemaah haji dan umrah dari seluruh dunia di tahun 2030 mendatang. Jumlah ini meningkat pesat ketimbang angka tahun lalu yang hanya sebesar 8 juta jiwa.

Kurang lebih ada 883.000 orang yang bekerja di sektor turisme. Persentasenya sebanyak 8 persen dari total seluruh pekerjaan di Arab Saudi. Mengikuti perhitungan atas visi Arab Saudi di tahun 2030, angka pekerja itu diprediksi akan naik hingga mencapai 1,3 jiwa—asal visi tersebut bisa direalisasikan dengan sebaik-baiknya, demikian analisa dari McKinsey Global Institute sebagaimana dilansir oleh CNN.

Salah satu strateginya adalah dengan meringankan beberapa pembatasan visa. Selama ini para jemaah akan segera pulang ke negaranya masing-masing usai melaksanakan haji maupun umrah. Dengan kebijakan pelonggaran visa, diharapkan para jemaah tak langsung pulang, namun bisa melanjutkan kunjungan ke kota-kota lain selain Mekkah dan Madinah, terutama yang memiliki situs sejarah. Untuk wujudkan rencana ini, pemerintah Arab Saudi dikabarkan telah berinvestasi demi menambah jumlah hotel di beberapa kota dan telah menghabiskan dana sebesar $13 juta guna merenovasi sejumlah situs sejarah.

Selain mengandalkan situs-situs relijius, Arab Saudi juga akan mendorong para jemaah haji dan umrah untuk mengunjungi monumen-monumen kuno, wisata menyelam di Laut Merah, hingga menikmati romantisme padang pasir ala Timur Tengah. Tantangannya adalah bagaimana menarik lebih banyak wisatawan sekuler, mengingat Arab Saudi tergolong negara monarki berkonstitusikan ajaran Islam (Al-Qur'an dan hadits).

“Suasana sosial di Arab Saudi barangkali kurang cocok dan kurang kondusif untuk mengembangkan pasar turisme secara massal. Namun, tetap ada ruang bagi Kerajaan Arab Saudi untuk membangun tujuan wisata bagi para peziarah dan menarik wisatawan yang ingin mengunjung beberapa lokasi dengan pemandangan yang bagus, juga sejumlah situs dengan arsitektur kuno yang menawan,” ungkap Jason Tuvey, ahli ekonomi Timur Tengah di Capital Economics kepada CNN.

Di kesempatan lain, Ketua Panitia Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) Arab Saudi, Ahmad Dumyathi Bashori, pada Minggu (4/9/2016) juga memaparkan strategi pemerintah Arab Saudi dalam memulihkan ekonominya usai mengikuti pembukaan seminar haji Kementerian Haji dan Umroh Arab Saudi di Gedung Adz Dikra al Khalidah, Ruseifah, Mekkah.

Sebagai usaha merogoh lebih banyak keuntungan dari kantong para jemaah haji maupun umrah, Pemerintah Arab Saudi memang akan melonggarkan visa. Namun, menurut Dumyathi, ke depan visa tak lagi gratis. "Bagi yang haji pertama, kedua, masing-masing punya tarif sendiri. Umrah juga demikian," ujarnya sebagaimana dikutip Antara.

Nama kementerian, kata Dumyathi, akan berubah dari Kementerian Haji saja menjadi Kementerian Haji dan Umrah. Masa untuk umrah juga tidak ada jeda lagi, artinya akan langsung dibuka saat penyelenggaraan ibadah haji telah rampung.

Dumyathi menambahkan, di masa datang perjalanan umrah juga akan dibuka untuk seluruh kota yang punya situs bersejarah dan tujuan wisata, seperti Taif, Riyadl, Tabuk, Jabal Magnet di Madinah, dan Madain Saleh. "Ini merupakan potensi-potensi sejarah yang punya nilai tersendiri bagi para wisatawan muslim di dunia. Dan ini akan menjadi salah satu sumber pendapatan Saudi Arabia," katanya.

Kerugian Berkonflik dengan Iran

Pada Januari 2016 lalu, Katie Sola dari Forbes telah menganalisis kerugian secara finansial yang akan didera oleh Arab Saudi atas perselisihannya dengan Iran yang berujung pada absennya jemaah haji asal Iran di ibadah haji tahun ini. Tak menutup kemungkinan juga absensi tersebut berlanjut pada penyelenggaraan ibadah umrah.

Sola mengutip perhitungan dari seorang ekonom yang mengungkap bahwa di tahun 2014 pendapatan Arab Saudi atas penyelenggaraan ibadah haji dan umrah mencapai $18,6 miliar, di mana $8,5 miliar khusus dari haji sedangkan sisanya atau sekitar $10,1 miliar berasal dari umrah. Jumlah gabungan itu mencapai 10 persen dari pendapatan minyak Arab Saudi.

Arab News.com pada Januari 2013 melaporkan pendapatan Arab Saudi atas haji dan umrah di tahun 2012 lalu mencapai $16,5 miliar. Jumlah itu naik 10 persen dibanding tahun 2011 dan telah menyumbang 3 persen untuk PDB Arab Saudi.

Menurut data Kamar Dagang Mekkah, rata-rata jemaah haji menghabiskan biaya sebesar $5.000 atau setara dengan Rp67,3 juta selama berada di Arab Saudi. Jika angka tersebut digunakan sebagai kalkulasi pengeluaran jemaah haji asal Iran yang setiap tahun rata-rata berjumlah 100.000 orang, Arab Saudi di tahun 2016 ini telah kehilangan $500 juta. Untuk umrah, dengan jemaah Iran yang rata-rata berjumlah 500.000 tiap tahunnya, Arab telah melepas keuntungan hingga $3 miliar.

Angka-angka tersebut tentu berkaitan dengan perputaran uang dalam jumlah besar yang diraup warga kota Mekkah dan Madinah. Kepala Komisi Transportasi, Kamar Dagang dan Industri Arab Saudi, Dr Ali Hasan Al Nagur, mengatakan dalam bukunya “The Economy of Haj and Umrah” bahwa pada musim haji 2004-2005, pendapatan sektor swasta dari haji dan umrah mencapai $8,2 miliar.

Sementara itu bisnis lain seperti penginapan dan katering dapat menghasilkan keuntungan hingga 3 miliar Riyal, atau sekitar Rp7,5 triliun. Sedangkan sektor transportasi mampu meraup laba hingga 5 miliar Riyal, atau sekitar Rp12,5 triliun. Demikian pula bisnis suvenir, parfum, sajadah, karpet hingga perhiasan yang tak kalah menggiurkan.

Efek dari perselisihan Iran versus Arab Saudi akhirnya merembet tak hanya dari sisi kekecewaan warga Iran yang gagal naik haji, tetapi juga warga Arab Saudi yang kehilangan calon-calon pelaris dagangannya.

Haji dan umrah adalah berkah spiritual bagi para peziarah dan pundi-pundi keuntungan finansial bagi tuan rumah. Sayang, polemik politik secara tak langsung mengubahnya menjadi musibah.

Baca juga artikel terkait HAJI atau tulisan lainnya dari Akhmad Muawal Hasan

tirto.id - Ekonomi
Reporter: Akhmad Muawal Hasan
Penulis: Akhmad Muawal Hasan
Editor: Nurul Qomariyah Pramisti