Menuju konten utama

UMP DKI Rp3,6 Juta, Anies-Sandiaga Dinilai Tak Pedulikan Survei KHL

Padahal dalam kontrak politik Anies-Sandi dengan persatuan buruh Jakarta, nomor 1 berjanji untuk menetapkan UMP di atas ketetapan PP 78/2015.

UMP DKI Rp3,6 Juta, Anies-Sandiaga Dinilai Tak Pedulikan Survei KHL
Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan (kanan) dan Wakil Gubernur Sandiaga Uno melakukan salam dua jari dan oke oce di sela serah terima jabatan di Balai Kota DKI Jakarta, Senin (16/10/2017). ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan

tirto.id - Beberapa organisasi buruh yang tergabung dalam Persatuan Buruh Indonesia mengaku kecewa terhadap keputusan Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta, Anies Rasyid Baswedan dan Sandiaga Salahuddin Uno. Keduanya dianggap tak mempedulikan nasib para buruh dengan menetapkan kenaikan Upah Minimum Provinsi 2018 DKI Jakarta menjadi Rp 3,64 juta.

Menurut Deri Nur dari Serikat Pekerja Niaga Industri Bank Asuransi, pada saat sidang tanggal 30 Oktober lalu, anggota dewan pengupahan telah mengusulkan UMP DKI Jakarta tahun 2018 berdasar Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan sebesar Rp3,9 juta.

Angka ini bukan asal jadi. Jumlah ini didapat berdasarkan perhitungan yang matang dan telah dilakukan survei ke pusat perbelanjaan tradisional. Ada lima pasar yang didatangi saat itu di daerah Jakarta untuk menentukan angka kebutuhan hidup lajang. Adapun pasar tersebut adalah Pasar Santa di Jakarta Selatan, Pasar Jatinegara di Jakarta Timur, Pasar Koja di Jakarta Utara, Pasar Cengakreng di Jakarta Barat, dan Pasar Cempaka Putih di Jakarta Pusat.

Pada saat survei tersebut, Apindo, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, dan pihak buruh sebagai dewan pengupahan sama-sama turut hadir. Dari survei tersebut didapat angka KHL sebesar Rp3,6 juta. Angka ini ditetapkan oleh Dinas Tenaga Kerja Provinsi DKI Jakarta karena dianggap paling netral untuk menentukan angka KHL.

Jumlah sedemikian itu kemudian dirincikan dengan angka perkiraan inflasi dan pertumbuhan ekonomi (produk domestik bruto) tahun berikutnya. Jumlah tersebut kemudian memunculkan angka Rp3,9 juta. Namun, pihak pemerintah provinsi malah mengeluarkan angka UMP DKI Jakarta sebesar Rp3,64 juta pada 1 November 2017 kemarin.

“Kami beranggapan ini benar-benar dijadikan basic point UMP 2018. Tapi ternyata apa yang dikerjakan kami tanggal 26 [Oktober] waktu survei itu benar-benar sia-sia,” terang Deri.

Anggota Dewan Pengupahan dari Serikat Pekerja Nasional, Mandopotan Hutagaol, juga menyatakan kekecewaannya terhadap Anies-Sandiaga. Ia menyesalkan kenaikan UMP DKI Jakarta yang didasarkan pada Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan sebesar 8,71 persen.

Padahal dalam kontrak politik Anies-Sandi dengan persatuan buruh Jakarta, nomor 1 berjanji untuk menetapkan UMP di atas ketetapan PP 78/2015. Karena kontrak politik itu, seluruh buruh yang tergabung dalam 13 serikat buruh tersebut diarahkan untuk memilih Anies-Sandiaga pada Pilkada Jakarta 19 April 2017 silam.

“Survei pasar tidak dijadikan acuan untuk menetapkan UMP. Jadi untuk apa disurvei?” pungkasnya. “Kami meminta gubernur untuk merevisi dan jangan takut. Revisi UMP pernah dilakukan di Tangerang sampai 3 kali.”

Sementara itu, Ketua Harian Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI), Muhammad Rusdi, menyatakan bahwa ada beberapa daerah yang memang berani untuk menetapkan UMP di atas PP 78/2015. Gubernur NTB sempat meningkatkan UMP sampai 11,8 persen. Di tahun 2012, Aceh dan Maluku juga melakukan hal yang sama.

Di tahun 2016, mantan Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama, juga menaikan UMP Jakarta sampai 14,81 persen. Sejatinya, di tahun itu PP 78/2015 menetapkan kenaikan UMP seluruh Indonesia adalah 11,50 persen.

“Jadi sebenarnya banyak gubernur yang menetapkan UMP di atas PP 78, termasuk Ahok,” tegasnya. “Yang kita minta buruh DKI ataupun elemen buruh lainnya adalah seluruh gubernur di indonesia menetapkan upah minimum berdasar UU Ketenagakerjaan.”

Baca juga artikel terkait UMP 2018 atau tulisan lainnya dari Felix Nathaniel

tirto.id - Ekonomi
Reporter: Felix Nathaniel
Penulis: Felix Nathaniel
Editor: Yuliana Ratnasari