Menuju konten utama
Piala Dunia 2018

Uruguay vs Portugal: Menanti Ketajaman Ronaldo, Suarez & Cavani

Meski sapu bersih pada fase grup dan tak kebobolan sama sekali Uruguay diprediksi akan mendapat kesulitan saat melawan Portugal di babak 16 besar.

Uruguay vs Portugal: Menanti Ketajaman Ronaldo, Suarez & Cavani
Ilustrasi Uruguay Vs Portugal. tirto.id/Rangga

tirto.id - Sebagai juara grup A, Uruguay akan menantang Portugal yang berstatus sebagai runner-up grup B. Sepanjang sejarah, Portugal dan Uruguay baru dua kali berjumpa, itu pun sudah sangat lama terjadi yaitu pada 1966 dan 1972. Pada laga bertajuk persahabatan itu, Portugal menang 3-0 dan imbang 1-1. Pertemuan kali ini menjadi yang pertama kedua tim bertemu di Piala Dunia.

Tren prestasi Uruguay dalam satu windu terakhir boleh dibilang stabil. Mereka mengakhiri turnamen Piala Dunia 2010 di urutan keempat. Setahun kemudian, 2011, Uruguay menjuarai Copa America. Sebagai kuda hitam, saat Piala Dunia 2014, mereka agak menurun dan hanya bertahan hingga babak 16 besar.

Pada babak kualifikasi Piala Dunia zona Commebol, Uruguay ada di urutan kedua di bawah Brasil. Karena itulah saat undian menempatkan mereka masuk di grup A bersama Rusia, Arab Saudi dan Mesir, tim berjuluk La Celeste alis si Biru Langit ini langsung dijagokan sebagai juara grup. Tidak mengejutkan saat mereka menyapu bersih kemenangan pada fase grup.

Di sisi lain, posisi sang lawan, Portugal, kali ini bukan lagi berstatus kuda hitam. Mereka datang ke Rusia dengan status sebagai juara Piala Eropa 2016. Meski digdaya di Eropa dalam 10 tahun terakhir (selalu lolos ke semifinal pada dua gelaran Piala Eropa), prestasi Portugal di Piala Dunia masih tak stabil. Ada di urutan empat pada Piala Dunia 2006, tetapi hanya mentok sampai 16 besar di Piala Dunia 2010 dan tak lolos dari fase grup di Piala Dunia 2014.

Secara statistik Uruguay unggul ketimbang Portugal. Uruguay jadi satu-satunya tim yang gawangnya masih nirbobol (cleansheet). Dari tiga laga mereka mencetak lima gol dan tak kebobolan sama sekali.

Jika statistik kedua tim dibuat lebih detail, dalam konteks tembakan, misalnya, rataan tembakan per pertandingan Uruguay mencapai 14,7 sedangkan Portugal hanya 11 tembakan.

Yang mesti diwaspadai dari Uruguay adalah kemampuan mereka dalam bola mati. Dari lima gol yang dicetak Uruguay pada fase grup, empat di antaranya berawal dari bola-bola mati. Dalam konteks tembakan, Uruguay adalah tim kedua setelah Inggris yang tersering membikin tembakan dalam situasi bola mati yaitu mencapai enam tembakan per game.

Sedangkan Portugal tak memiliki catatan spesial di lini gedor mereka. Malah lini depan Portugal secara statistik terhitung, khususnya saat berada di dalam kotak penalti. Di area itu, Portugal hanya membuat 3,3 tembakan per game, menjadi salah satu yang terendah dibandingkan peserta lain.

Mayoritas peluang Portugal memang dibikin lewat tembakan dari luar kotak penalti. Rataan tembakan dari luar kotak berkisar 7 tembakan per game, nomor lima setelah Jerman, Meksiko, Brasil dan Kroasia.

Kendati demikian, lini serang Portugal tak bisa diremehkan, terutama karena mereka memiliki Cristiano Ronaldo.

Pakem Portugal pada pertandingan Fase Grup

Saat bertahan Portugal akan memakai formasi 4-4-1-1 atau 4-4-2. Saat menyerang dan menguasai bola, mereka akan bertransformasi menjadi 4-3-3. Posisi Bernardo Silva akan naik dan sejajar dengan Goncalo Guedes dan Cristiano Ronaldo.

Sedangkan, William Carvalho dan Joao Moutinho akan beroperasi secara terpusat di tengah. Sementara Joao Mario diberi keleluasaan untuk bebas menyerang, terkadang ia malah beroperasi setinggi area Ronaldo.

Dalam build-up serangan, Portugal memiliki pola tiga rute utama. Pertama, umpan langsung dari penjaga gawang Rui Patricio atau salah satu bek kepada Ronaldo yang, biasanya, memenangkan pertempuran udara. Second ball atau bola rebound dari Ronaldo ini akan disambut para gelandang seperti William atau Moutinho. Metode kedua adalah dengan memenuhi lini tengah guna memaksa lawan bermain melebar. Terakhir adalah skema serangan balik yang jadi andalan mereka selama Piala Eropa 2016 lalu.

Meksi begitu, dibandingkan Piala Eropa 2016, pada Piala Dunia kali ini, Portugal menunjukkan variasi saat menyerang: mereka mampu menyerang dari sektor tengah atau sayap dari kedua sisi, bisa memainkan umpan panjang, naik perlahan di sepertiga lawan, menggunakan serangan balik, dan membikin gol dari bola mati.

Salah satu kunci dari serangan Portugal adalah Joao Mario. Saat menghadapi Spanyol dan Maroko, pergerakannya sulit dilacak dan memberi Portugal banyak peluang menembus blok kedua antara lini tengah dan belakang lawan yang bermain dalam dan rapat. Moutinho juga sering bergerak maju ke depan untuk mendapatkan bola di belakang garis pertahanan lawan. Dalam hal bertahan, William Carvalho punya andil penting. Dia kunci Portugal untuk menunda serangan balik lawan.

Portugal selalu bermain pragmatis. Usai mencetak gol, mereka akan selalu mencoba bermain hati-hati dan tidak pernah benar-benar keluar untuk menyerang atau menguasai ball possesion.

Infografik Uruguay Vs Portugal

Uruguay Andalkan Formasi Berlian

Melawan Mesir pada laga perdana, pelatih Oscar Tabarez mencoba formasi 4-2-3-1 dengan memakai dua pivot, Matias Vecino dan Rodrigo Bentancur, sebagai dua gelandang tengah yang bermain dalam. Sedangkan Nahitan Nandez dan Giorgian de Arrascoeta beroperasi sebagai sayap, dan Edison Cavani serta Suarez bergantian memerankan sebagai ujung tombak maupun turun ke posisi pemain no.10.

Ketika melawan Arab Saudi dan Rusia, Uruguay kembali mempraktikkan formasi 4-4-2 berlian. Tabarez memakai formasi ini untuk memberi kesempatan para full-back untuk bermain melebar.

Muasalnya, saat melawan Mesir, dua gelandang sayap Uruguay, Nahitan Nandez dan Giorgian De Arrascaeta, lebih banyak beroperasi di setengah lapangan. Kondisi itu memaksa Cavani dan Suarez kerap bergerak melebar. Ini membuat opsi aliran bola dari gelandang ke striker jadi terbatas, sebab posisi pemain depan dengan gelandang tidaklah linier.

Faktor Suarez dan Cavani di sayap ini yang menghadang gerak laju Varela dan Martin Caceres. Keduanya sangat berhati-hati naik ke pertahanan lawan karena lini belakang jadi rentan oleh serangan balik karena lini kedua yang longgar memberi perlindungan pada para bek tengah.

Pada laga kontra Arab Saudi dan Rusia, mulailah dipakai sistem 4-4-2 berlian dengan posisi gelandang bertahan Lucas Torreira ada di dasar berlian. Meski begitu, Lucas sebetulnya tak bermain sendirian sebagai jangkar. Ia seringkali dibantu bek tengah Jose Gimenez yang overlap untuk mengintersep serangan lawan saat melakukan transisi bertahan ke menyerang. Bek berusia 23 tahun ini adalah pemain yang paling banyak melakukan intersepsi di Piala Dunia kali ini. Rataan intersepnya mencapai 5,5 kali per game.

Saat menyerang, sistem berlian ini memungkinkan Cavani dan Suarez bermain secara bersamaan di tengah. Kesamaan karakter antara dua pemain ini memang sempat membuat Tabarez bingung, hingga sempat memunculkan peran poacher saat laga melawan Mesir. Dengan kehadiran Cavani dan Suarez, dan peran melebar yang diemban full-back, kreativitas serangan Uruguay dipuji lebih baik ketimbang saat melawan Mesir.

Adu Tajam Ronaldo dan Suarez (dan Cavani)

Cristiano Ronaldo jelas akan menjadi andalan Portugal. Kendati gagal mengeksekusi tendangan penalti saat menghadapi Iran, tetap saja ketajaman Ronaldo sangat dinantikan. Dia bukan hanya sekadar kapten, tapi juga ujung dari semua alur serangan Portugal. Dari lima gol yang sudah dicetak Portugal, empat di antaranya dicetak oleh Ronaldo.

Pemain Real Madrid ini memang sangat agresif dalam berusaha mencetak gol. Rataan percobaan mencetak golnya mencapai 5 kali per game. Ia hanya kalah dari Neymar yang berusaha mencetak gol sebanyak 5,3 kali per game.

Keberadaan Ronaldo inilah yang membuat lini pertahanan Uruguay tidak akan leluasa menaikkan garis pertahanan. Kendati sudah berkepala tiga, kecepatan Ronaldo masih sangat tinggi. Kuncinya adalah kematangan dalam mengambil keputusan. Ia tahu momentum: kapan saat cukup hanya jalan kaki, berlari kecil, dan kapan melakukan sprint pendek maupun sprint panjang. Saat melawan Spanyol, Ronaldo sempat melakukan sprint dengan kecepatan mencapai 38,6 km per jam, yang tertinggi selama turnamen kali ini.

Ia tidak selalu bermain baik, kadang menyia-nyiakan peluang. Namun meremehkan Ronaldo jelas akan menjadi kesalahan.

Sedangkan Uruguay akan mengandalkan ketajaman Cavani dan Suarez. Dua pemain itu telah mencetak 3 gol dari total 5 gol Uruguay (Suarez 2 gol, Cavani 1 gol). Seperti halnya Ronaldo, dua pemain ini juga getol melakukan percobaan mencetak gol. Rataannya mencapai 4,3 per game, menempatkan Cavani di peringkat keenam dalam soal percobaan mencetak gol. Sedangkan rataan Suarez mencapai 3,3 per game, menempatkannya sebagai pemain nomor 13 dalam urusan percobaan mencetak gol.

Yang paling menarik adalah cara keduanya bermain. Terkadang keduanya terlihat saling bersaing untuk mencetak gol, terutama saat melawan Mesir. Namun pelan-pelan Tabarez menemukan formula untuk membuat keduanya berguna bagi tim. Caranya adalah dengan memasang formasi 4-4-2 berlian, dengan keduanya terus menerus bertukar posisi dan peran. Baik Cavani maupun Suarez bergantian menjadi ujung tombak, turun ke tengah maupun melebar. Menjadi pekerjaan rumah yang tidak mudah bagi barisan pertahanan Portugal untuk berpatroli mengawasi striker Barcelona dan Paris St. Germain itu.

Beruntung bagi barisan pertahanan kedua tim adalah masing-masing striker itu (baik Ronaldo maupun Cavani-Suarez) tidak didukung oleh lini tengah yang mewah. Para gelandang kedua tim bukanlah barisan pemain elit dunia dan itu tampak dalam kinerja mereka selama di babak grup.

Baca juga artikel terkait PIALA DUNIA 2018 atau tulisan lainnya dari Aqwam Fiazmi Hanifan

tirto.id - Olahraga
Penulis: Aqwam Fiazmi Hanifan
Editor: Aqwam Fiazmi Hanifan