tirto.id - United Liberation Movement for West Papua (ULMWP) menuntut Presiden Joko Widodo (Jokowi), untuk memberikan hak kemerdekaan bagi Papua menjadi West papua. Mereka merespons pidato Jokowi dalam Sidang Majelis Umum ke-75 PBB yang mendukung kemerdekaan Palestina.
"Kepada Presiden Joko Widodo bahwa jangan hanya dukungan kemerdekaan rakyat Bangsa Palestina tetapi mulailah dengan Papua merdeka sebelum ke Palestina merdeka," kata Kepala Sekretariat Kantor Koordinasi ULMWP di Papua Markus Haluk melalui keterangan resminya kepada reporter Tirto, Jumat (25/9/2020).
Sejak awal Jokowi terpilih sebagai presiden, kata Markus, selalu berupaya keras menjadi pahlawan bagi rakyat Palestina. "Tetapi sebaliknya menjadi pembunuh bagi rakyat dan Bangsa Papua," tegasnya.
Markus menuturkan, selama 57 tahun sejak tahun 1963, Indonesia mendudukui Papua. Ruang demokrasi dibungkam dengan hukum yang tak adil dan senjata militer. Hingga akhirnya, penangkapan, pembunuhan, sampai operasi militer dianggap hal biasa.
"Nyawa manusia Papua dianggap benda yang tidak ada nilainya," keluhnya.
Pada akhir Desember 2014, Jokowi pernah ke Papua. Dia berjanji menyelesaikan kasus --pelanggaran HAM berat-- pembunuhan empat orang siswa di Painai oleh aparat negara. Namun sudah memasuki enam tahun, tak ada tanda-tanda untuk menyelesaikan.
"Dengan kata lain penyangkalan masalah sejarah politik dan HAM terus dilakukan rejim ini. Kekerasan, represi aparat keamanan, penangkapan, penahanan, penembakan dan pembunuhan terus kapan saja mereka ingin lakukan," ujarnya.
ULMWP mencatat, dalam sepekan, ada beberapa peristiwa pelanggaran HAM terjadi di Papua. Beberapa di antaranya:
1. Pada 20 September, penembakan dan pembunuhan Pdt. Yeremia Sanambani di Hitadibapa Intan Jaya. Diduga dilakukan oleh militer Indonesia.
2. Pada 19-20 September, aparat gabungan TNI dan Polri melakukan sweeping kartu tanda penduduk dan kartu mahasiswa terhadap mahasiswa Papua dibeberapa asrama di Sulawesi Utara: Kota Manado, Tomohon, dan Tondano.
3. Pada 21 September 2020, aparat keamanan di Sulawesi Utara (Manado) mengadang massa aksi mahasiswa Papua yang melakukan aksi mendukung Petisi Rakyat Papua penolakan Otonomi Khusus Papua di Kantor Gubenur Sulawesi Utara.
4. Pada 22 September, Pdt. Alfred Degey di temukan tak bernyawa di Kabupaten Nabire.
5. Pada 23 september, 7 orang pemimpin aksi massa yang melakukan aksi penolakan Otsus Jilid II dan mendukung Petisi Rakyat Papua di Timika di tangkap dibubarkan di Timika.
6. Pada 24 Sept 2020, ribuan massa aksi di Nabire yg melakukan aksi menolak Otonomi Khusus Papua Jilid II dan Mendukung Petisi Rakyat Papua di tangkap dan dibawa di Polres Nabire.
7. Pada 25 September 2020, di Kota Makasar yang mendukung Petisi Rakyat Papua tolak Otonomi Khusus Jilid II di kepung dan diintimidasi oleh ormas Indonesia di Kota Makassar.
Ketua ULMWP Benny Wenda juga menyatakan sikap serupa. Dia menegaskan, sejarah di Papua, ditulis oleh Indonesia dengan darah.
"Kami menginginkan solusi damai untuk konflik ini. Kami ingin mengikuti praktik demokrasi internasional dan menyelesaikannya melalui konsultasi keinginan rakyat dalam referendum yang bebas dan adil," kata Benny kepada reporter Tirto.
Penulis: Dieqy Hasbi Widhana
Editor: Gilang Ramadhan